Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Hukum

Menangnya si raja tanker

PT Perdata Laot, Medan memenangkan perkara atas kandatel (kantor daerah telepon) Medan. majelis hakim menganggap perusahaan negara itu bertindak semena-mena, yakni memutus telepon PT Perdata.

11 April 1992 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

UNTUNG ada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN). Jika tidak, empat nomor telepon di Kantor PT Perdata Laot, Medan, tak lagi berdering. Fasilitas telepon ini bagi kontraktor Pertamina, yang dikenal sebagai "raja tanker", pemilik lima kapal tanker itu -- khusus mengangkut pasokan minyak Pertamina ke wilayah Aceh -- memang sangat vital. "Tanpa telepon perusahaan saya akan lumpuh," kata Direktur Utama PT Perdata Laot, H.M. Noernikmat. Alat yang sangat vital itu yang dibungkam Kantor Daerah Telepon (Kandatel) Medan dengan surat keputusannya tertanggal 10 Juni tahun lalu. Tapi, karena Noer segera menggugat keputusan itu ke PTUN keesokan harinya, teleponnya tetap berdering. Telepon perusahaan Noer tak akan berhenti berdering karena majelis hakim Pengadilan Negeri Medan yang diketuai Abdullah Zaini, dua pekan lalu, membatalkan putusan Kandatel tersebut. Sengketa pelanggan telepon dengan Kantor Telepon itu bermula pada 2 Mei l991. Ketika itu, Noer diingatkan Kandatel bahwa perusahaannya belum membayar rekening telepon Maret 1991. Sekaligus, ia diultimatum bahwa teleponnya akan diputus jika rekening tak segera dibayar. Noer, yang menerima peringatan itu kaget. Karena, ia telah menyerahkan selembar giro dari Bapindo senilai Rp 5,2 juta kepada bendaharanya, Zukhalidar, untuk disetor ke loket telepon di Bank Bumi Daya (BBD) Medan pada 19 Maret 1991. Kendati begitu, ia melunasi tagihan itu keesokan harinya. Tapi, Noer hanya diberikan tanda terima uang titipan, bukan kuitansi pelunasan rekening telepon. Kuitansi baru akan diberikan jika Noer juga melunasi denda sebesar Rp 4 juta. Noer, bekas pensiunan letnan satu pada masa revolusi ini, keberatan dan menggulirkan kasus itu ke PTUN. Rupanya biang kasus itu, adalah Zukhalidar, yang tak menyetor giro Noer itu ke BBD. Ia mengganti giro Bapindo tadi dengan giro Bank Bali milik pribadinya yang ternyata tak ada dananya. Tanpa ampun Kandatel mengisolir telepon Noer pada 1 April. Isolasi itu hanya berlangsung sehari. Rupanya Kandatel bertoleransi karena Zukhalidar, tanpa sepengetahuan Noer, berjanji akan melunasi tagihan itu pada 4 April 1991. Sebagai gantinya pada tanggal 3 April sepucuk surat teguran dilayangkan Kandatel ke Kantor Perdata Laot. Ternyata Zukhalidar mungkir hingga keluarlah teguran 2 Mei 1991. Karena Noer dianggap membandel, Kandatel mengeluarkan SK 10 Juni 1991 tersebut berikut denda Rp 4 juta. Menurut Artono Wakidjo, denda sebesar itu sesuai dengan ketentuan karena telepon Noer dianggap sudah diputus -- hingga terpaksa dipakai tarif pemasangan baru. Noer pun menggugat ketidakkonsistenan Kandatel terhadap peraturannya sendiri. Karena sesuai dengan peraturan yang dibuat PT Telkom, mestinya teleponnya sudah diisolir sejak 1 April. Kalau itu terjadi, tentu Noer akan segera tahu dan dapat melunasi utangnya. Artinya, hukuman denda tak harus ditanggung PT Perdata Laot. Dalam gugatannya, Noer juga mempertanyakan apa dasar denda Rp 4 juta, yang tak tercantum dalam ketentuan yang tertera dibalik rekening telepon tadi. Majelis hakim pun menilai Kandatel hanya mengandalkan ketentuan yang tercantum di balik rekening telepon itu. Padahal, menurut majelis, sebagai pelayanan umum mestinya harus memberikan teguran secara formal kepada penunggak telepon. Dalam pemeriksaan majelis, surat teguran 3 April itu, ternyata tak pernah sampai ke tangan Noer. "Padahal, jika sampai, Noer bisa segera melunasinya," kata Abdullah Zaini. Majelis juga menilai bahwa tindakan Kandatel bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik. Kandatel dinilai hakim bertindak semena-mena dengan SK 10 Juni itu. Karena itu, majelis membatalkan SK itu berikut denda Rp 4 juta tersebut. Bahkan, majelis mengharuskan Kandatel membayar biaya perkara sebesar Rp 290 ribu. Uniknya, toleransi yang diberikan Kandatel, yang mengisolasi telepon Noer hanya sehari, juga menjadi bumerang bagi perusahaan milik negara tersebut. Padahal, ini dilakukan Kandatel tak lain karena percaya kepada Noer sebagai pelanggan yang baik. Tapi majelis menilai bahwa sikap toleransi itu telah menimbulkan akibat hukum bagi Noer, yakni Noer tidak mengetahui secara dini kesalahannya hingga harus kena denda. Semua kesalahan itu, kini, dibebankan hakim kepada PT Telkom. Atas keputusan itu pihak Kandatel, Artono Wakidjo, menyatakan banding. Sebaliknya Noernikmat kini menikmati kemenangannya. "Kalau saya kalah, saya akan membawa perkara itu ke DPR atau kemana saja," ujar pengusaha kapal itu. Bersihar Lubis dan Irwan E. Siregar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus