Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

BB Bercerita

Bekas promotor tinju Boy Bolang kembali dari AS, setelah gagal berunding dengan Don King untuk pertarungan Americo-Mamby. KTI mencabut rekomendasi promotornya.

12 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BOY Bolang akhirnva kembali sesudah enam setengah bulan di AS. Mengenakan setelan jas hitam bergaris putih, promotor tinju dari BB Boxing Corporation itu turun di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma. Rambutnya kusut, wajahnya kuyu. Dasinya kedodoran dan celananya longgar. "Berat saya turun sampai 6 kilo," ucapnya setelah memeluk Rumpy, istri, dan ketiga anaknya: Vina, Kiva, Vickv. Tanpa jaminan kesclamatan dari Pangkopkamtib Sudomo, katanya, ia tak berani pulang. Pekan ini ia bermaksud menghadap Sudomo. Februari lalu, Boy bersama Tommy Djorghi darn Uteh Soediro (adik Elerman Sarens) bertolak ke AS untuk melanjutkan usahanya mengurus penyelenggaraan perebutan juara dunia kelas welter ringan. Jago Indonesia Thomas Americo supaya melawan Saoul Mami (versi WBC), demikian pesan Hermin Sarens Soediro, partnernya. Promotor Don King waktu itu meminta bayaran US$ 300 ribu untuk Mamby ditambah US$ 60 ribu buat dirinya. Ternyata Boy berunding tanpa rekening bank, sehingga King marah. "Kalian datang ke AS rupanya hanya buat melawak," kata King. Boy mengontak Jakarta, namun uang tak kunjung tiba. "Malahan kami disuruh pulang." Tommy dan Uteh pun pulang. Boy bertahan di sana, dan mendengar bahwa Komisi Tinju Indonesia telah mencabut rekomendasinya. Herman Sarens jadi promotor pengganti BB. Pertarungan Americo melawan Mamby akhirnya dilangsungkan di Senayan. 29 Agustus. Mamby menang angka, setelah bertarung 15 ronde. Sementara itu Boy hampir jadi gelandangan. Setelah menginap di hotel mewah, ia menumpang dl kediaman Imam Koesoebagio, bekas anggota Tjakrabirawa. Malam hari ia sering keluyuran tak menentu. Arloji Bulova terpaksa dilego seharga US$ 20. Tiga stel jas laku US$ 4/stel. "Waktu mau berangkat saya memesannya Rp 350 ribu/stel," katanya. Untuk menghemat, ia mengganjal perut dengan roti paling murah. "Untungnya, biar cuma satu dollar, dalamnya pakai daging." Uang habis, ia pindah menginap di rumah kenalan yang lain, Robert. "Tiap minggu saya diajak ke gereja dan berdoa," kenangnya. Memakai fasilitas kartu social security milik orang Indonesia yang bekerja di Perwakilan Tetap RI di New York, ia diterima di restoran Prince Dinner. Tugasnya mencuci piring, membongkar pasang mesin cucinya. Ia dibayar US$ 175 seminggu plus tiga kali makan dan penginapan. Tapi ia tak tenang. Setiap saat ada razia terhadap orang asing. Kemudian ia menuju Philadelphia, teken kontrak sebagai sparring partner di sasana Kronk. Wajah yang sering sembab dan tubuh pegal-pegal cuma dihargai US$ 30 seminggu. Di Jakarta, penderitaan anak istrinya tak kalah pedih. Ny. Bolang terpaksa jualan es teller di muka rumah kontrakannya. Sehari bisa dapat Rp 2.000. Anaknya sering pulang sambil menangis. Teman di sekolah ada yang meledek dengan ucapan: "Bapak lu enggk pulang-pulang ke mana? Mafia, sih." Dan malam hari, datang orang berpakaian seragam tentara, hendak menangkap Boy. "Mengaku dari Skogar, tapi tak mau memperlihatkan surat perintahnya," tutur Ny. Bolang. Panglaksusda Jaya, Norman Sasono tak begitu mempercayai hal ini. "Orang mengurus tinju kok diancam, itu tidak logis. Kenapa tak lapor sama saya" katanya seperti dimuat koran Medeka. Ny. Bolang memang tak menghubungi Norman Sasono. Ia langsung mendatangi rumah Jenderal M. Yusuf dan mendapat petunjuk supaya menemui Laksamana Sudomo. Wanita itu tersenyum ketika Sudomo mengatakan "Yang berhak menangkap Boy cuma saya." Kabar baik ini segera disampaikan pada suaminya yang lagi menginap di rumah atlet Irma Engeline di Los Angeles. Noer Hardono, Konjen RI pun mengontak Boy. Ia memberi sangu US$ 250 ketika bekas promotor tinju itu hendak kembali ke tanah air. Apa lagi rencananya? "Saya akan tetap jadi promotor," katanya. Belum kapok, Boy!

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus