PROFESI psikolog bila ditimbang adalah pekerjaan yang berat, dan sedikit berbahaya. Dalam membantu klien mengatasi masalah, seorang psikolog melakukan kontak langsung dengan problem emosional -- bagian yang sangat peka pada manusia. Sudah umum diketahui, para klien jatuh cinta pada psikolog yang membantunya lepas dari suatu masalah. Dan, ini masuk akal, karena sering bertemu dan bertukar pikiran. Tapi, bagaimana dengan para psikolognya sendiri? Ini masalah yang jarang dibahas. Awal tahun ini, pertanyaan itu seperti mendapat jawaban. Tiga psikolog Amerika Serikat Kenneth Pope, Patricia Keith-Spiegel, dan Barbara Tabachnick, membuat sebuah survei nasional: seberapa jauh psikolog bisa jatuh cinta dan tertarik secara seksual pada kliennya? Hasil survei yang kemudian dilaporkan pada The American Psychologist itu melibat 575 psikolog terkemuka AS. Hasilnya: 90% dari psikolog itu merasa jatuh cinta, dan tertarik secara seksual pada kliennya. Namun, sikap moral para psikolog di AS ternyata masih tangguh. Tak sampai 10% yang mengikuti perasaannya, dan kemudian melakukan hubungan seks dengan kliennya. Penelitian Pope dan kawan-kawan menemukan, ketertarikan terbatas hanya pada mereka yang berlawanan jenis -- psikoterapis pria pada klien wanita, atau, psikolog wanita pada klien laki-laki. Di samping itu, laporan Pope mengutarakan, hampir tak ada perbedaan sikap antara psikolog pria dan wanita. Ternyata, dua pertiga psikoterapis wanita menyatakan jatuh cita pada kliennya, bahkan tertarik secara seksual -- angkanya, kurang lebih sama dengan persentase pada psikolog pria. Hampir semua responden menyatakan, penyakit jatuh cinta pada klien ini sebagai problem serius. Hal yang sangat mungkin terjadi, tapi tak pernah dibahas dalam ilmu dan pendidikan psikologi. Komentar mereka, diperlukan latihan atau semacam wawasan untuk mengatas keadaan itu, sekalipun hanya tercatat 7% di antara psikolog AS yang memancing di air keruh. Selebihnya menyatakan, sudah siap sebelumnya, mengingat teori Freud -- Libido Seksualis, yang sebenarnya diragukan kebenarannya -- bahwa problem emosional senantiasa punya kaitan dengan seks.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini