Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Bobroknya PSSI

Pemasukan uang hasil pertandingan sepak bola tim ajax dari amsterdam lawan pssi. syarnubi mensinyalir adanya ketidakberesan antara jumlah penonton dengan karcis yang terjual. (or)

7 Maret 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TIM Ajax dari Amsterdam memang tak mengalahkan PSSI Utama. Pertandingan itu berakhir 0-0. Tapi anggota Presidium PSSI mencak-mencak pekan lalu karenanya. Syarnubi Said mensinyalir adanya ketidakberesan. Dari taksiran 70.000 penonton di Stadion Utama Senayan, menurut dia, hanya 41.000 yang membeli karcis. Walaupun dikurangi 10.000 pemegang undangan gratis PSSI, masih banyak orang yang masuk secara tak wajar waktu Ajax bertanding. "Ini suatu bukti lagi kebobrokan di PSSI," ujar Syarnubi. Pertandingan Ajax melawan PSSI Utama memasukkan uang sekitar Rp 48 juta. Setelah dipotong bayaran untuk tim tamu (Rp 23 juta), sponsor, sewa radion, dan pajak tontonan, sisa buat PSSI hanya Rp 3,5 juta. "Tak terbayangkan bahwa hasil pertandingan cuma segitu," kata Bendahara PSSI Sumahar Paisan. Harga karcis waktu itu bergerak dari Rp 500 (kelas III) sampai Rp 10.000 (VIP Barat). Dan ternyata PSSI mendatangkan Ajax lewat calo dari Hongkong. Menurut Sumahar, soal ini pernah ditanyakan dalam suatu rapat pimpinan PSSI, tapi "tidak mendapat tanggapan pengurus lain." Yang menandatangani kontrak pertandingan dengan Ajax adalah Sekretaris Umum PSSI Hans Pandelaki. Sumahar mengatakan Pandelaki tak mengajaknya berkonsultasi terlebih dahulu. "PSSI memang tidak punya uang. Tapi masak ia tidak tahu bahwa pertandingan ini akan menguntungkan kalau diurus sendiri," kta Sumahar. Bagaimana sekiranya merugi? Pandelaki melihat kemungkinan ini. Tapi dalam kontrak dimasukkannya klausul bila terjadi kerugian, PSSI tidak akan menanggung apa-apa. Ketidakberesan PSSI ini mendapat tanggapan anggota DPR dari Fraksi Persatuan Pembangunan, Ruslan Kasmiri. "Hendaknya Syarnubi tunjuk hidung saja terhadap oknum yang membuat borok," katanya. Tapi Syarnubi belum mau menuduh secara terluka. Tampaknya ini suatu "pemanasan" saja menjelang Kongres PSSI, Agustus nanti. Bahwa soal keuangan PSSI tak beres, itu sudah jadi bahan pergunjingan umum. Ketua Komda PSSI Jakarta, Erwin Baruddin menganggap wajar jika Syarnubi mencak-mencak melihat kebobolan kali ini. "Apalagi dia (Syarnubi) telah banyak berkorban untuk mengembalikan citra sepakbola Indonesia," kata Erwin. Juga Dr. T.D. Pardede, boss Klub (Galatama) Pardedetex, Medan, memberikan reaksinya. "Pertandingan besar itu hanya menghasilkan uang Rp 3,5 juta?" tanya Pardede. "Omong kosong." Pertandingan Pardedetex melawan Jaka Utama (di Medan saja bisa menghasilkan laba Rp 3 juta, katanya. Kebobrokan umum di PSSI, menurut Pardede, akibat buruknya manajemen. Ia menyarankan sistem manajemen yang pernah diterapkan PSSI di zaman kepengurusan Bardosono (1974-1977). "Waktu itu pengurus mampu mengumpulkan dana dari hasil pertandingan. Bukan dari kantung pribadi," katanya. Dalam kepengurusan sekarang Syarnubi konon mengeluarkan uang pribadi sekitar Rp 200 juta. Kapten PSSI Utama Ronny Pattinasarany yang mendampingi Syarnubi dalam pertemuan pers di pelatnas Cipaku mcngatakan oknum pengurus menjadikan pemain sebagai sapi perahan. "Pengurus seharusnya berkorban. Tapi ini terbalik. Justru mereka yang menikmati hasil jerih payah kami," kata Ronny. Seperti Syarnubi, sang kapten pun menolak menyebut nama. Belakangan ini, kecuali waktu pertandingan PSSI Utama melawan Mitsubishi, bagi hasil 12,5% untuk pemain tidak lagi diberikan, kata Ronny lagi. "Saya tahu persis bagi hasil itu selalu diberikan," kata Sumahar. "Hanya belakangan ini memang agak lambat. Karena pernah terjadi kelebihan membayar." Tapi kenapa sekian banyak penonton tanpa karcis waktu Ajax melawan PSSI Utama? Jawaban manajer Stadion Utama Senayan, Orlando Hutasuhut "Pola permainannya sama seperti dulu-dulu juga. Yaitu selembar karcis bisa digunakan (dijual) berulangkali dengan sistem menyobek sedikit saja." Tidak diketahui ada karcis palsu. Besarnya perbedaan antara penonton dan karcis yang terjual, menurut Hutasuhut, mungkin karena permainan petugas di pintu masuk. Hutasuhut merencanakan pintu putar, jumlahnya sekitar 14 di sekeliling stadion. "Nanti hanya pemegang karcis sah saja yang dapat masuk ke stadion," katanya. Biaya pembuatan pintu putar dan tempat penjualan tiket itu ditaksirnya sekitar Rp 200 juta. Ia tidak pasti pembangunan proyek ini bisa dimulai, jika tanpa bantuan PSSI.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus