VASEKTOMI sudah dikenal sejak 25 tahun lalu, tapi program keluarga berencana tetap saja tidak banyak melibatkan kaum pria. Selain kondom yang kurang diminati, vasektomi bahkan biasanya dihindari. Kaum lelaki kabarnya enggan karena vasektomi dilakukan dengan operasi kecil. Tak heran jika jumlah peserta KB pria di Indonesia sedikit, hanya sekitar 5 persen dari 22 juta peserta. Tapi dengan teknik menyuntik -- disebut vasoklusi -- mungkin pria akan lebih terdorong mengikuti program KB. Vasektomi dengan suntik memang cara yang baru ditemukan, berkat bahan kimia medical grade silicone rubber (MSR) yang didatangkan dari Belanda. Bahan itu bisa berfungsi bagaikan bendu-ngan yang menghadang semprotan sel sperma. "Tingkat keberhasilannya mencapai 98,27 persen," kata Dokter Doddy M. Soebandi, ahli urologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya. Hal itu terungkap dalam pre-sentasi tesis oleh Dokter Doddy M. Soebandi -- untuk meraih gelar doktor -- di depan sidang guru besar Universitas Airlangga, Kamis dua pekan lalu. Untuk prestasi ilmiahnya, Dokter Doddy dinyatakan lulus dengan predikat cum laude. Hasil penelitian Doddy tentang MSR ini tentulah akan banyak menarik perhatian orang. MSR, yang hampir tak dikenal itu, ternyata adalah bahan kimia seperti karet sintetis, steril dan secara medis dapat dipakai di dalam organ manusia. Sejak tahun 1978 bahan ini juga dipakai sebagai alat kontrasepsi pada wanita. Menurut Dokter Doddy, metode vasoklusi dengan bahan MSR selama ini belum pernah diteliti secara ilmiah untuk dapat diaplikasikan secara klinis. "Vasoklusi dengan MSR belum dipakai di negara mana pun, apalagi di Indonesia," kata dokter yang memperdalam urologi di Belanda ini. Sementara itu, vasoklusi sebagai metode untuk pertama kali dikembangkan pada tahun 1971 oleh Dokter Li Shunqiang dari RRC. Yang dipakainya bukan MSR, tapi carbolic acid n-butyl cyano- acrylate mixture (CABCM), (TEMPO, 9 Mei 1992). Tingkat keberhasilannya sama dengan MSR, tapi ada perbedaan yang mencolok. Pemakaian CABCM, menurut Doddy, bisa menimbulkan jaringan parut karena bersifat merekatkan. Akibatnya, tingkat reversibilitasnya (untuk dikembalikan seperti semula) tidak sebaik pemakaian MSR. Sebaliknya, MSR mirip jaringan lunak sehingga tidak menimbulkan rasa sakit. Untuk membuktikan keampuhan MSR, Doddy melakukan penelitian selama satu tahun tiga bulan di daerah Pasuruan, Jawa Timur. Dokter kelahiran Denpasar ini mengambil 58 sampel untuk kelompok MSR dan 64 sampel untuk kelompok vasektomi dengan pembedahan. Mereka berusia 25 hingga 45 tahun dan tidak impoten. Hasilnya, suntikan MSR sebagai metode kontrasepsi terbukti efektif. Sebanyak 98,27 persen pria yang disuntik terbukti tidak menyebabkan kehamilan pada istrinya. Kuncinya ada pada satu hal: berkat MSR, air mani yang keluar tidak lagi mengandung sel sperma (azoosperma). Dengan kata lain, kehamilan secara tak langsung sudah dicegah. Bahkan tingkat keberhasilannya setara dengan vasektomi biasa. Ini berarti, vasoklusi dapat menjadi alternatif lain bagi pria yang ingin ber-KB tapi enggan berurusan dengan pisau bedah. Dengan vasoklusi tubuh lebih cepat pulih, sementara MSR tidak bersifat racun hingga tidak menimbulkan kanker. Bahan ini juga dikenal sebagai biocompatibility, yaitu tidak bereaksi secara fisik atau kimia dengan organ tubuh. Dokter Doddy telah menemukan dosis MSR yang tepat untuk orang Indonesia, yaitu 0,1351 ml. "Kalau kurang, sperma masih bisa merembes. Kalau kelebihan, jelas akan memberikan rasa kurang nyaman," katanya. Bahan cair yang dimasukkan ke saluran mani itu dalam waktu 10-15 menit akan membeku dalam bentuk silinder sepanjang 15 mm. "Ini tidak akan menimbulkan rasa sakit," katanya. Tapi, tiga bulan setelah disuntik dengan MSR ternyata belum cukup aman untuk melakukan hubungan intim. Kenapa? Diduga masih ada sperma yang tersisa di ujung saluran. Vasoklusi baru kira- kira aman sesudah empat bulan atau setelah mengalami 12-20 kali ejakulasi. Berapa lama MSR bertahan di dalam saluran sperma dan efektif sebagai kontrasepsi? "Secara teoretis, sekali suntik untuk selamanya. Dan kalau ingin dipulihkan, bisa kapan saja," ujar Doddy. Berarti, jika ingin punya anak lagi, tak ada masalah. Sumbat- an MSR bisa dihilangkan dengan sayatan sepanjang 1-5 cm di saluran sperma. Bahan MSR yang sudah membeku di situ lalu dipencet ke luar. MSR, dengan berbagai kelebihan itu, ternyata mempunyai sedikit efek samping. Menurut seorang peserta, selama satu minggu setelah disuntik, dia merasa sakit. "Seperti ada sesuatu yang mengganjal, terutama kalau lagi kerja," kata lelaki berusia 32 tahun yang enggan disebut namanya ini. Namun, seminggu kemudian rasa sakit itu hilang. "Dan saya tidak merasa terganggu dalam berhubungan dengan istri," katanya. Mengomentari temuan koleganya dari Universitas Airlangga, Dokter Nukman M. Moeloek berkesimpulan, teknik tersebut relatif aman. "Nafsu seks tetap, karena tanpa menggunakan hormon," kata ahli andrologi dari FK-UI Jakarta ini. Temuan Dokter Doddy tampaknya dapat dijadikan alternatif lain bagi program KB pasangan usia subur. Namun, untuk memasyarakatkan metode ini, tampaknya masih perlu waktu - setidaknya harus mendapat pengakuan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Untuk itu, metode MSR harus lebih dahulu diuji pada 3.000 orang.Gatot Triyanto dan Kelik M. Nugroho
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini