Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Belajar Mengincar Titik Lemah

Bela diri kendo kian digemari kaum muda di Jakarta dan Bandung. Intinya, memancing lawan menyerang lebih dulu.

20 Desember 2004 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DUA sosok berpakaian biru tua itu berdiri saling berhadapan dengan kaki berjinjit. Kaki kanan di depan, kaki kiri sedikit di belakang. Mereka saling menatap mata lawan yang tersembunyi di balik penutup wajah. Sebatang pedang bambu yang mereka genggam dengan dua tangan diacungkan ke depan, mengarah ke tenggorokan lawan masing-masing. Pertarungan pun dimulai.

Tiba-tiba, sebuah serangan dilancarkan oleh salah satu di antara mereka. Dia mencoba membacok batok kepala lawan diiringi teriakan keras. Akira Iijima, 52 tahun, yang diserang, memiringkan kepala ke kanan, sehingga pedang lawan meluncur tipis di samping kepala kirinya. Dalam sekejap mata, Akira mampu membalas serangan sambil mengeluarkan teriakan yang tak kalah keras. Pedang bambunya berkelebat menyabet ke arah perut. Kena.

Tony Rusman, 29 tahun, yang perutnya terkena sabetan telak, tak menyerah. Ia mencoba menyerang lagi. Kedua tangannya menggenggam pedang bambunya lebih erat. Kembali Tony mencoba membacok batok kepala lawannya. Iijima menangkis dan balas menyerang ke arah lengan kanan Tony. Yang diserang pun menangkis dan membalas. Suara tak-tok-tak-tok beradunya bambu diselingi teriakan-teriakan keras memenuhi ruangan aula Jakarta Japan School, Bintaro, Tangerang, Banten, Ahad dua pekan silam.

Mereka tak sungguh-sungguh bertarung. Tony dan Iijima cuma sedang berlatih kendo, seni bela diri pedang Jepang, di klub kendo mereka, Jakarta Kenyu Kai. Setiap akhir pekan, para murid di klub ini selalu berlatih di sekolah Jepang tersebut. Kadang-kadang, jika diminta mempertunjukkan kebolehan mereka, para pendekar kendo ini memperagakan jurus-jurusnya, seperti terlihat pada Festival Seni Bela Diri Jepang-Indonesia, 5 Desember silam, di Jakarta. Di sana, bersama dengan para pendekar dari cabang bela diri aikido, karate, judo, jiujitsu, kempo, dan pencak silat, para kendoka dari Jakarta Kenyu Kai beraksi, mempertontonkan jurus pedang mereka.

Belakangan, Kendo memang semakin digemari oleh anak-anak muda Indonesia. Di Jakarta saja, paling tidak, ada dua perguruan termasuk Jakarta Kenyu Kai; di Bandung ada sekitar tiga perguruan kendo. "Dalam empat tahun terakhir, semakin banyak anak muda yang belajar bela diri ini," ujar Tony yang sehari-hari bekerja di sebuah perusahaan swasta.

Kendo selalu berarti pedang. Tak ada jurus kosong dalam bela diri ini.

Gerakan kendo didasarkan pada variasi gerakan serangan dan pertahanan yang dikenal dengan nama waza. Teknik yang paling dasar adalah cara berdiri, gerakan kaki, membacok, menikam, gerakan tipuan atau memancing gerakan lawan, dan mengelak serta menangkis.

Seorang kendoka tak dilatih untuk agresif menyerang lawan. "Inti gerakan kendo adalah memancing serangan lawan, bukan menyerang lebih dulu," kata Yuji Hamada, Dan V kendo. Jika lawan menyerang, seorang kendoka dapat melihat titik kosong pada lawannya. "Titik inilah yang diserang."

Ketika mengamati gerakan lawan, dan bersiap balas menyerang, pedang harus digenggam erat dengan kedua tangan, dengan kedua ibu jari berada di atas. "Harus memegang pedang dengan erat. Seperti orang memeras cucian," kata Hamada. Pedang harus teracung dengan sudut sekitar 45 derajat, dengan ujung bilah mengarah ke batang tenggorokan lawan. Ketika menyerang, seorang kendoka harus menyertai serangannya dengan teriakan keras. Dalam kendo, teriakan memang sangat diperlukan. Selain untuk menggertak musuh, juga mendapat nilai dalam pertandingan.

Ada titik lemah yang selalu menjadi sasaran serangan, yakni bagian atas kepala, sisi kiri dan kanan tubuh, bagian lengan bawah, dan tenggorokan. Karena itu, semua bagian ini dilindungi dengan pakaian khusus. Seorang kendoka juga memiliki baju dan celana khusus. Baju kendo yang disebut keiko-gi terbuat dari katun yang berwarna biru tua atau putih. Celana kendoka juga khusus, yang disebut hakama, celana panjang lebar khas Jepang terbuat dari katun, yang menutupi seluruh kaki.

Dalam salah satu adegan film Last Samurai, tokoh Kapten Nathan Algren yang diperankan Tom Cruise sempat mengejek lawannya. Ia mengatakan, hakama yang dipakai si lawan mirip pakaian wanita. Jelas, Algren tak tahu kalau lebar lingkaran kaki celana ini ada gunanya. "Agar musuh tak mengetahui gerakan kaki ketika kita menyerang," kata Hamada. Jika seorang kendoka memiliki gerakan kaki yang cepat dan tak terlihat oleh musuh, maka kemenangan sudah di tangan.

Jurus-jurus kendo memang sama dengan jurus yang dipakai para samurai dengan pedang baja mereka. Semasa kejayaan samurai itulah, ilmu kendo, yang dulu dikenal dengan nama kenjutsu, digunakan untuk bertarung dan membunuh lawan.

Pada masa damai, sekitar abad ke-18, kenjutsu dengan pedang bajanya yang tajam tak diperlukan lagi. "Tapi para samurai tetap ingin melatih ilmu pedang mereka," kata Hamada. Karena itulah, pada sekitar 1710, mereka menciptakan pedang bambu yang disebut shinai. Kenjutsu lalu berubah nama menjadi kendo.

Meski menggunakan pedang bambu, para kendoka tetap menganggap pedang mereka itu seperti pedang baja yang memiliki satu bagian tajam di salah satu sisinya. "Untuk memukul lawan, haruslah dengan bagian pedang yang tajam itu," kata Masao Meguro, 60 tahun, Dan VII kendo. Itu sebabnya, para kendoka memasang tali berwarna biru, yang menandakan bagian punggung pedang. Sisi inilah yang harus selalu menghadap ke wajah pemiliknya. Sisi lainnya, yang dianggap sebagai mata pedang, digunakan untuk menyerang lawan.

Menurut para kendoka, kendo bukan sekadar bela diri. Olahraga ini dapat menyeimbangkan tiga unsur utama dalam tubuh, yakni mental, spiritual, dan fisik. "Jadi, kendo membuat manusia menjadi lebih baik lewat ilmu pedang," kata Meguro.

Tony membenarkan pendapat sensei (guru)-nya. Kendo sangat berpengaruh terhadap kehidupannya sehari-hari. "Saya lebih tenang menghadapi masalah dalam kehidupan pribadi maupun dalam pekerjaan," kata Tony, yang sudah berlatih kendo sejak lima tahun lalu.

Rian Suryalibrata


Dari Pedang Bambu sampai Kote

TAK gampang untuk menjadi seorang kendoka. Selain perlu latihan, mereka mesti menyiapkan perlengkapan seperti shinai (pedang bambu), tare (pelindung pinggang), dan men (penutup muka). Orang yang mau belajar kendo bisa meminjam perlengkapan khusus itu dari perguruannya. Kalau ingin memilikinya, mesti mendatangkan dari Jepang karena peralatan ini belum dijual bebas di Indonesia. Inilah peranti penting buat para kendoka:

  • Kote: Sarung tangan yang berfungsi sebagai pelindung tangan dari ujung jari sampai bagian tangan di bawah siku. Kote terbuat dari kulit yang berisi kain, sehingga dapat meredam pukulan keras yang mengenai tangan.

  • Men: Penutup muka yang mirip helm dengan jeruji besi di bagian depan. Men terbuat dari besi baja antikarat yang kuat dan sekelilingnya dilapisi kulit dan kain. Bagian dalamnya dilapisi kain tebal dan halus sebagai ganjalan. Peranti ini dipasang di kepala dengan diperkuat dua buah tali pengikat.

  • Hachimaki: Kain yang terbuat dari katun dan dipasang di kepala. Berfungsi sebagai penyerap keringat dan sebagai ganjal agar pukulan yang diterima tidak begitu terasa di kepala. Hachimaki biasanya dipakai sebagai kenang-kenangan buat kendoka dari perguruan lain seusai pertandingan.

  • Shinai: Pedang yang terbuat dari empat belahan bambu yang disatukan dengan sebuah ikatan. Tiap bambu memiliki nama yang berbeda. Dua bambu di tengah disebut nakayui, bambu yang berada di atas dinamai sakigawa, dan yang di bawah disebut stuka. Panjang shinai maksimal 118 cm dengan berat 468 gram.

  • Keiko-gi: Baju kendo yang terbuat dari katun berwarna biru tua atau putih.

  • Hakama: Celana panjang khas Jepang, dengan lingkar kaki lebar, yang terbuat dari kain dengan bahan katun.

  • Tare: Pelindung pinggang yang dipasang setelah menggunakan hakama. Tare mempunyai tali yang lebar dan dililitkan pada pinggang dengan simpul akhir di bawah lidahnya yang paling tengah.

Rian Suryalibrata

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus