Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Bonus bob masih utuh

Bali 10-k ketiga, lomba lari untuk promosi pariwisata, gagal menumbangkan rekor dunia. elizabeth lynch-mccolgan dari skotlandia & arturo barrios dari meksiko juara. pelari indonesia tetap tak berkutik.

11 Februari 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TAK ada rekor dunia yang tumbang. Namun, Bali 10-K, yang Ahad lalu merupakan pesta lari 10 km yang ketiga di kawasan wisata Nusa Dua Bali, tetap marak. Elizabeth Lynch-McColgan, 24 tahun, pemegang rekor dunia lari 10 km dan juara Bali 10-K yang pertama, tampil kembali sebagai pemenang. Kali ini dengan pakaian bikini. Cewek asal Skotlandia itu sejak di garis start sudah melejit. Dengan celana short ketat warna biru dan kaus pembungkus dada warna putih, ia menarik perhatian ribuan penonton. Ia dielukan bukan semata karena ia juara, tapi juga karena penampilannya. Tahun lalu Liz keluar sebagai juara II setelah dipecundangi Nancy Tinari (Kanada), yang kali ini absen karena diserang diare. Catatan waktu Liz: 31 menit dan 30 detik. Rekor dunia 10 kilometer atas namanya sendiri 30 menit dan 59 detik, diciptakan di Orlando, AS, 1987. Itu berarti ia gagal memperoleh bonus USS 500.000 yang disediakan panitia. Ia hanya mengantungi US$ 25.000 sebagai juara I. Saingan Liz, pelari Selandia Baru Anne Hannam 32 menit 1 detik lebih lambat di garis finis. Liz berambisi menjadi juara. Ia tiba di Denpasar 10 hari sebelum perlombaan. Tujuannya untuk menyesuaikan dengan cuaca Bali, yang gerah menurut ukuran Liz yang tinggal di London. Pada Bali 10-K tahun lalu, Liz kejang di garis finis. Ia mengalami dehidrasi -- kehabisan cairan tubuh -- karena tak tahan cuaca Bali. Cewek kerempeng itu memiliki tubuh yang ideal untuk menjadi pelari jarak jauh. Dengan tinggi 167 cm dan berat 40 kg, badannya enteng mengayun langkah. Ia disiplin berlatih. Setiap hari 4 jam berlari-lari, di atas track atau di jalan raya. Kebiasaan lainnya, ia selalu tidur paling lambat pukul 9.30 malam, dan paginya menenggak segelas susu sapi. Beda dengan Li, Arturo Barrios dari Meksiko tiba di Bali hanya 12 jam sebelum pistol start dipicu Ketua Umum KONI Pusat, Surono, pukul 07.00 WITA. Dialah pelari paling akhir yang tiba di Bali. Tetapi dialah pelari pertama yang tiba di garis finis dan sekaligus juara pertama golongan pria. Catatan waktunya persis 28 menit. "Saya sudah merasa yakin bakal menang di km 4," kata Barrios, runner-up Bali 10-K 1987, kepada Bambang Aji dari TEMPO. Kiat Barrios menjadi juara adalah persiapan yang sungguh-sungguh. Selama dua bulan ia mempersiapkan diri di tempat high altude -- dataran tinggi yang mirip beriklim tropis. Bahkan 3 minggu terakhir dia masih berlatih intensif di Sydney. Setiap hari ia berlatih minimal 4 jam. Sebagai pemenang ia berhak atas hadiah US$ 30.000. Sayang, ia juga gagal meraih bonus US$ 500.000 jika berhasil memecahkan rekor 10 kilometer yang masih dipegang oleh Marc Nenow dengan catatan waktu 27 menit dan 22 detik, yang diukirnya di New Orleans, AS, 1986. "Hadiah itu nanti masih harus dipotong 30 persen untuk pajak di Amerika," kata Barrios, yang kini menetap di Colorado, AS. Dua pelari Etiopia, Demisse dan Kibret berhasil keluar sebagai juara II dan III. Sedangkan Nenow tercecer di urutan XII. Juara tahun lalu, John Ngugi (Kenya), pemegang medali emas nomor 5.000 m Olimpiade Seoul, dan rekan senegaranya, Paul Kipkoech, ternyata batal ke Bali. Kabarnya, mereka sibuk mengikuti lomba di negerinya sendiri. Brahim Boutayeb (Maroko), pemegang medali emas nomor 10.000 m Olimpiade Seoul, sudah tiba di Denpasar. Tapi dia terserang flu dan menolak ikut lomba. "Apa mau dikata. Sebetulnya saya ingin sekali menang dan sekaligus memecahkan rekor dunia. Tapi kondisi saya memang tak memungkinkan," kata Brahim kepada TEMPO. Akan halnya pelari tuan rumah, seperti diduga, tetap tak berkutik. Eduardus Nabunome hanya mampu menjadi orang ke-10 yang sampai di finis. Ia memang mengulang prestasinya masuk 10 besar, seperti halnya tahun lalu. Namun, dari segi waktu, prestasi Edu merosot. Tahun lalu ia mencatat waktu 29 menit dan 25 detik. Kini lebih lambat 1 menit dan 36 detik. Toh ia masih bangga. "Saya puas bisa bertahan dalam 10 besar" katanya. Di kelompok putri, Suryati, yang pernah menjuarai Hong Kong 10-K, Desember lalu, tampil mengecewakan. Ia terseok di urutan ke-12. Tapi itu prestasi paling bagus di antara pelari tuan rumah lainnya. Padahal, menurut John Anderson, pelatih Liz, Indonesia sebenarnya beruntung karena memiliki kawasan yang berbukit-bukit. "Itu menyebabkan jantung dan paru-paru mereka kuat dan besar-besar," katanya. Kemudian, kondisi di negeri ini masih memaksa orang untuk berjalan kaki. "Belum terlalu banyak tersentuh fasilitas modern seperti mobil. Makanan mereka masih alamiah dan hampir tak menggunakan bahan pengawet pada makanan kaleng. Mereka juga tak terlalu banyak makan daging berlemak," kata Anderson. Setelah mengkaji prestasi Edu dan Suryati, Anderson melihat penyebabnya. "Mereka kurang ditangani pelatih yang profesional. Akibatnya, jadwal latihan dan pertandingan mereka tak tersusun dengan baik." katanya. Bali 10-K ini dimaksudkan sebagai media promosi untuk menggalakkan pariwisata ke Indonesia, khususnya Bali. Wisatawan yang meningkat mendatangkan devisa, walau kini -- dengan prestasi pelari kita yang jauh tertinggal -- justru devisa kita sekitar US$ 145.000 yang dijadikan hadiah melayang ke negeri orang. Namun, Bob Hasan, Ketua Umum PB PASI yang memprakarsai lomba ini, tak berkecil hati. Ia malah berniat akan memindahkan lokasi balapan itu ke Borobudur atau Yogyakarta. "Tanggal hampir dipastikan 11 Februari 1990," kata Bob. Hanya tempat belum ia putuskan. Lalu nasib Bali 10-K? "Penyelenggaraannya jalan terus dan pelaksanaannya kami serahkan pada pihak Pemda Bali," kata Bob. Namun, Pemda Bali sudah angkat tangan melihat rencana itu. "Terus terang kami belum siap," kata Gubernur Bali Ida Bagus Oka. "Kalau tanpa Bob, bagaimana kami bisa menghubungi pelari-pelari dunia?"Ahmed K Soerawidjaja, Joko Daryanto (Denpasar)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum