Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Belajar Dari Kekalahan Americo?

Pertandingan antara Thomas Americo melawan Saoul Mamby untuk memperebuntukan mahkota tinju dunia versi WBC, dimenangkan oleh Saoul Mamby. Beberapa komentar tentang kekalahan Thomas Americo. (or)

5 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

THOMAS Americo ternyata tak begitu beringas di ring. Ia gagal meraih mahkota tinju dunia versi World Boxing Council (WBC) dari tangan Saoul Mamby dalam pertandingan di Istora Senayan, Jakarta, 29 Agustus. "Saya kalah tua," kata Americo seusai pertarungan Sabtu malam itu. Maksudnya, ia kalah pengalaman. Tulis baca saja baru satu tahun di pahaminya. Walau pernah jadi jago tukumalu, adu jotos tradisional, di Bobonaro, Timor Timur, dia masih hijau di ring tinju profesional. Sarung tinju baru dikenalnya di Malang, 1976. Dari 17 pertandingan terdahulu Americo baru mencatat 14 kali menang, 2 kali seri, dan 1 kali kalah. Sementara Mamby sudah naik ring 47 kali. Namun "Americo sepertinya punya kelebihan pukulannya keras," ujar Mamby. Sebetulnya tim pembina di Sasana Gajayana Malang, telah mempersiapkan teknik khusus bagi Americo. Dia dibawa berlatih ke pantai Jalasutra, 75 km di selatan Malang. Ternyata tekniknya tak muncul waktul di ring. "Soalnya kanvas yang dipergunakan terlalu empuk, sehingga gerak kaki Americo jadi kaku," kata C.W. Kailola, pencetus teknik itu. Konon protes telah diajukan kepada WBC, tapi ditolak. Bagi WBIS, menurut Sekjen Aroiosto Manrique, kanvas yang dipakai di Istora Senayan itu sesuai dengan standar umum. "Mamby toh juga bertanding di ring yang sama," kata Manrique. Ring pertandingan yang dipersiapkan oleh Komisi Tinju Indonesia (KTI) itu kabarnya bernilai Rp 7 juta. Americo sendiri tidak mempersoalkan faktor kanvas itu. "Pokoknya saya memang paye," katanya. Ungkapan paye (payah) yang khas Jakarta itu dipungut Americo. Ia juga tak berdalih macam-macam di depan Walikota Malang Soegijono, pembina Sasana Gajayana. Selepas pertandingan, Americo cuma berkata dengan tersendat-sendat "Pak, sayarminta maaf. Saya gagal." Soegijono memaafkannya. Thomas Americo, 22 tahun, memang gagal. Tapi dialah petinju Indonesia pertama yang melawan juara dunia dan mengantungi bayaran tertinggi bagi pribumi selama ini. Bayaran Rp 30 juta untuk Americo --menurut promotor Herman Sarens Sudiro--telah dibayar lunas semuanya. Dia menempati urutan penantang ke-5 dalam daftar WBC. Pertandingan Americo melawan Mamby diawali dengan upacara menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya dan Tbe Star Spangled Banner (AS). Agak seremonial. Berbeda dengan upacara di gedung Go Skate, Surabaya, ketika Americo meraih gelar kampiun Orient Pacific Boxing Federation (OPBF). Kali ini petinju asal Timor Timur tersebut hikmat mendengarkan Indonesia Raya. Di ronde-ronde awal, saat kendali pertandingan dipegang Americo, publik tampak histeris. Mereka sering meneriakkan yel-yel: "Thomas, Thomas."Padahal sehari-hari Americo dipanggil Jimmy. Dikabarkan yel-yel itu malah membuat konsentrasinya terganggu. Americo sempat melukai pelipis kanan Mamby di ronde ke-1 dan mengumpulkan angka sampai ronde ke-3. Setelah itu keadaan berbalik. Mamby mencocor wajahnya dengan jab dan diselingi dengan straight kanan yang telak. Pertahanan Americo, terkenal dengan double cover yang rapat, dibongkar Mamby lewat taktik yang jitu. Ia tanpa ampun menghajar perut dan pinggang Americo. Pada waktu Americo mencoba menutupi bagian itu Mamby langsung mendaratkan pukulan lain di kepala. Mamby sejak ronde ke sudah sulit untuk diimbangi Americo, yang tak punya jab dan pukulan one-two yang hidup. Satu-satunya cara Americo mengumpulkan angka adalah dengan jalan mencuri-curi dalam mendaratkan pukulan straight yang terkenal keras. Dari hasil curian itu Americo mengungguli lawan di ronde ke-11. Tapi sisa ronde sepenuhnya untuk Mamby. Bahkan mungkin ia, kalau mau, bisa memukul roboh Americo sebelum lonceng ronde terakhir, ke-15, berdentang. Mamby dalam pertandingan ini menang angka. Hakim Marcello Bertini (Italia), Rudy Ortega (AS), dan Takeo Hogu (Jepang) masing-masing memberi angka 147-145 dan 146-141 dan 146146. "Menurut penilaian saya, Mamby menang 70 lawan 30," ujar bekas juara tinju nasional (amatir) Syamsul Anwar. Americo, menurut tokoh tinju AS Robert Goddman, selain kurang pengalaman, juga tampak bersikap keras kepala. "Americo seharusnya memanfaatkan waktu istirahatnya untuk memulihkan tenaganya. Tapi itulah yang tidak dilakukannya," kata Goodman. Istirahat selama satu menit di setiap ronde banyak berguna bagi petinju untuk melemaskan otot tubuh--terutama otot kaki. Americo justru menolak untuk duduk dan diurut di waktu istirahat. Ia juga menolak minuman. Kebiasaan ini pernah dipakai Americo waktu memukul KO kampiun OPBF Sang Moo Ko di Surabaya, satu tahun lalu. Untuk memulihkan tenaga petinju dibutuhkan cairan elektrolit yang didapat dari minuman -- misalnya XL. Pelatih Abudori mengatakan Americo telah disarankannya untuk minum, tapi petinju asuhannya itu menolak sepanjang 15 ronde itu. "Semula kami percaya Americo punya kekuatan seperti kuda," kata Soegijono. Maka pembina Sasana Gajayana ini pun tidak memaksakan petinju itu untuk duduk beristirahat dan minum. Don Maieski, agen promotor Don King, menyebut Americo berbakat jadi petinju. "Jika mau dilatih di Amerika Serikat dalam tempo dua tahun, ia bisa jadi juara dunia," sambung Maieski. Tapi "baru sekarang saya melihat ada petinju yang tidak beristirahat dan minum selama 15 ronde," lanjutnya. Carl King, putra Don King, yang menjadi manajer Mamby, bahkan berniat memboyong dan sekaligus melatih Americo di AS. Americo belum mengomentari tawaran ini. Ia masih terenyuh oleh kekalahannya. Kegagalan kali ini tampak berpengaruh besar terhadap Americo. Di mess perwakilan Kodam VIII/Brawijaya di Jalan Matraman Raya, Jatinegara, sepulang dari pertandingan, Americo hampir tak mau berbicara sama sekali, walaupun pada Soegijono maupun Abudori. Ia bahkan meminta terlipat tidurnya di keluarkan dari kamarnya. Malam itu ia berbaring di depan pintu tanpa seorang pun yang berani mengusik. Ada sekitar 15 menit Americo sembari tiduran itu dikabarkan mengompres kepalanya. Hampir pukul 24.00 ia masuk lagi ke kamar dan tidur pulas. Tingkah laku Americo memang sukar ditebak. Ia pernah diperiksa oleh scorang psikolog menjelang pertandingan melawan Mamby. Kesimpulan konsultasi itu ialah--seperti diceritakan oleh sebuah sumber kepada T.M 10 -- jik. Americo kalah (kenyataannya memang demikian), pikirannya mungkin akan terganggu atau ia bakal memilih jadi pastor. Kesimpulan itu berdasarkan analisa sikapnya yang buruk selama enam bulan terakhir. Americo pernah merasa alergi terhadap wartawan. "Semula kami sangat khawatir," kata Kailola. Untung sehari setelah pertandingan sikapnya biasa-biasa saja. Ia masih bersenda gurau dengan saya dan Abudori seperti biasanya." Bahkan Kailola merasa gembira justru setelah kekalahan dari Mamby malam itu Americo menyadari perlunya mendengar pendapat orang lain. "Ini merupakan perubahan sikap luar biasa dari Americo," lanjut Kailola. Americo setibanya di Malang, 30 Agustus malam, tidak lagi terlihat murung. Setelah duduk sebentar di mess Gajayana, ia langsung ke rumah sendiri. Tak lama kemudian ia keluar, entah kemana, dan tak menginap di tempat tinggalnya malam itu. "Ia tidak bilang apa-apa," kata pembantu Americo -- seorang wanita separuh baya. Rekannya di Sasana Gajayana juga tak tahu ke mana Americo "nyepi". Soegijono konon akan turun tangan langsung membina Americo. Sasaran pertamanya adalah memperbaiki kondisi fisik dan teknik bertinju anak asuhannya itu. Gerak kaki Americo, misalnya dilihat Soegijono masih kurang lincah. Juga teknik melontarkan pukulannya belum efektif dan efisien. Ia optimistis Americo akan menuruti nasihatnya. Selama ini jadwal maupun bentuk latihan yang diberikan tergantung dari kemauan petinju itu sendiri. Mamby, yang berlutut di ring sebagai tanda syukur atas kemenangannya, tida.k langsung berpesta ria. Ia cuma memesan es krim, makanan kegemarannya, dalam porsi yang agak besar. Selama ini hasrat itu ditahannya untuk menjaga berat badan tetap stabil. Seusai memakan es krim di Peacock Cafe, Hotel Hilton, 1amby pergi ke kamarnya. "Saya perlu istirahat," katanya. Tapi tak lupa Mamby meminta sekaleng garam yang dipergunakannya untuk mengompres lengan kanannya yang bengkak. Tak lama kemudian, sekitar satu jam, ia muncul di Oriental Disco, di hotel yang sama. Ia berajojing sepuasnya sampai pukul 3.00. Dan paginya ia terbang ke Bangkok dan selanjutnya kembali ke AS, mengantungi US$ 350. 000 -- pendapatan tertingginya selama 12 tahun di ring bayaran. Americo, kata Mamby, masih perlu belajar banyak. "Saat sekarang ia baru seorang tukang berkelahi." Saoul Mamby, 33 tahun, akan mempertahankan gelar juara berikutnya dengan Obisa Nwankpa dari Nigeria. Ia disebut-sebut akan minta bayaran US$ 400.000. "Soalnya kesempatan naik ring bagi Marnby sudah tinggal sedikit," kata Carl King. Pertandingan Americo melawan Mamby ternyata meminta korban. Ada yang kalah bertaruh, ada yang meninggal lantaran serangan jantung. Bintang film Roy Marten malam itu menonton bersama Farouk Afero, kalah bertaruh US$ 1.000. Lawannya tak disebutkan. "Roy memilih Americo dikarenakan rasa nasionalnya yang besar," cerita Farouk kepada TEMPO. "Padahal ia tahu bahwa Mamby yang punya pengalaman segudang itu sulit untuk dikalahkan Americo." Sedang yang meninggal adalah Letkol Slamet Malau dari Lemhanas. Kekecewaan juga melanda rakyat Bobonaro --tempat Americo berasal. Ratusan warga Bobonaro turun ke Maliana, sekitar 40 km dari desa mereka, hanya untuk melihat penampilan pemuda kampung mereka. Sebab pesawat televisi di sana baru ada di Maliana, ibukota Kabupaten Bobonaro, dan itu pun jumlahnya cuma 11 buah. Mereka bersorak-sorak bila pukulan Americo mendarat di wajah Mamby. "Hidup Thomas," teriak mereka. Tapi di ronde-ronde akhir warga Bobonaro tampak terdiam di depan pesawat televisi begitu melihat Americo jadi bulan-bulanan pukulan Mamby. Ada yang langsung berdoa agar Americo menang. Di Atambua, juga di Timor Timur dikabarkan ada keluarga yang menyelenggarakan pesta perkawinan memasang beberapa pesawat televisi agar para tamu bisa menonton pertandingan Americo melawan Mamby. Acara dansa pada pesta itu dihentikan begitu siaran mulai. Mereka kecewa sekali Americo kalah. Pertarungan Americo melawan Mamby juga memukul tukang catut. Karcis nn side, yang berharga Rp 50.000, sekitar satu jam sebelum pertandingan, ditawarkan Rp 10.000 pun tak laku: Syahril, seorang tukang catut asal Minang, mengaku rugi hampir Rp - 200. 000. Tapi Istora Senayan tetap dipenuhi oleh sekitar 12.000 penonton. Promotor tak rugi. Hennan Sarens Soediro semula diperkirakan akan menombok separuh dari pengeluaran. Ternyata "pemasukan mencapai break evet pont," kata Hermanj pas-pasan. Ia bertekad akan menyelenggarakan lagi perandingan perebutan gelar yang lain di Indonesia.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus