JERMAN BARAT memang terlalu kuat bagi tim Piala Davis Indonesia. Permainan menyerang "servis dan voli" dari Tintus Arianto Wibowo dkk. tak mampu mencuri satu set pun dari Boris Becker dkk. Namun, di hadapan sekitar 3.000 penonton yang hadir di stadion tertutup Europa Halle, pada partai kelima yang sudah tidak menentukan lagi, Tintus sempat membuat Becker sering mati langkah dengan cegatan-cegatannya di depan jaring. Bahkan Becker harus mengerahkan kebolehannya untuk menerobos pertahanan "arek Suroboyo" ini, sebelum unggul 6-2 dan 7-5. Kemenangan Becker itu membuat regunya unggul telak 5-0 dalam pertandingan babak pertama 16 besar grup dunia Piala Davis, yang berakhir Ahad lalu di Karlsruhe, Jerman Barat. Jeman Barat -- pemenang Piala Davis 1988 -- tak mau mengambil risiko di babak pertama ini. Itu dilihat dari susunan pemain yang diturunkan, seperti Boris Becker, peringkat ke-3 dunia, Carl Uwe Steeb, pahlawan tim Jer-Bar dalam merebut Piala Davis dari tim Swedia akhir tahun lalu, dan Eric Jelen yang bersama Becker merupakan pasangan tangguh dunia. Di hari pertama, Jerman langsung memimpin dengan 2-0 hanya dalam waktu 2 jam 44 menit. Tunggal pertama tim Indonesia, Abdul Kahar M.I.M., peringkat ke-860 dunia, dikalahkan dengan mudah oleh Becker: 0-6, 1-6, dan 1-6. "Wah, main dengan Becker kaget-kagetan terus, habis servisnya keras banget," ujar Kahar, yang dihubungi TEMPO lewat telepon internasional. Sedangkan Karl Uwe Steeb memerlukan waktu 1 jam 28 menit untuk menundukkan Tintus dengan 6-1, 6-2, dan 6-3. Lalu, pasangan Becker/Eric Jelen menggilas pasangan kuat Indonesia Suharyadi/Donald Wailan: 6-2, 6-4, dan 6-1 dalam tempo 1 jam 30 menit. Kekalahan Indonesia sudah diduga sebelumnya, begitu hasil undian Federasi Tenis Internasional (ITF) diketahui bahwa lawannya adalah Jerman Barat. Target pun beralih, yakni mencari pengalaman bertanding dengan pemain tingkat dunia. "Kapan lagi bisa berhadapan dengan mereka," ujar Moerdiono, Ketua Umum PB Pelti, sewaktu melepas pemain menuju ke Jerman Barat. Bahkan sehari sebelum pertandingan, Moerdiono menyempatkan menelepon para pemain. "Bermainlah dengan penuh semangat, hasil akhir tidak penting, toh kelasnya sudah ketahuan. Yang penting bisa mengambil pengalaman dari mereka," kata Moerdiono, seperti yang ditirukan kembali oleh Kahar kepada TEMPO. Tak cuma tim Indonesia yang kalah. Saat yang bersamaan, tim Australia, juara Piala Davis 1986, yang kini diperkuat oleh juara Wimbledon 1987, Pat Cash, juga keok. Cash ternyata tidak bisa berbuat banyak untuk membela negaranya, dan mereka harus mengakui kehebatan pemain tuan rumah tim Austria di Wina, juga tanpa balas, 5-0. Ini berarti kekalahan kedua bagi tim Negara Kanguru dari negara yang tidak diunggulkan. Tahun lalu, di semifinal mereka ditundukkan oleh India 3-2 di hadapan publiknya sendiri. Bagi Indonesia, perjuangan belum berakhir. Pada 21-23 Juli nanti, bersama 7 negara yang kalah (Australia, Italia, Paraguay, Israel, Meksiko, Uni Soviet, dan Denmark) Tintus dkk. akan menghadapi babak kualifikasi kembali bersama 8 negara dari juara grup tiap-tiap zone. Di sanalah kemampuan pemain Indonesia diuji. Apakah mampu bertahan di grup dunia atau kembali ke zone Asia Timur, untuk merangkak dari bawah kembali.Rudy Novrianto
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini