TIM Ajax dari Amsterdam memang tak mengalahkan PSSI Utama.
Pertandingan itu berakhir 0-0. Tapi anggota Presidium PSSI
mencak-mencak pekan lalu karenanya. Syarnubi Said mensinyalir
adanya ketidakberesan. Dari taksiran 70.000 penonton di
Stadion Utama Senayan, menurut dia, hanya 41.000 yang membeli
karcis. Walaupun dikurangi 10.000 pemegang undangan gratis PSSI,
masih banyak orang yang masuk secara tak wajar waktu Ajax
bertanding. "Ini suatu bukti lagi kebobrokan di PSSI," ujar
Syarnubi.
Pertandingan Ajax melawan PSSI Utama memasukkan uang sekitar Rp
48 juta. Setelah dipotong bayaran untuk tim tamu (Rp 23 juta),
sponsor, sewa radion, dan pajak tontonan, sisa buat PSSI
hanya Rp 3,5 juta. "Tak terbayangkan bahwa hasil pertandingan
cuma segitu," kata Bendahara PSSI Sumahar Paisan. Harga karcis
waktu itu bergerak dari Rp 500 (kelas III) sampai Rp 10.000 (VIP
Barat).
Dan ternyata PSSI mendatangkan Ajax lewat calo dari Hongkong.
Menurut Sumahar, soal ini pernah ditanyakan dalam suatu rapat
pimpinan PSSI, tapi "tidak mendapat tanggapan pengurus lain."
Yang menandatangani kontrak pertandingan dengan Ajax adalah
Sekretaris Umum PSSI Hans Pandelaki.
Sumahar mengatakan Pandelaki tak mengajaknya berkonsultasi
terlebih dahulu. "PSSI memang tidak punya uang. Tapi masak ia
tidak tahu bahwa pertandingan ini akan menguntungkan kalau
diurus sendiri," kta Sumahar.
Bagaimana sekiranya merugi? Pandelaki melihat kemungkinan
ini. Tapi dalam kontrak dimasukkannya klausul bila terjadi
kerugian, PSSI tidak akan menanggung apa-apa.
Ketidakberesan PSSI ini mendapat tanggapan anggota DPR dari
Fraksi Persatuan Pembangunan, Ruslan Kasmiri. "Hendaknya
Syarnubi tunjuk hidung saja terhadap oknum yang membuat borok,"
katanya. Tapi Syarnubi belum mau menuduh secara terluka.
Tampaknya ini suatu "pemanasan" saja menjelang Kongres PSSI,
Agustus nanti. Bahwa soal keuangan PSSI tak beres, itu sudah
jadi bahan pergunjingan umum.
Ketua Komda PSSI Jakarta, Erwin Baruddin menganggap wajar jika
Syarnubi mencak-mencak melihat kebobolan kali ini. "Apalagi dia
(Syarnubi) telah banyak berkorban untuk mengembalikan citra
sepakbola Indonesia," kata Erwin.
Juga Dr. T.D. Pardede, boss Klub (Galatama) Pardedetex, Medan,
memberikan reaksinya. "Pertandingan besar itu hanya menghasilkan
uang Rp 3,5 juta?" tanya Pardede. "Omong kosong." Pertandingan
Pardedetex melawan Jaka Utama (di Medan saja bisa menghasilkan
laba Rp 3 juta, katanya.
Kebobrokan umum di PSSI, menurut Pardede, akibat buruknya
manajemen. Ia menyarankan sistem manajemen yang pernah
diterapkan PSSI di zaman kepengurusan Bardosono (1974-1977).
"Waktu itu pengurus mampu mengumpulkan dana dari hasil
pertandingan. Bukan dari kantung pribadi," katanya. Dalam
kepengurusan sekarang Syarnubi konon mengeluarkan uang pribadi
sekitar Rp 200 juta.
Kapten PSSI Utama Ronny Pattinasarany yang mendampingi Syarnubi
dalam pertemuan pers di pelatnas Cipaku mcngatakan oknum
pengurus menjadikan pemain sebagai sapi perahan. "Pengurus
seharusnya berkorban. Tapi ini terbalik. Justru mereka yang
menikmati hasil jerih payah kami," kata Ronny. Seperti Syarnubi,
sang kapten pun menolak menyebut nama. Belakangan ini, kecuali
waktu pertandingan PSSI Utama melawan Mitsubishi, bagi hasil
12,5% untuk pemain tidak lagi diberikan, kata Ronny lagi.
"Saya tahu persis bagi hasil itu selalu diberikan," kata
Sumahar. "Hanya belakangan ini memang agak lambat. Karena pernah
terjadi kelebihan membayar."
Tapi kenapa sekian banyak penonton tanpa karcis waktu Ajax
melawan PSSI Utama? Jawaban manajer Stadion Utama Senayan,
Orlando Hutasuhut "Pola permainannya sama seperti dulu-dulu
juga. Yaitu selembar karcis bisa digunakan (dijual)
berulangkali dengan sistem menyobek sedikit saja."
Tidak diketahui ada karcis palsu. Besarnya perbedaan antara
penonton dan karcis yang terjual, menurut Hutasuhut, mungkin
karena permainan petugas di pintu masuk.
Hutasuhut merencanakan pintu putar, jumlahnya sekitar 14 di
sekeliling stadion. "Nanti hanya pemegang karcis sah saja yang
dapat masuk ke stadion," katanya. Biaya pembuatan pintu putar
dan tempat penjualan tiket itu ditaksirnya sekitar Rp 200 juta.
Ia tidak pasti pembangunan proyek ini bisa dimulai, jika tanpa
bantuan PSSI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini