Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Banyak Bintang Menuju Roma

Profil bintang-bintang sepak bola yang berlaga di italia. di antaranya, penjaga gawang rene higuita, walter zenga, dan peter shilto. beberapa bintang dari tim brazil, italia, inggris, dan rumania.

16 Juni 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

GOL. Itulah yang ditunggu-tunggu semua penonton pertandingan sepak bola. Dan jika gol terjadi, hiruk-pikuk terdengar. Bunyi terompet memekakkan telinga. Bendera dikibas-kibaskan. Sementara itu, seseorang pasti paling bersedih, melebihi kesedihan anggota tim yang kalah. Seseorang itu adalah kiper alias penjaga gawang. Sayangnya, kadangkala orang tak punya cukup perhatian pada posisi yang satu ini. Tengok saja, lebih banyak cerita tentang tukang cetak gol yang menjadi idola. Maradona, Gullit, Van Basten, Careca, Viali, hanya sekadar contoh. Kiper yapg jadi bintang pujaan sampai hari ini masih bisa dihitung dengan jari. Nah, di Piala Dunia kali ini kiper-kiper terbaik dunia benar-benar berkumpul dan rasanya beberapa di antaranya "layak dapat bintang". Misalnya, Rene Higuita asa Kolombia. Ini tergolong kiper "tak lazim". Higuita, yang baru berusia 23 tahun, tak betah menunggui gawangnya. Ia malah ikut berlari-lari mengejar dan menggiring bola. Gaya bermain yang unik ini diakuinya sebagai revolusi. "Kiper Tukang Sapu" demikian ia menyebut perilakunya di lapangan. "Jika tim lain menggunakan pemain bertahan sebagai sweeper, buat saya itu tak perlu. Sayalah yang menjadi sweeper," katanya. Perilaku menyimpang Higuita itu mulai menarik perhatian khalayak ketika Kolombia ikut memperebutkan Copa de America tahun lalu. Ia menyerbu sampai ke garis tengah Peru. Melawan Brasil ia bahkan merangsek ke lini depan dan menyelesaikan serangan tandukan kepala sambil terbang. Sayang, gagal. Bukan berarti ia tak pernah bikin gol. Gilirannya adalah saat tendangan penalti diberikan. Higuitalah salah satu spesialis untuk itu. Sampai saat ini ia sudah mencetak 26 gol dari titik penalti untuk klubnya, Nacional Medellin. Hanya tiga kali ia gagal. Sedangkan buat tim nasional, ia me- nyumbang empat gol, tanpa sekali pun meleset. Rekor yang sangat bagus buat spesialis penalti, lebih-lebih seorang kiper. Cuma, dalam penampilan perdananya di Italia, Higuita tak begitu memamerkan "kegilaannya" itu. Melawan Uni Emirat Arab, dan timnya menang 2-O, Higuita relatif tenang di kandangnya sendiri. Tentu saja, satu pertandingan belum bisa dijadikan ukuran. Siapa tahu lain hari dia berlari. Dan untuk benar-benar menjadi bintang, dan akhirnya direkrut klub-klub kaya Eropa seperti yang diimpikannya, ia mesti bersaing dengan kiper-kiper jagoan lain. Salah satu saingannya adalah kiper tuan rumah, Walter Zenga. Secara resmi kehebatan Zenga juga mendapat pengakuan. Tahun 1989 ia dinobatkan sebagai penjaga gawang terbaik sedunia. Jelas, Zenga tak bermain "gila-gilaan" seperti Higuita. Ia termasuk jenis kiper yang dengan disiplin tinggi menjaga posisinya. Kehebatan Zenga yang lain adalah kemampuannya memberikan komando buat rekan-rekannya untuk mengatur pertahanan. Bahkan, untuk itu ada kesan meledak-ledak. Dan bukannya tanpa modal, postur tubuhnya sangat mendukung. Tinggi dan tegap. Kerja sama tim memang menjadi perhatian utama Zenga. "Kita harus selalu ingat, sepak bola adalah permainan beregu, tak cuma satu pemain yang bertanggung jawab atas kegagalan atau keberhasilan," katanya kepada World Soccer. Uniknya, penjaga gawang utama Italia ini juga punya karier sampingan sebagai komentator pertandingan sepak bola di televisi. Bahkan Zenga menganggap pekerjaan sambilannya itu sebagai persiapan yang baik jika masa pensiunnya sebagai pemain bola sudah tiba. "Soalnya, kita bisa menghibur orang. Dan selalu mengingatkan bahwa sepak bola itu, pada akhirnya, toh hanyalah permainan," katanya. Sebagai pengulas sepak bola, Zenga mungkin sukses. Tetapi penampilannya di arena Piala Dunia kali ini benar-benar masih harus diuji. Pertandingan pertama, saat Italia menang 1-0 melawan Austria, belum bisa dijadikan ukuran kehebatannya. Zenga juga harus bersaing dengan idolanya, Peter Shilton, dalam merebut perhatian pencandu bola. Peter Shilton bukan sembarang kiper. Ia cukup matang, 4O tahun, dan masih cekatan. Jika terus dipasang dalam per- tandingan Piala. Dunia ini, ia bakal melewati rekor Pat Jenings dari Irlandia sebagai pemain yang paling sering ber- main dalam tim nasional pada pertandingan internasional. Sampai April tahun ini. Shilton tercatat sudah 113 kali mewakili tim nasional, sementara rekor Jenings hinggap pada angka 119 kali. Catatan itu jelas berbicara banyak. Jika tidak layak dipercaya, tentu Shilton tak akan begitu lama berdiri di bawah mistar gawang Inggris. Ia memulai debut di tim nasional sejak 1971, ketika timnya melawan Jerman Timur. Kepercayaan begitu besar diberikan kepada Shilton karena ia dikenal sebagai orang yang perfeksionis, ingin mengerjakan segalanya dengan sempurna. Penjaga gawang lain yang layak dapat bintang adalah kiper tim Soviet, Rinai Dasayev. Sayang, ia membuka penampilannya di Piala Dunia kali ini dengan awal buruk. Timnya digebuk Rumania dan gawang Dasayev kebobolan dua gol dari orang yang sama Marius Lacatus. Satu dari dua gol itu memang tak bisa diperdebatkan karena ditembakkan Lacatus dari titik penalti. Gol pertamalah yang cukup menyakitkan buat kiper setangguh Dasayev. Kala itu, Lacatus berhasil lepas dari kawalan dan melakukan terobosan dengan giringan bola yang cepat. Ia masuk ke kotak penalti dari arah kiri Dasayev. Antisipasi Dasayev sudah betul, mencoba mempersempit ruang tembak Lacatus. Nyatanya, ia masih diperdaya bintang baru Rumania itu. Bisa jadi, gol itu adalah kesalahan barisan pertahanan Soviet yang terlambat mengawal laju Lacatus. Sebagai pemain yang sudah 93 kali bermain dalam tim nasional. bisa jadi Dasayev tak akan terlalu terpengaruh akan kemalangan itu. Ini penting buat tim Soviet karena dialah yang diharapkan menjadi salah satu pemain kunci dalam Piala Dunia kali ini. Itu sudah dibuktikannya dalam babak kualifikasi. Gawang So- viet cuma kebobolan empat kali dalam delapan kali pertandingan. Reputasi Dasayev di luar Soviet juga cukup disegani. Ia sekarang bermain untuk klub Spanyol, Sevilla. Ia adalah salah satu dari lima pemain Soviet yang diizinkan ditransfer klub-klub negara Barat. Empat lainnya adalah Igor Belanov (Borussia Munchengladbach), Khidiatulin (Toulouse), Aleinikov dan Zavarov yang bermain di Juventus. Kiper lain yang juga hangat dibicarakan adalah Claudio Andre Taffarel, asal Brasil. Gara-gara Taffarel pula tim Brasil disebut-sebut sebagai calon kuat juara. Soalnya, selama ini mencari kiper bagus dari Brasil bukan pekerjaan mudah. Maklum, orang-orang Brasil bermain di garis depan. Taffarel masih muda untuk ukuran kiper. Ia berusia 21 tahun. Pengalaman pun belum banyak, baru 15 kali bermain untuk tim nasional Brasil. Tapi dalam waktu singkat ia sudah bisa membuktikan, ia layak menjadi kiper nomor. satu Brasil. Yang paling mengesankan adalah di semifinal olimpiade Seoul. Ia menahan tiga tendangan penalti pemain Jerman Barat. Begitulah, sehebat apa pun kiper yang akan bermain di Piala Dunia Italia ini, bintang-bintang yang menjadi idola pasti bukan dari antara mereka. Pencetak-pencetak gol masih lebih disukai dibanding penahan gol yang cemerlang. Persoalan sekarang adalah, siapa yang bakal menjadi mahabintang. Piala Dunia selalu punya tradisi menelurkan seseorang yang menjadi aktor utama. Maradona di Meksiko 1986, Paolo Rossi di Spanyol 1982, atau Mario Kempes di Buenos Aires 1978. Yang sudah menampakkan giginya adalah Careca dari tim Brasil. Ia mencetak dua gol hebat ke gawang Swedia. Di dalam tim Brasil sendiri Careca, yang punya nama asli Antonio de Oliveira Filho, sebenarnya punya dua saingan berat. Romario Faria dan Bebeto -- pencetak gol terbanyak di Piala Amerika. Ketiganya adalah ujung tombak kelas dunia yang dimiliki Brasil. Sayangnya, kedua saingan Careca ini belum sempat dipasang. Dari luar Brasil, bintang yang mulai berpendar terang adalah Marius Lacatus, ujung tombak Rumania. Pemain milik klub Steaua Buka-rest inilah yang menjungkirbalikkan Uni Soviet di pertandingan kedua grup B. Berperawakan tinggi dan langsing ia menempati posisi sayap kanan. Lacatus memiliki reputasi baik di depan gawang lawan. Maklum, ia punya naluri mencetak gol yang sangat tajam. Dan ia tak sendirian di dalam tim Rumania. Lacatus selalu berduet dengan Gheorghe Hagi. Inilah dirigen tim Rumania yang dijuluki "Maradona dari Carpathians". Bintang yang juga berasal dari Steaua ini adalah calon milyuner. Klub-klub kaya Italia dan Yunani sedang mengincarnya. Banyak yang menyamakan duet Lacatus dan Hagi ini dengan pasangan legendaris milik AC Milan yang kini bermain di tim Belanda. Ruud Gullit. dan Marco van Basten. Bakal ramai jika Rumania bertemu dengan Belanda di babak-babak berikutnya. Susahnya, Gullit masih terus dihantui cedera. Maka, Marco van Basten harus selalu siap bertarung sendirian di depan. Basten kadang bisa juga mendukung rekannya. Seperti di final Piala Champions, ketika klubnya AC Milan melawan Benfica Portugal. Dengan umpannya yang akurat, Basten membuat Frank Rijkard berhasil membo- bolkan gawang lawan. Hanya saja, Basten akan menjadi lebih hidup jika sahahatnya, Ruud Gullit, pulih. Tentu saja, para calon bintang bukan cuma yang sudah disebut tadi Inggris, negara moyang sepak bola, juga punya. Salah satunya adalab Garry Lineker, pencetak gol terbanyak di Meksiko, 1986, dengan enam gol. Sayangnya Lineker baIu pulih dari hepatitis. Toh ia tetap mencetak gol pada pertandingan perdana melawan Irlandia. Dari Jerman Barat pun, diperkirakan bakal muncul bintang baru. Orang utama di lapangan tengahnya adalah Lothar Mat- thaus, sang kapten yang mencetak dua gol ketika Jerman memukul telak Yugoslavia, 4-l. Matthaus adalah veteran Piala Dunia Meksiko, dan di dalam tim, ia bermain dengan bintang-bintang muda yang dianggap punya kesempatan besar untuk naik daun. Seperti Thomas Hassler. Terakhir, adalah tuan rumah Italia. Banyak orang berharap akan muncul keajaiban seperti halnya Paolo Rossi mengangkat tim Azzuri pada Piala Dunia 1982. Dari sekian banyak bintang Italia yang turun, seorang di antaranya adalah Gianluca Vial- li. Pemain yang berwajah tampan dan playboy itu ternyata bernyali sadistis untuk merobek-robek pertahanan lawan. Dalam pertandingan perdana melawan Austria, Sabtu malam pekan lalu, ia memberi umpan matang, yang diselesalkan dengan sun- dulan kepala oleh Schilacci. Gol. Yopie Hidayat

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus