THOMAS Americo ternyata tak begitu beringas di ring. Ia gagal
meraih mahkota tinju dunia versi World Boxing Council (WBC) dari
tangan Saoul Mamby dalam pertandingan di Istora Senayan,
Jakarta, 29 Agustus. "Saya kalah tua," kata Americo seusai
pertarungan Sabtu malam itu. Maksudnya, ia kalah pengalaman.
Tulis baca saja baru satu tahun di pahaminya.
Walau pernah jadi jago tukumalu, adu jotos tradisional, di
Bobonaro, Timor Timur, dia masih hijau di ring tinju
profesional. Sarung tinju baru dikenalnya di Malang, 1976. Dari
17 pertandingan terdahulu Americo baru mencatat 14 kali menang,
2 kali seri, dan 1 kali kalah. Sementara Mamby sudah naik ring
47 kali. Namun "Americo sepertinya punya kelebihan pukulannya
keras," ujar Mamby.
Sebetulnya tim pembina di Sasana Gajayana Malang, telah
mempersiapkan teknik khusus bagi Americo. Dia dibawa berlatih ke
pantai Jalasutra, 75 km di selatan Malang. Ternyata tekniknya
tak muncul waktul di ring. "Soalnya kanvas yang dipergunakan
terlalu empuk, sehingga gerak kaki Americo jadi kaku," kata C.W.
Kailola, pencetus teknik itu. Konon protes telah diajukan
kepada WBC, tapi ditolak.
Bagi WBIS, menurut Sekjen Aroiosto Manrique, kanvas yang
dipakai di Istora Senayan itu sesuai dengan standar umum. "Mamby
toh juga bertanding di ring yang sama," kata Manrique. Ring
pertandingan yang dipersiapkan oleh Komisi Tinju Indonesia (KTI)
itu kabarnya bernilai Rp 7 juta.
Americo sendiri tidak mempersoalkan faktor kanvas itu. "Pokoknya
saya memang paye," katanya. Ungkapan paye (payah) yang khas
Jakarta itu dipungut Americo. Ia juga tak berdalih macam-macam
di depan Walikota Malang Soegijono, pembina Sasana Gajayana.
Selepas pertandingan, Americo cuma berkata dengan
tersendat-sendat "Pak, sayarminta maaf. Saya gagal." Soegijono
memaafkannya.
Thomas Americo, 22 tahun, memang gagal. Tapi dialah petinju
Indonesia pertama yang melawan juara dunia dan mengantungi
bayaran tertinggi bagi pribumi selama ini. Bayaran Rp 30 juta
untuk Americo --menurut promotor Herman Sarens Sudiro--telah
dibayar lunas semuanya. Dia menempati urutan penantang ke-5
dalam daftar WBC.
Pertandingan Americo melawan Mamby diawali dengan upacara
menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Tbe Star Spangled
Banner (AS). Agak seremonial. Berbeda dengan upacara di gedung
Go Skate, Surabaya, ketika Americo meraih gelar kampiun Orient
Pacific Boxing Federation (OPBF). Kali ini petinju asal Timor
Timur tersebut hikmat mendengarkan Indonesia Raya.
Di ronde-ronde awal, saat kendali pertandingan dipegang Americo,
publik tampak histeris. Mereka sering meneriakkan yel-yel:
"Thomas, Thomas."Padahal sehari-hari Americo dipanggil Jimmy.
Dikabarkan yel-yel itu malah membuat konsentrasinya terganggu.
Americo sempat melukai pelipis kanan Mamby di ronde ke-1 dan
mengumpulkan angka sampai ronde ke-3. Setelah itu keadaan
berbalik. Mamby mencocor wajahnya dengan jab dan diselingi
dengan straight kanan yang telak. Pertahanan Americo, terkenal
dengan double cover yang rapat, dibongkar Mamby lewat taktik
yang jitu. Ia tanpa ampun menghajar perut dan pinggang Americo.
Pada waktu Americo mencoba menutupi bagian itu Mamby langsung
mendaratkan pukulan lain di kepala.
Mamby sejak ronde ke sudah sulit untuk diimbangi Americo, yang
tak punya jab dan pukulan one-two yang hidup. Satu-satunya cara
Americo mengumpulkan angka adalah dengan jalan mencuri-curi
dalam mendaratkan pukulan straight yang terkenal keras. Dari
hasil curian itu Americo mengungguli lawan di ronde ke-11.
Tapi sisa ronde sepenuhnya untuk Mamby. Bahkan mungkin ia, kalau
mau, bisa memukul roboh Americo sebelum lonceng ronde terakhir,
ke-15, berdentang. Mamby dalam pertandingan ini menang angka.
Hakim Marcello Bertini (Italia), Rudy Ortega (AS), dan Takeo
Hogu (Jepang) masing-masing memberi angka 147-145 dan 146-141
dan 146146. "Menurut penilaian saya, Mamby menang 70 lawan 30,"
ujar bekas juara tinju nasional (amatir) Syamsul Anwar.
Americo, menurut tokoh tinju AS Robert Goddman, selain kurang
pengalaman, juga tampak bersikap keras kepala. "Americo
seharusnya memanfaatkan waktu istirahatnya untuk memulihkan
tenaganya. Tapi itulah yang tidak dilakukannya," kata Goodman.
Istirahat selama satu menit di setiap ronde banyak berguna bagi
petinju untuk melemaskan otot tubuh--terutama otot kaki. Americo
justru menolak untuk duduk dan diurut di waktu istirahat. Ia
juga menolak minuman. Kebiasaan ini pernah dipakai Americo waktu
memukul KO kampiun OPBF Sang Moo Ko di Surabaya, satu tahun
lalu.
Untuk memulihkan tenaga petinju dibutuhkan cairan elektrolit
yang didapat dari minuman -- misalnya XL. Pelatih Abudori
mengatakan Americo telah disarankannya untuk minum, tapi petinju
asuhannya itu menolak sepanjang 15 ronde itu.
"Semula kami percaya Americo punya kekuatan seperti kuda," kata
Soegijono. Maka pembina Sasana Gajayana ini pun tidak memaksakan
petinju itu untuk duduk beristirahat dan minum.
Don Maieski, agen promotor Don King, menyebut Americo berbakat
jadi petinju. "Jika mau dilatih di Amerika Serikat dalam tempo
dua tahun, ia bisa jadi juara dunia," sambung Maieski. Tapi
"baru sekarang saya melihat ada petinju yang tidak beristirahat
dan minum selama 15 ronde," lanjutnya.
Carl King, putra Don King, yang menjadi manajer Mamby, bahkan
berniat memboyong dan sekaligus melatih Americo di AS. Americo
belum mengomentari tawaran ini. Ia masih terenyuh oleh
kekalahannya.
Kegagalan kali ini tampak berpengaruh besar terhadap Americo. Di
mess perwakilan Kodam VIII/Brawijaya di Jalan Matraman Raya,
Jatinegara, sepulang dari pertandingan, Americo hampir tak mau
berbicara sama sekali, walaupun pada Soegijono maupun Abudori.
Ia bahkan meminta terlipat tidurnya di keluarkan dari kamarnya.
Malam itu ia berbaring di depan pintu tanpa seorang pun yang
berani mengusik. Ada sekitar 15 menit Americo sembari tiduran
itu dikabarkan mengompres kepalanya. Hampir pukul 24.00 ia masuk
lagi ke kamar dan tidur pulas.
Tingkah laku Americo memang sukar ditebak. Ia pernah diperiksa
oleh scorang psikolog menjelang pertandingan melawan Mamby.
Kesimpulan konsultasi itu ialah--seperti diceritakan oleh sebuah
sumber kepada T.M 10 -- jik. Americo kalah (kenyataannya
memang demikian), pikirannya mungkin akan terganggu atau ia
bakal memilih jadi pastor. Kesimpulan itu berdasarkan analisa
sikapnya yang buruk selama enam bulan terakhir. Americo pernah
merasa alergi terhadap wartawan.
"Semula kami sangat khawatir," kata Kailola. Untung sehari
setelah pertandingan sikapnya biasa-biasa saja. Ia masih
bersenda gurau dengan saya dan Abudori seperti biasanya." Bahkan
Kailola merasa gembira justru setelah kekalahan dari Mamby malam
itu Americo menyadari perlunya mendengar pendapat orang lain.
"Ini merupakan perubahan sikap luar biasa dari Americo," lanjut
Kailola.
Americo setibanya di Malang, 30 Agustus malam, tidak lagi
terlihat murung. Setelah duduk sebentar di mess Gajayana, ia
langsung ke rumah sendiri. Tak lama kemudian ia keluar, entah
kemana, dan tak menginap di tempat tinggalnya malam itu. "Ia
tidak bilang apa-apa," kata pembantu Americo -- seorang wanita
separuh baya. Rekannya di Sasana Gajayana juga tak tahu ke mana
Americo "nyepi".
Soegijono konon akan turun tangan langsung membina Americo.
Sasaran pertamanya adalah memperbaiki kondisi fisik dan teknik
bertinju anak asuhannya itu. Gerak kaki Americo, misalnya
dilihat Soegijono masih kurang lincah. Juga teknik melontarkan
pukulannya belum efektif dan efisien. Ia optimistis Americo akan
menuruti nasihatnya. Selama ini jadwal maupun bentuk latihan
yang diberikan tergantung dari kemauan petinju itu sendiri.
Mamby, yang berlutut di ring sebagai tanda syukur atas
kemenangannya, tida.k langsung berpesta ria. Ia cuma memesan es
krim, makanan kegemarannya, dalam porsi yang agak besar. Selama
ini hasrat itu ditahannya untuk menjaga berat badan tetap
stabil. Seusai memakan es krim di Peacock Cafe, Hotel Hilton,
1amby pergi ke kamarnya. "Saya perlu istirahat," katanya.
Tapi tak lupa Mamby meminta sekaleng garam yang dipergunakannya
untuk mengompres lengan kanannya yang bengkak. Tak lama
kemudian, sekitar satu jam, ia muncul di Oriental Disco, di
hotel yang sama. Ia berajojing sepuasnya sampai pukul 3.00. Dan
paginya ia terbang ke Bangkok dan selanjutnya kembali ke AS,
mengantungi US$ 350. 000 -- pendapatan tertingginya selama 12
tahun di ring bayaran.
Americo, kata Mamby, masih perlu belajar banyak. "Saat sekarang
ia baru seorang tukang berkelahi."
Saoul Mamby, 33 tahun, akan mempertahankan gelar juara
berikutnya dengan Obisa Nwankpa dari Nigeria. Ia disebut-sebut
akan minta bayaran US$ 400.000. "Soalnya kesempatan naik ring
bagi Marnby sudah tinggal sedikit," kata Carl King.
Pertandingan Americo melawan Mamby ternyata meminta korban. Ada
yang kalah bertaruh, ada yang meninggal lantaran serangan
jantung. Bintang film Roy Marten malam itu menonton bersama
Farouk Afero, kalah bertaruh US$ 1.000. Lawannya tak disebutkan.
"Roy memilih Americo dikarenakan rasa nasionalnya yang besar,"
cerita Farouk kepada TEMPO. "Padahal ia tahu bahwa Mamby yang
punya pengalaman segudang itu sulit untuk dikalahkan Americo."
Sedang yang meninggal adalah Letkol Slamet Malau dari Lemhanas.
Kekecewaan juga melanda rakyat Bobonaro --tempat Americo
berasal. Ratusan warga Bobonaro turun ke Maliana, sekitar 40 km
dari desa mereka, hanya untuk melihat penampilan pemuda kampung
mereka. Sebab pesawat televisi di sana baru ada di Maliana,
ibukota Kabupaten Bobonaro, dan itu pun jumlahnya cuma 11 buah.
Mereka bersorak-sorak bila pukulan Americo mendarat di wajah
Mamby. "Hidup Thomas," teriak mereka.
Tapi di ronde-ronde akhir warga Bobonaro tampak terdiam di depan
pesawat televisi begitu melihat Americo jadi bulan-bulanan
pukulan Mamby. Ada yang langsung berdoa agar Americo menang.
Di Atambua, juga di Timor Timur dikabarkan ada keluarga yang
menyelenggarakan pesta perkawinan memasang beberapa pesawat
televisi agar para tamu bisa menonton pertandingan Americo
melawan Mamby. Acara dansa pada pesta itu dihentikan begitu
siaran mulai. Mereka kecewa sekali Americo kalah.
Pertarungan Americo melawan Mamby juga memukul tukang catut.
Karcis nn side, yang berharga Rp 50.000, sekitar satu jam
sebelum pertandingan, ditawarkan Rp 10.000 pun tak laku:
Syahril, seorang tukang catut asal Minang, mengaku rugi hampir
Rp - 200. 000. Tapi Istora Senayan tetap dipenuhi oleh sekitar
12.000 penonton.
Promotor tak rugi. Hennan Sarens Soediro semula diperkirakan
akan menombok separuh dari pengeluaran. Ternyata "pemasukan
mencapai break evet pont," kata Hermanj pas-pasan. Ia bertekad
akan menyelenggarakan lagi perandingan perebutan gelar yang
lain di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini