Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kartun

Istana dengan doa & mimpi

Pemugaran istana sisingamangaraja tidak berdasar penelitian kepustakaan, tapi dengan doa dan petunjuk mimpi, mendapat bantuan dari pemerintah sebesar rp. 70 juta. (ils)

12 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEPUK tangan meriah mengiringi Gubernur Sum-Ut E.W.P. Tambunan melakukan manuhil parhau--pemahatan pertama kayu bangunan rumah-Ruma olon, bekas kediaman Raja Sisingamangaraja. Upacara 13 Agustus lalu merupakan awal pemugaran istana di bagian barat Danau Toba itu. Seluruh kornpleks istana di Desa Bakkara, Kecamatan Muara, Tapanuli Utara itu diratakan dengan tanah oleh Belanda 12 Agustus, 74 tahun lalu. Pasukan Belanda di bawah Kapten Haver Droeze menguber Raja Sisingamangaraja XII dengan hujan bom dan tembakan meriam dari atas bukit yang membentengi istana itu. Akibatnya? "Tidak ada lagi bekasbekas istana yang tertinggal," kata E.K. Siahaan, 48 tahun, Kepala Bidang Permuseuman, Sejarah dan Kepurbakalaan (PSK) Sum-Ut Medan. Di kompleks istana berukuran 120 x 120 meter itu, sekarang tidak tampak tanda-tanda bekas bangunan bersejarah. Rumput dan batu-batu gunung menutup sebidang tanah yang dianggap bekas istana Raja Sisingamangaraja. Bahkan ada 8 keluarga masih menempati sekitar 200 meter persegi sudut bekas istana. Keluarga dan Yayasan Sisingamangaraja yang berniat memugar lagi istana itu mendapat kesulitan. Sebab ada ketentuan pemerinuh, tempat bersejarah bisa dipugar bila bekasnya bisa dibuktikan sedikitnya 50%. Karena kelemahan bukti itu, Departemen P & K di Jakarta menolak usul pemugaran yang disodorkan tahun 1973. Tonggo-tonggo Tapi rupanya keluarga Raja Sisingamangaraja dan pejabat bidang PSK Sum-Ut cukup bersemangat membangun kembali istana di Lumban raja (tempat raja) di Bakkara itu. Pokoknya istana harus dibangun kembali. Tidak kurang dari Wapres Adam Malik dimintai Yayasan Sisingamangaraja untuk turun tangan. Hasilnya, pemerintah pusat menurunkan anggaran Rp 70 juta pada tahun anggaran 1981/1982. Tapi jumlah itu ternyata belum memadai. Sebab,menurut E.KSiahaan, biaya yang diperlukan Rp 800 juta. Untuk itu, pihak keluarga yang tergabung dalam Yayasan Sisingamangaraja harus menanggung sebaian besar biaya. Anggaran yang disanggupi pemerintah pusat dengan biaya Rp 70 juta tadi hanya untuk 4 bangunan utama dari 16 bangunan dalam kompleks itu. Yaitu Ruma Bolon, tempat persemayaman raja, Ruma Persaktian: tempat raja sebelum berkunjung ke daerah, Sopo Bolon: gudang logistik, dan Sopo Godang: tempat para kepala adat menunggu sebelum diterima Sisingamangaraja. Sebelum rencana pemugaran pasti, yang cukup merepotkan ialah mencari lokasi dan nama bangunan. Letkol (Purn) Manullang ditunjuk yayasan menyusun disain istana dan bentuk bangunan. Untuk itu ia meminta pendapat pihak keluarga Raja Pinantu Sinambela, keturunan langsung Sisingamangaraja XII, dan Ketua Parmalim--aliran kepercayaan yang diturunkan Sisingamangaraja -- Raja Ungkap Naipospos. Sementara itu, Bidang PSK Kanwil Departemen P & K Sum-Ut juga melakukan penelitian dengan menghubungi tokoh-tokoh adat dan pemuka masyarakat Batak. Kesulitan kedua tim itu mengumpulkan data terutama karena sudah tidak ada lagi saksi mata yang bisa ditanyai. Sebenarnya ada sumber yang bisa diandalkan, yaitu Pustaha Harajaon, yang tersimpan di Museum Perpustakaan Leiden, Negeri Belanda. Kisahnya, ketika istana dihancurkan, Pendeta Belanda, Pilgrams, menyelamatkan buku-buku yang terdiri dari 24 jilid dari istana itu. Masing-masing buku setebal 5 cm itu berisi ringkasan sejarah Batak, ditulis dengan tinta Cina di atas kertas buatan Italia dalarn huruf Batak. Jilid 4-7 yang memuat kisah raja-raja Sisingamangaraja konon memuat data paling lengkap untuk pemugaran. "Tapi sampai sekarang belum ada yang bisa menolong," kata Siahaan karena, "Pemerintah belum menyediakan dana untuk mengirim tim ke Negeri Belanda." Akhirnya, panitia bekerja apa adanya. Sumber data mengenai bagian bangunan, menurut panitia pemugaran, adalah tonggo-tonggo atau doa yang memuja Sisingamangaraja sebagai orang sakti dan pantas disembah. Dari tonggotonggo itu pula tim pengumpul data mengetahui nama basian bangunan. Misalnya bangunan Bale Pasogit dan Bale Pandak. Bale pandak didirikan sejajar dengan Bale Parubuman dan Bale Bius. Bale Pandak tempat sembahyang khusus untuk orang Parmalim. Sedang Bale Paruhuman tempat pengambilan keputusan adat. Dan Bale Bius adalah tempat berkumpul raja-raja adat membicarakan keamanan istana dan penataan adat. Mimpi Bangunan lain ialah Onan Bale: 4 bangunan tempat pekerja istana beristirahat. Ada lagi bangunan dari Sopo dan Pantil, menara jaga setinggi 7 meter. Tiga bangunan terakhir ini memang tidak disebut dalam doa. Tapi ketua Parmalim, Raja Ungkap Naipospos, berani menunjukkan satu per satu lokasi bangunan itu. Dari mana ia tahu "Saya dapat perintah dari seseorang di dalam mimpi yang sampai sekarang tidak saya kenal siapa dia," katanya. Petunjuk mimpi Raja Ungkap dicocokkan Manullang dengan bekas yang ada di areal itu. Bekas fondasi masingmasing bangunan, tidak sama tinggi dan luasnya. "Ternyata yang disebut Raja Ungkap, klop," kata Manullang. Sehingga luas masing-masing bangunan dirancang menurut ukuran rumah Batak lumrahnya, lebar 5-7 meter dan panjang 912 meter. Kecuali itu juga dipertimbangkan unsur angka keramat Parmalim 6, 7, dan 14. Hasil mengumpulan data tim Manullang dan PSK Sum-Ut akhirnya dikawinkan. Semua itulah pegangan pemugaran. Dalam pelaksanaan pembangunan, kepercayaan Parmalim memegang peranan besar. Misalnya kayu yang akan dipakai untuk bangunan Bale Pasogit, tempat tirakat raja, tidak boleh menyentuh tanah. Sebelum ambruk ditebang, kayu itu ditopang lebih dulu. Menjelang penebangannya dibacahan doa dan upacara menurut kepercayaan Parmalim Seikat benang putih dililitkan pada batang kayu sebelum kampak dihunjamkan memotong pohon. Setelah roboh, penebangnya makan itak gurgur, semacam lepat, agar selamat. Sebelum kayu dipasang pada bagian tiang bangunan, pemuka Parmalim pun membaca doa lebih dulu. "Ada 14 tingkatan dalam penyusunan pembangunan," kata Manullang. Masing-masing bangunan diperkirakan akan menelan 20-35 ton kayu. Seluruh bangunan tidak akan memakai paku. Ini rumah dalam tradisi rumah Batak. Ukiran dan hiasan bangunan istana tentu juga akan disesuaikan dengan bentuk rumah tradisional Batak. Tapi yang bertugas mengukir hanya boleh orang Parmalim. "Mereka akan bekerja sesuai dengan ilham yang diterimanya. Jadi, pembuatan hiasan itu tanpa disain lebih dulu," kata Purba, salah seorang peneliti bekas istana itu dari PSK Sum-Ut. Meski demikian, soal pemugaran bangunan istana itu tidak sepenuhnya mengandalkan doa. "Penemuan arkeolog menunjukkan istana raja ada di Desa Bakkara," kata S.P. Napitupulu, Kepala Seksi Bina Program Kanwil Departemen P & K Sum-Ut. Buktinya, bekas benteng yang kini berupa batu bersusun melingkari desa itu sepanjang 6 km. Juga masih ada beberapa bekas fondasi. "Jelas sekali lokasi itu bukan perkampungan orang Batak seperti sekarang," kata Napitupu. Rupanya panitia pemugaran sudahsiap menangkis tuduhan seakan-akan perencanaan pemugaran dilakukan secara serampangan. "Selain penelitian, juga doa," kata Napitupulu. Bahkan suatu seminar kecil di Balige, Juni tahun lalu, menerima kebenaran perpaduan dua unsur itu. "Semua setuju dengan disain itu. Apa boleh buat," tambah Siahaan. Sehingga soalnya barangkali hanya tinggal mengumpulkan tambahan dana.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus