Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Teknologi & Inovasi

Misteri-Misteri Halley

Kedatangan komet Halley dapat dilihat dengan mata telan jang. Bambang Hidayat, Dir. Observatorium Bosscha, sibuk memberikan ceramah-ceramah. Satelit Vega I & Vega II serta Giotto dikirim untuk mengungkap misteri. (ilt)

29 Maret 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HARI-hari ini adalah hari-hari sibuk bagi astronom terkemuka Prof. Dr. Bambang Hidayat. Sejak awal Maret lalu, komet Halley dapat dilihat dengan mata telanjang di berbagai tempat di Indonesia, hingga permintaan ceramah datang bertubi-tubi pada Bambang Hidayat, baik dari mereka yang berkepentingan maupun masyarakat awam. Semua ingin mengetahui dengan persis, kejadian alam yang terjadi 75-76 tahun sekali itu. Pada 13 Maret lalu, komet itu terlihat sekitar pukul 5.00 pagi tak jauh dari hatulistiwa, dengan ekornya yang sudah mencapai 5 busur, kurang lebih sebesar kepalan tangan yang diletakkan sejajar dengan mata. "Pada 17 Maret lalu, masih sekitar pukul 5.00 kepala komet kelihatan terang, dan ekornya tampak gagah perkasa," ujar Bambang Hidayat. Lebih jauh, Direktur Observatorium Bosscha, Bandung, itu mengungkapkan, akhir Maret ini dan awal April mendatang Halley akan memasuki langit padat bintang, yaitu kawasan Rasi Sagitarius. Toh komet itu, kata Bambang, tetap bisa dibedakan dari bintang-bintang dan tetap dapat dilihat dengan mata telanjang. Tepatnya, di langit timur pada waktu fajar, walau penampilannya mungkin terganggu oleh cahaya bulan. Namun, sang bulan, pada 24 April mendatang akan meningkahi -- dengan cara memperindah -- kehadiran Halley di langit. Pada hari itu, setelah sang surya tenggelam, di langit akan terpampang pemandangan alam yang sungguh jarang terjadi: gerhana bulan total dan muhibah Halley. Dan, ketika itu sang komet tampak makin mengecil, siap memasuki kehidupan tenangnya selama 76 tahun -- pergi meninggalkan bumi. Yang merepotkan Bambang Hidayat, ceramah-ceramah mengganggu tugasnya mengamati Halley. Memang Observatorium Bosscha termasuk salah satu pos dalam International Halley Watch -- pengamatan besar-besaran dan bersama-sama, masyarakat bumi. Khususnya, sejak Halley memasuki akhir perajanannya, dan melintasi bumi bagian selatan. Bosscha, yang terletak di belahan selatan bumi, 549" lintang selatan, dengan ketinggian 1.330 meter dari permukaan laut dinilai strategis untuk mengamat, ketika itu. Bila dibandingkan, pada saat-saat itu, di belahan bumi utara, Halley terlihat hampir berdempetan dengan cakrawala. Berbagai kemajuan teknologi membuat kunjungan Halley pada 1986 ini ramai dengan berbagai penelitian di mancanegara. Berbagai ikhtiar dilakukan untuk membongkar sejumlah misteri. Pengamatan pun tak terbatas pada peneropong-peneropong bintang di bumi. Awal Maret, satelit Uni Soviet Vega I mengawali observasi jarak dekat. Satelit ini bertugas mengambil gambar-gambar televisi, mengukur temperatur, dan memperkirakan komposisi debu Halley. Beberapa hari kemudian Vega II meIanjutkan tugas "saudaranya", dan mencoba mendekati Halley pada jarak 12.000 kilometer. Vega, yang diambil dari nama Venus & Gallei (Halley dalam Bahasa Rusia) ternyata bukan cuma proyek Uni Soviet. Sejumlah besar negara, baik Eropa Barat maupun Timur, ikut menunjang proyek pengamatan itu. Para ahli dalam pengamatan itu sekaligus mengadakan pertemuan ilmiah internasional di Institut Riset Ruang Angkasa, Akademi Ilmu Pengetahuan Uni Soviet, Moskow. Pengamatan itu bukannya tanpa gangguan. Debu Halley, suatu ketika menghajar Vega II dan mengganggu pengiriman gambar elektronik ke bumi. Untung, pembangkit tenaganya tak terganggu dan pengiriman gambar cukup memberikan informasi. Halley tampak merah dikelilingi lingkaran biru dan hijau. Dari laporan kedua satelit Vega itu, para ahli berspekulasi komet Halley memiliki dua inti, karena pada gambar inti berulang kali terlihat memanjang dengan dua benjolan di ujung-ujungnya. Namun, perkiraan ini masih mengundang perdebatan. Ada yang menganalisa, gambar memanjang itu terjadi akibat terganggunya sistem micro processor pada kamera monitor, hingga muncullah distorsi . Namun, yang pasti pada observasi Vega, inti komet ternyata hangat, yaitu sekitar 29 C. Ini mengejutkan karena inti Halley diketahui bungkahan es. Menyusul proyek Vega, 13 Maret lalu, satelit Badan Antariksa Eropa, Giotto, melakukan pertemuan lebih dekat. Pendekatan pada jarak 1.500 kilometer. Ini dinilai banyak ahli sebagai misi bunuh diri. Giotto (nama seorang pelukis yang pernah melukis komet Halley) memang sangat ambisius membongkar misteri Halley. Paling tidak satelit itu diharapkan meneliti atmosfer komet, dan medan magnetiknya. Lebih dari itu, memastikan substansi inti Halley. Memang, inti sang komet yang cair diperkirakan sama dengan substansi bumi dan semua planet pada tata surya, ketika terbentuk 4,5 milyar tahun lalu. KENDATI hantaman memang datang dan sempat membutakan kamera Giotto sampai hampir setengah jam, satelit Eropa itu masih mampu menjalankan misinya. Inti Halley terungkap kecil saja, diameternya hanya sekitar 10 kilometer. Sangat kecil bila dibandingkan dengan debu yang menyelimutinya. Lingkaran debu yang dikenal sebagai "bola salju kotor" ini jauh lebih besar dari bumi, yang berdiameter 13.000 kilometer. Debu itu, yang mengandung antara lain gas CO2, CH3, dan H2O, berdiameter sekitar 100.000 kilometer - dan, karena debu inilah, Halley terlihat dari bumi. Dalam International Halley Watch, Bosscha diharapkan menekankan penelitiannya, juga pada inti Halley. Dan, itu pula salah satu kesibukan Bambang Hidayat. Pada garis besarnya, menurut guru besar bidang astronomi ITB itu, inti Halley mengandung pula beberapa jenis batuan, logam, dan juga unsur sianida yang beracun. Profesor itu berkisah, pada kunjungan Halley di tahun 1910, unsur sianida yang beracun itu pernah mengguncangkan penduduk bumi. Ketika itu, ekor Halley yang mencapai panjang 50 kilometer menyabet bumi, dan seorang astronom Prancis meramalkan bumi akan kiamat, keracunan sianida. Maka, kepanikan menjalar di bumi. "Ternyata, kepadatan sianida itu tidak membahayakan," ujar Bambang, "dan bumi tak jadi kiamat." Jim Supangkat Laporan Farid Gaban (Bandung)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus