PULUHAN gedung jangkung yang tersebar di Jakarta seolah berlomba menggapai posisi tertinggi dalam soal reputasi. Sasarannya jelas: menjaring penyewa. Namun, mereka boleh kaget, sebuah bangunan baru akan muncul sebagai pesaing berat, dengan cirinya sebagai intelligent building. Gedung baru di Jalan Jenderal Sudirman itu merupakan gedung pintar pertama di Jakarta. Nantinya, 75 persen bangunan 32 lantai ini akan menjadi Kantor Pusat Bank BNI. Tahap pembangunannya kini telah selesai lebih dari 80 persen. Maret 1989, insya Allah, bangunan cerdas itu akan siap menerima penghuni. Kecerdasan gedung ini bakal terpakai untuk banyak hal: otomatisasi kantor, pengaturan jalur telekomunikasi, menjamin keamanan bank dan keselamatan penghuninya, sistem kendali bangunan, di samping penghematan konsumsi listrik. Penghematan setrum ini agaknya layak dianggap soal penting. Pasalnya, konsumsi setrum gedung-gedung bertingkat di Jakarta bisa 20-30% lebih tinggi dibanding bangunan sejenis di Singapura atau Kuala Lumpur. Gedung cerdas ini mengajar penghematan setrum mulai dari hal-hal yang kecil, lampu penerangan misalnya. Saklar lampu-lampu dekat jendela dikontrol oleh sensor. Pada hari terang, lampu-lampu itu akan padam o secara otomatis, dan sinar listrik diantikan oleh matahari. Lampu akan otomatis menyala manakala cahaya matahari meredup, saat menjelang senja, atau di hari mendung. Di daerah sekitar jendela itu memang dipasang banyak sensor, pengukur kuat cahaya surya yang masuk. Jika cahaya matahari cukup terang, sensor akan memberikan laporan off pada komputer pengendali lampu. Sebaliknya, kode on yang akan dikirim jika cahaya surya berada di bawah kebutuhan standar. Dalam markas pusat BNI, yang luas setiap lantainya sekitar 1.100 m2, ternyata sekitar 20 persen dari lampu penerangan yang ada bisa digantikan dengan sinar surya, pada siang hari. Penghematan yang cukup berarti jika dirupiahkan. Gedung Kantor Pusat BNI yang dibangun di wilayah strategls, jalur Sudirman, itu pada mulanya hanya direncanakan sebagai bangunan modern biasa. Pembangunan fisiknya sendiri telah dimulai beberapa tahun lalu. Ketika rangka bangunan telah berdiri, "mendadak kami punya gagasan untuk menjadikannya sebagai intelligent building," ujar Widigdo Sukarman, Direktur BNI yang membawahkan bidang perencanaan. Keinginan "mencerdaskan" kantor pusat itu menjadi lebih matang setelah manajemen BNI menemukan PT Satya Djaya Raya (SDR) sebagai konsultan. Pihak SDR menyanggupi untuk menggarap gedung BNI menjadi sebuah intelligent building. Segala peralatan yang menyangkut kelengkapan pencerdasan bangunan dipasok dari mitra asing SDR, Nippon Telephone & Telegraph (NTT) Jepang. Perjanjian kontrak pun segera disepakati. Ada memang konsekuensinya, penyelesaian konstruksi gedung tak lagi bisa dikebut. Bangunan setengah jadi itu diutak-atik lagi, untuk dibuatkan desain sistem intelligent building-nya. Alhamdulillah, tidak terlalu terlambat. Kondisi bangunan masih memungkinkan adanya pemasangan sistem canggih itu, kendati tak sempurna seperti intelligent building di Jepang atau Amerika. Salah satu kekurangannya adalah sistem penangkal kebakarannya yang tak sehebat di Jepang sana. Kendati demikian, menurut General Manager SDR, William Yiu, sistem penangkal api di gedung BNI masih tetap unggul dibanding gedung-gedung jangkung lain di Jakarta. "Sistem penangkal api yang kaml pasang masih memenuhi standar Jepang atau Amerika," ujar Yiu, 36 tahun, arsitek lulusan Universitas Cambridge, Inggris. Manajemen Bank BNI belum bersedia menyebutkan nilai investasi gedung baru itu. Yang jelas, gedung cerdas itu lebih mahal. "Penambahan biayanya 20 - 30 persen, " tutur Mulyo Rahardjo, 32 tahun, Deputy General Manager SDR. Namun, biaya ekstra itu, dalam jangka panjang, agaknya bisa ditutup oleh sejumlah penghematan. Selain bisa mengirit dari sektor lampu penerangan, gedung pintar ini juga bisa diajak berhemat dalam soal AC. Mesin penyejuk ruangan ini bisa diajak bekerja sesuai dengan kebutuhan. Melalui, antara lain, sensor pendeteksi cahaya dan pengumpil kunci, komputer pengontrol bisa tahu persis, sebuah ruangan sedang terpakai atau menganggur. Bila gelap dan terkunci, berarti tak terpakai. Lantas, secara otomatis, komputer akan mengeluar kan perintah agar aliran hawa AC ke ruang itu disetop. Mesin air condition pada gedung canggih itu memang terdiri atas rangkaian chiller (ruang pertukaran panas) dan kompresor, yang bervariasi kapasitasnya. Jika semua ruang terpakai, mesin pendingin itu bekerja optimal. Namun, bila beban berkurang, hanya chitler dan kompresor kecil yang bekerja, yang lain boleh istirahat. Ruang pengendali gedung pusat BNI itu ditempatkan pada lantai terbawah, alias basement. Komputer pada ruang itu boleh dikatakan sebagai otak atau pusat saraf bangunan itu. Lewat sistem komputer itu pula, bahaya kebakaran bisa terdeteksi secara dini. Tanpa perintah manual, komputer mampu membuat keputusan untuk mengambil tindakan pengamanan. Taruhlah, api menyala pada lantai 8. Sensor pendeteksi asap akan segera mengenali posisi api dan melaporkan kejadian itu ke pusat komputer. Lantas, dalam sekejap lolongan alarem akan segera terdengar. Namun, kadang kala, bunyi alarem sering dianggap guyon. Untuk menghindari kejadian konyol macam itu, komputer bisa menginterupsi terminal-terminal yang ada. Lantas, peringatan ancaman api itu disampaikan lewat layar PC (personal computer). Bila api membesar, kran-kran gas antiasap akan membuka secara otomatis. Lantas, asap dari kobaran api akan dicoba dinetralkan untuk memberikan kesempatan penghuni lantai 8 menyelamatkan diri. Soalnya, "Asap yang lebih sering membunuh orang, bukan api," kata Yiu yakin. Saat itu juga semua lubang ventilasi ke lantai itu tertutup, dan aliran hawa AC terputus seketika. Pada saat yang sama, pusat komputer akan menggerakkan kompresor cadangan, untuk embusan hawa ekstra ke lantai 7 dan 9, yang mengapit lantai nahas itu. Kompresor cadangan memang tersedia untuk menghadapi situasi darurat semacam itu. Akibatnya, tekanan udara di lantai 8 negatif. Asap dan lidah api bakal terkurkung di situ, tanpa mampu beranjak keluar, lantaran gerakan massa udara justru ke lantai yang terkena musibah itu. Sementara itu, para petugas pemadam kebakaran akan segera datang dan menyemprot habis api yang menyala. Pusat komputer di basement itu juga bisa mengontrol semua pintu masuk ke ruang-ruang, penting yang memerlukan penjagaan ekstra. Bila ada salah satu pintu yang tidak terkunci, padahal ruang telah ditinggalkan penghuninya, lewat layar komputer petugas keamanan akan segera mengetahui dan datang untuk menguncinya. Pada ruangan-ruangan tertentu, daun pintu tak bisa dibuka dengan anak kunci konvensional. Kunci pintu itu hanya bisa dibuka atau dikunci dengan sebuah kartu magnetik, yang bentuknya mirip credit card. Kartu itu memiliki kode khusus. "Siapa-siapa yang membuka atau mengunci pintu itu akan tercatat pada komputer," tutur Widigdo. Pintu dengan kunci khusus itu akan dipasang, antara lain, pada ruang sentral data komputer bank dan ruang dealing, tempat transaksi valuta asing atau surat-surat berharga. Sistem komputer terpadu pada gedung BNI itu bisa juga dipakai untuk mengatur lalu lintas elevator. Pada jam-jam masuk dan pulang kantor, umpamanya, satu lift bisa diperintah hanya melayani lantai 1-6. Satu lift lain untuk lantai 7-12, dan seterusnya. Dengan demikian, kemungkinan lift ngetem di setiap lantai bisa ditiadakan. Putut Tri Husodo dan Bachtiar Abdullah
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini