Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Naik Sepur Bikinan Madiun

Sebuah bengkel tua (PJKA) dijadikan pabrik (PT. Inka) yang akan memproduksi peralatan kereta api, dengan modal 60 milyar, tahap pertama baru berupa gerbong barang dan penumpang. (eb)

5 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KERETA api yang anda naiki sebentar lagi akan "made in Indonesia " Sabtu lalu Menteri Perhubungan Roesmin Noerjadin meresmikan berdirinya PT (Pesero) Inka dengan modal Rp 60 milyar. Pabrik ini akan memproduksi peralatan kereta api, meski tahap pertama baru berupa gerbong barang dan penumpang. Pabrik itu bukan baru. Bangunannya yang terletak di belakang stasiun kereta api Madiun (Jawa Timur) didirikan tahun 1884. Dulunya berfungsi sebagai bengkel lok uap. Tapi lantaran PJKA berangsur-angsur mengganti lok uap dengan diesel, bengkel yang terletak di atas tanah 5 7 .000 m2 itu kian merana. Jumlah karyawan yang semula 2.500 orang tinggal 644 orang. Dalang tumbuh lebat di luar pabrik dan kesunyian menguasai ruangan bagian dalamnya. Masih puluhan lok uap yang nongkrong di bengkel itu tapi tak dikutik-kutik lagi. Dan jadilah Balai Yasa nama bengkel itu -- semacam ruang tunggu bagi lok tua menanti keberangkatannya ke tempat peristirahatan terakhir di Krakatau Steel. Tujuan akhir itu memang sesuai dengan peraturan pemerintah: besi tua milik perusahaan-perusahaan negara harus diserahkan ke pabrik peleburan baja di Cilegon itu. Sementara tidak ada pekerjaan, Balai Yasa mulai dicoba membuat gerbong barang. Ternyata bisa. Bahkan dalam keadaan peralatannya cukup, dia mampu membuat gerbong penumpang. Selama ini kedua jenis gerbong itu dibeli dari Jerman Barat, Yugoslavia, Jepang dan Kor-Sel. Harga gerbong impor itu, sebagaimana biasa, sangat mahal. Satu gerbong penumpang seperti dikatakan Dir-Ut PJKA Ir. Pantiarso mencapai US$ 250.000 atau sekitar Rp 150 juta. "Setelah saya hitung-hitung jumlah itu bisa untuk membiayai pembuatan tiga gerbong di sini," ujar Ir. Sutiyanto, Dir-Ut PT Inka pada TEMPO. Meski PT Inka terpisah dari PJKA tapi hubungannya masih dekat. Selain PJKA punya modal di situ, perusahaan jawatan tersebut menjadi konsumen satu-satunya dari PT Inka. Pantiarso menjelaskan, order yang diberikan pada Inka tahap pertama ini sebanyak 400 gerbong barang dan 44 gerbong penumpang. "Harganya belum ditetapkan," ujar Pantiarso. "Karena belum berpengalaman kami sendiri masih belum punya kalkulasi yang tepat," sambung Sutianto. Gerbong itu sebagian akan digunakan mengangkut kelapa sawit di Sum-Ut, sebagian lagi buat angkutan batu bara di Sum-Bar. Sudah direncanakan pula memproduksi Kereta Rel Di sel (KRD) sebanyak 106 buah. "90% bahan baku bisa diperoleh di dalam negeri," ujar Sutiyantu. Sebagian alat Balai Yasa, seperti mesin las dan ketok masih bisa digunakan. Tapi peralatan baru seharga Rp 18 milyar segera datang dari Jepang. Buruh Gembira Para karyawan umumnya gembira mendengar bengkel itu berubah jadi pabrik. Ada yang mengharapkan perbaikan nasib. Misalnya Kasbun. Ayah dari delapan anak ini sudah 28 tahun bekerja di situ dan sekarang masih golongan I/b dengan gaji kotor Rp 56.000 tiap bulan. Tapi ada juga yang merasa waswas setelah pabrik dipermodern mereka akan tersingkir. Kekhawatiran itu mungkin tak beralasan Karena PT Inka meskipun akan memasukkan tenaga-tenaga ahli baru termasuk tenaga asing, tak ada rencana mengurangi jumlah karyawan yang ada. Bahkan setelah pabrik berjalan penuh dengan produksi 20 KRD dan 150 gerbong penumpang dan 300 gerbong, barang tiap tahun, tenaga. nambahan masih diperlukan. Perubahan bengkel besar jadi industri seperti Inka ini tampaknya sudah jadi kebijaksanaan umum pemerintah. Tahun lalu PAL, dok yang berfungsi mereparasi kapal-kapal Angkaran Laut di Surabaya, juga diubah jadi industri perkapalan dengan Dr. B..J. Habibie, Menteri Negara Ristek sebagai Dir-Ut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus