Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Chlamydia yang mempersulit diagnosa

Ada sejenis radang paru-paru yang sulit diidentifikasi. mirip infeksi mikroba yang lain, tapi pelacakannya perlu tes darah yang mahal biayanya. dokter harus jeli, pasien sebaiknya waspada.

19 Februari 1994 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PENDATANG baru itu tampak misterius dan agak menakutkan. Namanya memang bagus, Chlamydia pneumoniae, tapi wataknya merepotkan para peneliti. Itulah kuman penyebab penyakit radang paru-paru, yang tidak tergolong jenis bakteri, tapi juga bukan virus. Para ahli mengatakan, kuman itu membawa sebagian sifat bakteri, sebagian lagi sifat virus. Dan bagaikan intel, kuman ini susah dilacak dan diidentifikasi ciri-cirinya. Apalagi kalau si kuman sudah menyelusup ke dalam tubuh manusia, persisnya ke dalam paru- paru. Soalnya, si Chlamydia merusak organ itu, padahal yang selama ini dikenal sebagai perusak paru-paru adalah Streptococcus atau Staphylococcus. Karena tersamar itulah, kekeliruan diagnosa sangat mungkin terjadi. Akibatnya bisa runyam. Mengapa? Karena ciri-ciri infeksi Chlamydia sulit dikenali, hingga obat antibiotik yang diresepkan dokter bisa-bisa tidak mempan. Akibatnya, penderita tidak juga sembuh dan terus diguncang batuk yang berkepanjangan. Kalau sudah begitu, bukan mustahil, muncul penyakit lain, misalnya asma atau penyakit jantung koroner. Masalah ini Selasa pekan lalu dipaparkan dalam seminar bertema "Chlamydia Pneumoniae: New Agent in Respiratory Infection", yang berlangsung di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI), Jakarta. Topik penting itu, melalui satelit, langsung bisa diikuti oleh para dokter di berbagai kota di Indonesia. Dalam seminar itu diundang sebagai pembicara, Peter A. Csango, direktur sebuah klinik mikrobiologi di Norwegia. Dari Indonesia berbicara Mikrobiolog Pratiwi Soedarmono dan Wibowo Suryatenggara, Kepala Sub-Bagian Infeksi RS Persahabatan dan staf pulmonologi FK UI. Pneumonia atau radang paru-paru termasuk penyakit infeksi yang paling sering ditemukan di Indonesia. Setidaknya, data di Poliklinik Anak RS Pirngadi Medan (1982) menunjukkan bahwa 65,6 persen pasien adalah penderita infeksi saluran napas. Bagian Anak FK Universitas Sriwijaya melaporkan, 40,8 persen penderita berobat jalan adalah pasien infeksi saluran napas. Dalam beberapa penelitian Wibowo Suryatenggara, penyebab pneumonia bermacam-macam. Ada yang menyebutkan golongan Bacteroides, Streptococcus, Staphylococcus, atau jenis jamur. "Tapi dari semua laporan yang ada, tidak pernah ada yang menyebutkan infeksi yang disebabkan Chlamydia," kata Wibowo. Padahal, di beberapa negara, jumlah penderita radang paru- paru akibat infeksi pneumonia cukup tinggi. Menurut Peter Csango, prevalensi di Hungaria mencapai 79% orang dewasa, Norwegia 40,9%, Prancis 45%, dan Amerika Serikat 59%. Di Negeri Paman Sam ini dilaporkan, setiap tahun ditemui 300 ribu kasus radang paru yang disebabkan Chlamydia pneumoniae. Bagaimana di Indonesia? "Laporan kasus secara mikrobiologis belum pernah ada di Indonesia," kata Pratiwi Soedarmono. Mengapa? Selain biayanya mahal, tesnya pun sulit dilakukan. Teknik diagnosa untuk Chlamydia trachomatis yang ada ternyata tidak dapat digunakan untuk mendeteksi sang mikroba pendatang baru. Chlamydia trachomatis dan Chlamydia psittaci adalah golongan genus Chlamydia -- oleh para ahli masih dianggap sejenis bakteri -- yang telah lama dikenal. Spesies pertama itu sudah ditandai sebagai penyebab penyakit radang mata dan juga penyakit kelamin LVG -- jumlah penderitanya nomor tiga terbanyak di luar AIDS. Sedangkan Chlamydia psittaci, yang banyak ditemukan pada burung dan binatang menyusui, adalah juga penyebab pneumonia pada manusia. Tapi Chlamydia pneumoniae baru ditemukan pada tahun 1986. Gejala radang paru yang diakibatkan pendatang baru itu acap mirip dengan infeksi mikroba lainnya. "Gejala klinisnya sering tidak begitu jelas," kata Wibowo. Umumnya, tak ada demam namun suara menjadi serak. Ini berbeda dengan gejala radang paru yang penyebabnya bakteri: selalu demam dan suhu badan tinggi. Maka, untuk memastikannya memang cukup rumit dan sulit. Cara yang agak praktis adalah pemeriksaan darah. Tapi cara ini pun, selain belum bisa dilakukan di semua kota, hasilnya baru dapat diketahui dalam waktu tiga minggu. "Kami belum bisa melakukannya di sini," kata Prof. Dr. Hood Alsagaf, Kepala Bagian Paru RSUD Dokter Soetomo, Surabaya. Menurut Hood, biaya pemeriksaan seperti itu bisa mencapai Rp 300 ribu per orang. Tapi Hood, yang hobinya memelihara burung, telah mengantongi pegangan praktis untuk mengidentifikasi infeksi Chlamydia pneumoniae. "Gejalanya berupa batuk, sesak, dan nyeri mendadak dalam waktu 1-2 hari," katanya. Dalam hal infeksi Chlamydia, kemampuan mengidentifikasi sangat penting artinya karena penyakit itu tidak bisa dilawan dengan antibiotik golongan sulfa yang biasa diberikan kepada pasien infeksi saluran napas. Mikroba itu ternyata justru bisa dilawan dengan jenis antibiotik yang kuno dan murah seperti tetrasiklin, eritromisin, atau doksisiklin. Pemberian antibiotik untuk jangka 5-7 hari pun ternyata tidak cukup. Khusus untuk membasmi Chlamydia, pemberian antibiotik itu tak boleh kurang dari 14 hari. Masalahnya, ya, itulah: sang dokter belum tentu bisa dengan segera mengenali infeksi Chlamydia. Maka, tak ada salahnya kalau pasien bersikap waspada menghadapi batuk berkepanjangan yang tak kunjung sembuh.G. Sugrahetty Dyan K., Kelik M. Nugroho, dan Putu Wirata

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum