Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Habis gelap jadi legal

Sekitar 300 tenaga kerja gelap di Malaysia, kini bisa mengurus surat pengganti paspor atau SPLP dan pemutihan ijin bekerja. dengan tarif Rp 90 ribu. tapi mereka lebih mengandalkan calo.

11 April 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SEBENTAR lagi Samukri Amril akan bebas naikturun bus di Selangor dan melancong di Malaysia. Sejak lima bulan lalu, ayah dua anak ini masuk ke negeri jiran itu sebagai pendatang haram dan dengan sembunyi-sembunyi bekerja sebagai buruh bangunan. Kini, ia bisa mengurus surat pengganti paspor atau Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) dan bisa mendapat pemutihan izin bekerja dari pemerintah Malaysia. Sebagai buruh, ayah dua anak ini mendapat upah 18 ringgit (Rp 15 ribu) sehari. Untuk mengakhiri pengembaraannya yang kucing-kucingan dengan polisi setempat, Amril merelakan 300 ringgit (Rp 230 ribu) untuk mengurus surat pengganti paspor itu. Amril adalah satu dari sekitar 300 ribu tenaga kerja gelap yang selalu resah. Sewaktu-waktu mereka bisa diborgol polisi Malaypsia dan dideportasi. Karena itu, ketika pemerintah Malaysia memberikan pengampunan dalam bentuk pemutihan izin bekerja di Malaysia setelah mereka mempunyai paspor Indonesia, berduyun-duyunlah TKI mendatangi KBRI di Kuala Lumpur. Apalagi sejak dua pekan lalu, biaya pengurusan diturunkan dari 135 ringgit menjadi 115 ringgit (Rp 90 ribu). Bagi mereka, berapa pun yang harus dikeluarkan demi "surat ketenangan" SPLP tadi, mereka siap membayarnya. "Daripada kena razia polisi," kata Amril kepada TEMPO. Proses pemutihan itu sebenarnya sederhana. Mereka cukup mendaftar ke kantor imigrasi Malaysia setelah punya paspor atau SPLP. Namun, mengurus SPLP saja bukan hal yang mudah bagi TKI tidak berpaspor itu. Bukannya mereka enggan berjubel di KBRI. Yang dikhawatirkan, mereka tertangkap polisi sebelum mengantongi SPLP. Untuk amannya, para TKI lebih suka mengutus calo untuk berurusan dengan KBRI. Seorang buruh, Sugeng bin Pairin, yang berasal dari Banyuwangi mengaku membayar 180 ringgit (hampir Rp 150 ribu) meski ia tahu tarif resmi hanya Rp 90 ribu. "Saya rasa itu tak mahal daripada ditangkap polisi," kata Sugeng, yang sudah bekerja di Kedah selama enam bulan dan berhasil menabung Rp 4 juta. Pengusiran para TKI gelap ini memang menjadi acara tahunan Malaysia. Tahun 1982 saja, dari 5.300 imigran gelap yang diusir, 2.900 orang adalah asal Indonesia. Selebihnya dari Muangthai, Myanmar, Bangladesh, India, Singapura, dan Sri Lanka. Jumlah pendatang haram Indonesia yang diusir pun meningkat. Tahun 1985, dari 19.600 tenaga kerja gelap yang diusir, 12.600 tenaga kerja Indonesia. Untuk mengusir pendatang haram asal Indonesia ini, pemerintah Malaysia sebenarnya sungguh repot. Perlu disiapkan perahu tongkang yang berlayar dari Johor menuju Bengkalis atau Dumai di Provinsi Riau. Setiap pendatang gelap itu diberi bekal 24 ringgit (hampir Rp 20 ribu). Baik mengurus SPLP maupun izin bekerja di Kantor Imigrasi Malaysia, para buruh yang rata-rata berpendidikan rendah itu memang lebih mengandalkan calo yang sebagian besar berasal dari Indonesia. "Kami sekadar cari makan dengan menawarkan jasa," kata Kamil, salah seorang calo yang menyebut dirinya "subagen". Tampaknya pemerintah Indonesia tak peduli dengan para calo itu. "Biaya SPLP sudah ditentukan Pemerintah," kata Menteri Tenaga Kerja, Cosmas Batubara, kepada TEMPO. Melayani ribuan TKI yang mengurus SPLP bukan pekerjaan ringan bagi KBRI. "Tanda tangan saja sudah capek," kata Dubes Sudarmadi. Tenaga kerja pun tak menyoalkan mengurus surat pengganti paspor dan izin bekerja itu. Karena, mereka yang sebagian ilegal itu kini bisa mempunyai surat izin bekerja di sana. Leila S.Chudori (Jakarta) dan Ekram H. Atamimi (Kuala Lumpur)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus