TURNAMEN tinju amatir Piala Presiden XVI sepi penonton. Tapi Tim Keris yang mewakili tuan rumah memboyong empat medali emas lewat tangan Nelson Oil, Nemo Bahari, Aswin Cabui, dan Pino Bahari. Tim ini dinyatakan juara umum, dan Nemo dinobatkan menjadi petinju terbaik. Turnamen yang diikuti 20 tim dari 17 negara dan diselenggarakan di Senayan Jakarta ini, hitung-hitung, sebagai hadiah pengurus baru PB Pertina, yang terbentuk November lalu. "Tinju kita bangkit lagi menjadi satu kekuatan di Asia," kata Ketua Umum PB Pertina, Paul Toding. Dalam turnamen yang berakhir Jumat lalu itu, tim Prancis, Jepang, Thailand, dan Rusia tidak mengirim petinju kacangan. "Arena ini kan ajang uji coba ke Asian Games," kata Toding. Mayor jenderal TNI ini terkesan dengan penampilan kakak-adik Pino dan Nemo Bahari. Nemo, 19 tahun, di final kelas bulu mengalahkan rekannya dari Tim Panah, Victor Ramos. Ia empat kali bertanding dengan lawan yang seimbang, tapi diredamnya. Di atas ring, footwork Nemo lincah, kendati belum punya killing punch alias senjata pamungkas. Indonesia menurunkan tiga tim dengan jumlah 25 atlet, ditangani 12 pelatih. Mereka digodok sejak awal November lalu, di Jakarta, Semarang, dan Denpasar. Hasilnya? "Petinju kita nggak ada yang kedodoran," kata Imron Z.S., Ketua Harian PB Pertina. Tim Panah menduduki urutan tiga besar, di bawah Prancis. Sebelum turnamen ini Nemo berlatih dua jam sehari. Begitu akan bertanding, kemudian ia tingkatkan empat jam sehari, pagi- sore. Push-up dan sit-up 600 kali sehari sudah rutin baginya. Pino malah melakukannya 1.000 kali sehari. Mereka dibimbing pelatih sekaligus ayah, Daniel Bahari. Enak dilatih ayah sendiri? "Kalau salah, ya, dimaki. Dan dikenai hukuman fisik atau melakukan rangkaian pukulan sampai capek," kata Nemo, yang mendapat izin dua bulan dari kampusnya, Universitas Udayana, Bali, untuk mengikuti turnamen ini. Nemo mahasiswa arsitektur semester satu. Ia berlatih tinju sejak kanak-kanak. Obsesinya menjadi petinju besar. Tapi, beberapa tahun lalu ia pernah kecewa. Ia diskors setahun oleh Pertina gara-gara tampil di ring pada saat berumur 15 tahun, dan pernah terlintas tidak mau bertinju lagi. Ia kecewa berat. Soalnya, tinju di Filipina, yang dapat ditontonnya melalui parabola tiap minggu, sudah menampilkan anak usia 15 tahun. Justru dengan itu pengalaman bertanding mereka tambah kaya. "Saya kira kebijaksanaan itu perlu diubah. Untuk yang muda, boleh dibikin kompetisi biar berkembang," katanya. Dengan menggondol emas dan sebagai petinju terbaik, Nemo berharap memperoleh tiket ke Asian Games di Jepang, Oktober nanti. "Saya seperti orang haus bertanding," kata Nemo kepada Joewarno dari TEMPO. Tiga petinju Indonesia yang pasti ke sana adalah Pino, Hendrik Simangunsong, dan Albert Papilaya.Widi Yarmanto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini