Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Batas kemampuan manusia

Dalam olimpiade 1988 seoul terjadi persaingan antara atlet lari dunia. dalam nomor lari 100 meter putra, atlet lari ben johnson dari kanada bersaing ketat dengan carl lewis dari as.

24 September 1988 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIAPA pelari terccpat di dunia? Ben Johnson atau Carl Lewis? Jawabnya bisa diketahui Sabtu pekan ini, di stadion Olimpiade Seoui. Saat itulah berlangsung nomor final lari 100 meter putra. Rekor dunia kini dipegang oleh Ben Johnson dengan catatan waktu 9,83 detik yang diukirnya pada kejuaraan dunia di Roma, Italia, tahun silam. Sedangkan Carl Lewis adalah pemegang empat medali emas Olimpiade Los Angeles 1984 untuk nomor lari 100 meter, 200 meter, 4 X 100 meter, dan lompat jauh. Brutus Hamilton, seorang pakar atletik dari University of California, pada tahun 1934 meramalkan bahwa manusia tak akan mampu melewati batas 10,1 detik untuk melalap jarak sepanjang 100 meter. Ternyata, perkiraan itu meleset. Di akhir tahun 1960-an manusia sudah mampu menembus batas 10 detik. Jim Hines membukukan rekor 9,90 detik di Sacramento, AS, 1968. Beberapa bulan kemudian ia mengukir rekor olimpiade di Meksiko dengan catatan waktu 9,95 detik. Rekor itu sempat bertahan 19 tahun sampai Ben Johnson kemudian berhasil memperpendek waktu tempuh jadi 9,83 detik. Ada beberapa hal yang membuat ramalan Hamilton meleset. Orang semakin cepat berlari karena digunakannya lintasan yang terbuat dari karet sintetis dan blockstart di awal tahun 1960-an. Kemudian ada penemuan sepatu dan pakaian lari yang semakin ringan. Di samping itu, dan ini merupakan faktor yang terpenting: penelitian tentang sistem geomekanik manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan manusia berlari cepat karena didukung oleh struktur serat otot yang disebut fast-twitch, yaitu serat otot yang mampu berkontraksi dengan cepat dan bertenaga tinggi, tapi mudah lelah. Serat otot ini memperkuat kaki seorang sprinter lewat reaksi kimia secara anaerobik. Artinya, untuk menggerakkan otot lagi memerlukan sumber pembakaran oksigen yang disalurkan lewat aliran darah. Ternyata memang sekitar 70% otot-otot yang ada pada tubuh sprinter seperti Carl Lewis, Ben Johnson, atau Florence Griffith Joyner terdiri atas serat fast-twirch. "Itu sebabnya sccara teoretis, seorang sprinter sebenarnya mampu berlari sepanjang 100 meter sambil menahan napas," tutur Peter Cavanagh, seorang peneliti olahraga dari Pennsvlvania State University. Berdasarkan temuan itulah kemudian para atlet berupaya memaksimalkan kemampuan kerja otot. Sebuah metode latihan yang disebut plyometncs kini populer dilakukan. Yaitu memaksa atlet berlari sampai di luar batas kemampuannya. Misalnya dengan berlari kencang menuruni bukit. Atau ditarik dengan mobil berkecepatan tinggi. Tujuannya untuk membentuk dan melatih serat otot fast-twitch. Teknologi komputer ternyata juga banyak perannya. Ralph C. Mann, pemegang medali perak lari gawang 400 meter di Olimpiade Munich 1972 dan kini menjadi peneliti ilmiah atletik, merancang sebuah komputer yang mampu menganalisa teknik berlari seorang atlet. Diperkirakan ada 15 faktor yang membuat seseorang mampu meningkatkan kecepatannya, seperti jarak ayunan langkah, ayunan tangan, atau kemiringan rubuh waktu berlari. Rekomendasi Ralph C. Mann terbukti ampuh ketika Florence Griffith-Joyner memecahkan rekor dunia lari 100 meter. Mesin pintar itu menyarankan agar Florence meningkatkan kekuatan ototnya dengan latihan besi. Ternyata, hanya sebulan sebelum Olimpiade Seoul berlangsung, pelari eksotis itu mampu mempertajam rekor dunia 0,27 detik dari rekor sebelumnya 10,76 detik yang dipegang rekan senegaranya Evelyn Ashford. Hasil kajian komputer itu juga menunjukkan reaksi Carl Lewis kalah cepat dari Ben Johnson, saat melesat meninggalkan blockstart. Lewis memerlukan 0,196 detik untuk bereaksi seteiah mendengar pistol start diletuskan. Sedangkan Johnson hanya 0,129 detik. Itu sebabnya Lewis tidak terlalu ngotot -- buang tenaga -- untuk adu cepat melesat meninggalkan blockstart dengan Johnson ketika bertarung di Zurich bulan lalu. Ia mengembangkan strategi dengan meningkatkan dan mempertahankan kecepatan di jarak 50 sampai 100 meter terakhir. Hasilnya, Lewis memenangkan pertarungan itu. Sampai seberapa jauh kemampuan manusia memperpendek waktu jarak tempuh 100 meter itu? Menurut perhitungan komputer Mann, batasnya hanya sampai 9,58 detik atau hanya mampu lebih cepat 0,25 detik dari rekor dunia Ben Johnson, 9,83 detik. Tapi siapa yang akan melakukannya? Entahlah. Tapi, tampaknya, upaya itu akan lebih mudah dicapai oleh pelari berkuli hitam. Saat ini sprinter elite dunia memang para pelari berkulit hitam. Seperti Ben Johnson, Carl Lewis, Calvin Smith, Jim Hines, Florence Griffith-Joyner, dan Evelyn Ashford.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus