OLAH raga Indonesia rupanya memang sulit menghindarkan diri dari ketergantungan pada pemerintah. Gejala kurang sedap ini -- yang biasanya tampak dalam kegiatan olah raga amatir -- Jumat pekan lalu terlihat menjalar pula ke gelanggang olah raga bayaran. Yakni, ketika Menpora Abdul Gafur harus turun tangan untuk menyelesaikan kemelut di antara personil yang ingin melaksanakan pertarungan ulang Ellyas Pical lawan Polanco. Tak tanggung-tanggung, Menpora malah sampai harus mengeluarkan sebuah surat keputusan, untuk mengesahkan sebuah panitia yang akan mengurus rencana pertarungan ulang yang disebut-sebut akan dilaksanakan 15 Mei mendatang di Jakarta itu. Bernomor 0013, isi SK tertanggal 21 Maret itu menetapkan Anton Sihotang, bekas manajer sasana Garuda Jaya, sebagai promotor, Dali Sofari, bekas investor pertandingan Pical vs Ju Do Chun, sebagai manajer baru Ellyas Pical dan Khairus Sahel sebagai pelatih-baru Pical menggantikan Simson Tambunan. Surat keputusan itu sama sekali tak menyebut Boy Bolang yang sebelumnya diminta Pical sebagai promotornya. Dalam sejarah tinju pro, barangkali kejadian ini merupakan yang pertama sebuah susunan panitia pertandingan tinju bayaran ditentukan pemerintah. Ini terjadi justru ketika semua peraturan organisasi tinju pro (ada KTI -- Komisi Tinju Indonesia -- dan Bapopi -- Badan Pengembangan Olah Raga Profesional Indonesia) sudah rapi diatur. Mengapa Menpora harus bertindak begitu jauh? "Saya terpaksa turun tangan, karena ribut-ribut seperti tak selesai-sdesai," kau Gafur. Dia terus terang mengaku sempat kesal juga mengikuti semua kericuhan yang sudah berlangsung sekitar dua bulan itu. Dia membantah ini bakal jadi preseden nantinya: asal ada ribut-ribut di tinju pro baru bisa selesai kalau Menpora turut campur. Namun, dengan wajah terlihat letih, tak urung ia mengaku, setelah mengeluarkan SK, mempercayakan semua kelanjutan pertandingan ulang ini kepada KTI. "Untuk sementara, saya out dulu dari udara," katanya agak bergurau. Bagi KTI sendiri tak ada pilihan selain harus melaksanakan SK Menpora itu. "Tak ada masalah lagi, pokoknya SK Menpora itu akan kita jalankan," kata Ketua I KTI M. Anwar. Bisa jadi memang tak ada ganjalan lagi. Karena, memang hanya figur Boy Bolanglah, seperti diakui Anwar, yang selama ini menjadi ganjalan bagi KTI. Promotor yang suka berdandan perlente ini dinilai Anwar telah "berbohong" atas semua utang yang hingga kini belum dibayarnya. Ia membeberkan seluruh utang Boy sekitar Rp 22 juta, dan baru Rp 2 juta yang dibayar. Anwar lalu membeberkan catatan utang promotor itu pada KTI. Masing-masing US$ 10.000 ketika akan mempertandingkan Pical lawan Wayne Mulholland (pada 25 Agustus 1985), Rp 5 juta, ketika menyelenggarakan pertandingan tinju pro di Manado (22 Oktober 1985), Rp 1 juta tatkala memperundingkan Azhadin Anhar lawan Little Pono di GOR Jakarta Utara (19 Desember 1985), dan terakhir meminjam Rp 5 juta untuk sewa kantor (4 Januari 1986). "Antara lain, karena alasan inilah, kami tak ingin Boy jadi promotor pertandingan ulang nanti," tukas Anwar. Ia mengatakan bukan mau mengungkit-ungkit dan hendak menjatuhkan Boy. Boy Bolang dengan tangkas seperti biasa menolak semua tuduhan Anwar itu. "Kan biasa pengusaha punya utang. Siapa, sih, pengusaha yang tak punya utang, sekarang ini," katanya, tenang menanggapi tuduhan itu. Ia mengakui punya utang pada KTI. Tapi jumlahnya tak seperti disebutkan KTI itu. Bongkar-membongkar ini tampaknya bakal ramai. Dan tampaknya bisa mengganggu rencana perundingan ulang. Soalnya? kendati KTI tampaknya sudah memutuskan tak akan memakai lagi Boy Bolang, promotor eksklusif IBF itu -- ia mengatakan sedang menunggu saat yang tepat untuk menyerahkan mandat itu kembali kepada IBF --ternyata tetap jadi salah satu kunci penentu bagi bisa terlaksananya pertandingan ulang nanti. Ini diakui sendiri oleh Presiden IBF Robert Lee dalam wawancara telepon dengan wartawan TEMPO Bambang Harymurti, Senin malam pekan ini. "Kami sudah menerima teleks dari KTI, yang meminta izin pertarungan ulang Pical-Polanco. Tapi, KTI sudah kami anjurkan agar mereka negosiasi dulu dengan Boy Bolang, karena dialah promotor ekslusif IBF sekarang di Indonesia." kata Bobby Lee. Ia menyatakan sangat menghargai dan ingin bekerja sama dengan KTI, sebagai wadah tinju resmi yang diakui pemerintah Indonesia. "Tapi, pertandingan tinju harus dilaksankan oleh promotor. Dan hingga kini yang kami kenal dari Indonesia baru Boy Bolang," ujarnya lagi. Ia menyatakan, Polanco memang belum ditantang petinju lain hingga sekarang. Jadi, kesempatan terbuka buat Pical menantang Polanco." Namun, jika pertandingan di Indonesia, saya-kira sulit bisa dilaksanakan tanpa mengikutkan Boy Bolang. "Soalnya, kami ingin pertandingan nanti bisa dilaksanakan dengan sukses, dan orang yang kami tahu sudah berhasil adalah Bolang," 'kata Bob. Ia menyatakan belum mendengar rencana Boy untuk mengembalikan mandat sebagai promotor eksklusif IBF. "Itu haknya, kalau mau mundur. Tapi, dia tak -- berhak menyerahkan, misalnya, hak itu kepada promotor lain". Masa berlaku mandat promotor eksklusif, yang disebutkannya kini dipegang oleh sekitar 20 orang di seluruh dunia, itu, sekitar setahun. Toh, Lee mengatakan tetap terbuka kesempatan buat promotor lain di Indonesia untuk jadi promotor IBF. Syaratnya tak sulit: mendaftar, kemudian diuji suatu tim pemeriksa, dengan penekanan pada kemampuannya menyelenggarakan suatu pertandingan tinju pro IBF dengan sukses." Lama waktu yang diperlukan untuk pengujian itu sekitar 60 hari," kata Bobby Lee. Karena itu, ia mengajurkan kalau Indonesia mau menyelenggarakan pertarungan ulang itu, sebaiknya mengajak promotor eksklusif mereka. "Kalau dia tak bisa jadi Promotor, jadi kopromotor juga bisa. Pokoknya, ada yang menjamin pertandingan nanti," tambah Lee. Dengan penegasan itu, dan jika betul begitu ketentuan IBF, ada kemungkinan SK Menpora bisa jadi bakal terbentur. Boleh jadi untuk menghindarkan keadaan lebih fatal, Senin pekan ini, panitia yang baru ditunjuk oleh SK Menpora tampak berkumpul di kantor KTI Pusat. Tak jelas apa yang dibicarakan Anton Sihotang, Dali Sofar, dan pimpinan KTI. Namun, yang pasti, usai pertemuan itu, Anton sudah menemui Boy Bolang di kantornya. Ia memperkirakan kepergiannya ke Dominika untuk mengontak Polanco akan ditemani Boy. "Soalnya, Boy lebih berpengalaman dan sudah mampir ke sana," ujar Anton. Marah Sakti Laporan Toriq Hadad, Rudy Novrianto, dan Moebanoe Moera (Jakarta)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini