Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tubuh Mabinti Jaya, 61 tahun, langsung tersungkur. Darah mengucur deras dari kepala, bahu, dan tangannya. Ledakan bom, Minggu dua pekan lalu itu, telah membuat petugas satuan keamanan Gereja Jemaat Imanuel Lolu, Palu, Sulawesi Tengah, itu tak mampu berkutik.
Suasana khidmat yang terjadi di dalam gereja pada pukul 19.00 WITA itu tiba-tiba saja pecah. Para jemaat yang tekun menyimak khotbah Pendeta Erna Lagarince kocar-kacir. Khotbah yang dikumandangkan pendeta tak lagi mereka hiraukan. Ledakan bom berkekuatan rendah itu membuat ritual keagamaan umat nasrani menjadi gaduh.
Cukup? Ternyata tidak. Sekitar 1 kilometer dari lokasi itu, rentetan tembakan membuat jemaat Gereja Anugerah Masomba kocar-kacir. Desingan peluru membuat dua jemaat yang berada paling belakang terkapar. Beberapa selongsong peluru berkaliber 5,56 mm terlihat berceceran.
Polisi kecolongan, jelas. Kepala Polda Sulawesi Tengah, Brigjen Aryanto Sutadi, mengakuinya. Katanya, "Ini adalah kasus kedua setelah peristiwa penembakan Pendeta Susianti Tinulele, Juli lalu."
Aryanto juga tampak geram. Sebab, saat itu tak ada penjagaan sama sekali dari polisi. Beberapa saat kemudian, ia pun mencopot Kepala Kepolisian Resor Kota Palu Ajun Komisaris Besar Noman Siswandi dan Kepala Kepolisian Sektor Kota Palu Selatan, Ajun Komisaris Sumantri Sudirman, dari jabatan masing-masing. Keduanya dinilai lalai dan tidak mematuhi perintah atasan. "Ini perintah langsung dari Kapolri," katanya.
Siapa pelaku sebenarnya? Kepada Tempo, Mabinti yang pensiunan TNI AD itu menuturkan, saat itu ia melihat dua orang mengendarai motor Yamaha FIZ-R baru. Perawakannya tinggi kekar, memakai jaket serta topi. "Yang melempar bom pakai jaket krem. Satunya lagi berjaga-jaga di motor memakai jaket biru tua dengan celana warna gelap," katanya.
Ketika itu, kata dia, kedua pelaku berada di seberang jalan depan Gereja Imanuel itu. Dia sempat melihat pelaku membakar sumbu lalu melemparkannya ke arah gereja. Ketika salah seorang itu ditegur, pelaku malah melepas tembakan yang mengenai kaki kanannya. Tembakan kedua mengenai tangan kirinya. Mereka pun langsung lari.
Keterangan lebih jelas diberikan oleh seorang saksi kepada juru gambar wajah yang dikirim Mabes Polri ke Palu. Menurut salah seorang juru gambar yang tak mau disebut namanya itu, berkat keterangan seorang saksi itu kini polisi sudah bisa mereka-reka pelaku. Sang pembuat sketsa bercerita, sketsa itu dibuat berdasarkan penuturan seorang saksi yang berasal dari kawasan Kawatuna, sebelah barat Bandara Mutiara, Palu, kira-kira 10 kilometer dari Gereja Imanuel. Katanya, saksi itu mengaku pernah ditawari oleh seorang pengendara mobil Kijang GLX biru, beberapa jam sebelum peledakan itu.
Saat itu, menurut juru gambar yang ditemui Tempo di Polda Sulawesi Tengah, Kamis pekan lalu, saksi yang sudah berumur sekitar 60 tahunan itu tidak sengaja menyetop sebuah mobil Kijang yang melintas di daerahnya. Mobil yang berisi tiga orang itu pun berhenti dan mengangkutnya menuju Palu. Dalam perjalanan itu, saksi mengaku ditawari uang Rp 10 juta. "Syaratnya, Bapak mau meledakkan bom ini," kata salah seorang dalam mobil itu. Dengan muka pucat dan badan gemetaran, ia langsung minta turun.
Dari sketsa yang sempat dilihat Tempo, terlihat pelaku itu berambut pelontos, leher besar, muka bulat telur. "Dugaan kuat, pelakunya dari kelompok Pian (Sofyan Jumpai) yang ditangkap di Ampana, Kabupaten Tojo Una-Una," ujar Aryanto. Pian, 28 tahun, pada Agustus lalu ditangkap Polda Sulawesi Tengah karena melakukan penembakan terhadap Jaksa Ferry Silalahi pada akhir Mei lalu. Polda Sulawesi Tengah kala itu mencurigai kelompok ini terkait dengan konflik Poso.
Namun Aryanto belum mau memastikan apakah pelaku adalah orang yang terlibat dalam konflik Poso atau tidak. Ia juga menduga kasus ini merupakan bentuk pengalihan perhatian. Sebab, saat ini Polda Sulawesi Tengah sedang menangani kasus-kasus penyelewengan dana pengungsi Poso senilai Rp 1,6 miliar dari total bantuan Rp 2,1 miliar. Begitu juga Mabes Polri belum menuduh siapa-siapa. Kepala Humas Polri, Irjen (Pol.) Paiman, menuturkan pihaknya belum bisa memastikan siapa dan dari mana asal kelompok pelaku. Jadi? "Ini yang kita bingung," katanya. Yang jelas, menurut Paiman, bom Palu ini bisa jadi berhubungan dengan Natal, sebagai upaya untuk memancing keadaan sekaligus memancing umat Kristen marah.
Para petinggi agama langsung melakukan pertemuan di Jakarta. Isinya, mereka sepakat bom Palu ini bukan masalah agama tapi murni kekerasan. "Ini tindak kekerasan melawan hukum," ujar Syafi'i Ma'arif, Ketua Umum PP Muhammadiyah.
Ujian berat bagi Polri. Kalau pelakunya tak segera ditangkap, hantu bom akan terus gentayangan di Palu.
Fajar W.H., Darlis Muhammad (Palu), Dian Yuliastuti (Semarang)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo