Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tae bo masuk ke Indonesia pertengahan tahun lalu dari Amerika Serikat. Pelanggan klub kebugaran langsung terpikat dengan gabungan musik rancak dan gerak atraktif yang ditawarkan. Peserta yang ikut pun beragam, mulai remaja hingga yang tergolong lanjut usia. "Gerakannya menantang dan menyenangkan," ujar Kiki Fatmala, bintang film yang juga membuka kelas tae bo di klub miliknya di Jalan Fatmawati, Jakarta. Menurut Kiki, tae bo adalah olahraga aerobik terkeras yang pernah dilakoninya. Karena itu, ia mewanti-wanti agar yang pernah cedera berat tak iseng mencobanya.
Panjang satu sesi tae bo 45 hingga 60 menit. Untuk pemula, bisa ikut separuhnya sudah bagus. Format tae bo sama seperti kelas-kelas aerobik lain; diawali dengan pemanasan dan peregangan, diikuti gerakan inti, dan disudahi dengan cooling down. Pemanasan harus dilakukan secara benar karena gerakan inti memerlukan kelenturan tinggi. Bila otot belum mengembang, cedera fatal bisa mengintip.
Keasyikan tae bo terlihat pada fase gerakan inti. Betapa tidak, gerakan peserta laksana murid perguruan bela diri beraliran campur aduk. Setelah lontaran jab, hook, dan uppercut ala Evander Holyfield, tiba-tiba saja muncul tendangan menyamping ala tae kwon do dari Korea. Seakan belum cukup, nyelonong lagi tangkisan karate, jurus menghindar gaya petinju, dan bhesi alias kuda-kuda ala perguruan Shaolin. Di sela-sela gerakan, peserta bisa mengecek nadinya. Bila denyutnya terlalu kencang, ia boleh menepi. Nah, agar sesi tae bo tak mirip latihan militer, gerak tari seperti "gripevine" dan easy walk juga dimasukkan.
Bila seluruh gerak dilakukan, 800 kalori bisa terbakar dalam satu jam. "Ini setara dengan lari satu jam di treadmill," kata Rizal, pelatih tae bo di Life Spa & Fitness, Pondokindah, Jakarta. Padahal, olahraga aerobik biasa paling hebat hanya mampu membakar 300 kalori dalam waktu yang sama. Menurut Rizal, latihan tae bo juga bermanfaat untuk menguatkan otot jantung.
Alhasil, sekalipun tae bo sangat menguras energi, peserta yang berbanjir peluh tampak senang. "Badan saya jadi makin liat saja," ujar Anna Sirait, 32 tahun, saat ditemui di klub Pondokindah, pekan lalu. Bekas atlet sepatu roda ini selalu berlatih dengan tenaga penuh. Dengan bertae-bo, Anna, yang berambut merah ini, tak perlu lagi banyak-banyak melakukan latihan beban, yang cenderung membosankan. Manfaat di luar ruang latihan? "Saya belum pernah pakai jurus tae bo. Soalnya, saya belum pernah diserang orang, sih," kata Anna.
Arie Harjono, yang bekerja sebagai perwakilan sebuah LSM Jerman di Indonesia, juga merasakan manfaat langsung tae bo. Lingkar pinggul wanita berusia 58 tahun ini menyusut delapan sentimeter setelah berlatih tiga bulan. Padahal, dulu segala jenis olahraga aerobik yang dicoba Arie tak berhasil menyingkirkan kelebihan lemak ini. Keberanian Arie ikut tae bo perlu dipuji. Biasanya wanita seusianya lebih memilih senam body language, yang lebih enteng. Soalnya, gerakan tae bo memang menuntut kelenturan tinggi.
Untuk menyiasatinya, gerakan memukul dan menendang yang dilakukannya disesuaikan dengan kondisi fisiknya. "Usia saya sudah lanjut. Kalau tidak berhati-hati, bisa berbahaya untuk pinggul dan lutut," ujar Arie.
Menurut Anna, bahaya gerakan tae bo sebetulnya bisa dikurangi kalau pelatih memberikan pemahaman teori lebih dulu sebelum latihan. Ia menilai, hal ini kurang dilakukan oleh pelatih. Bagi dirinya, yang pernah berlatih kick boxing, tae bo tak membawa kesulitan berarti.
Faktor keterbatasan pengetahuan pelatih ini juga diakui Rizal. Hal ini karena pada awalnya, para instruktur berlatih lewat bimbingan video saja. Namun, ia yakin, setelah instruktur lebih aktif menggeluti olahraga ini, mereka bisa memberikan bimbingan yang menyeluruh. "Paling tidak, pelatih harus punya dasar bela diri," kata Rizal. Bahkan, bila cukup kreatif, instruktur bisa menambahkan variasi gerakan seperti yang dilakukan Rizal.
Sementara tae bo baru saja jadi trend di Jakarta, di negara asalnya olahraga ini sudah berusia sepuluh tahun. Sang penemu adalah Billy Blanks. Proses lahirnya bersifat kebetulan. Saat berlatih bela diri, tiba-tiba ada bunyi musik dansa yang mampir ke ruang latihan. Blanks lantas mencoba memadukan gerakan tubuhnya dengan musik tersebut. Setelah itu, ia mulai serius mengembangkan olahraga ini. Pemilihan nama tae bo dapat diduga bersumber dari gabungan tae kwon do dan boxing.
Selain kondang sebagai guru tae bo, Blanks juga terkenal karena kiprahnya di bidang lain. Terlahir 44 tahun lalu, Blanks mengalami kehidupan yang sulit semasa anak-anak. Anak keempat dari 15 bersaudara ini datang dari keluarga miskin seperti kebanyakan warga kulit hitam di Amerika Serikat. Penderitaan Blanks makin lengkap karena ia juga menderita dyslexiakesulitan berbicara. Untunglah, ia tak berkecil hati. Untuk menutupi kekurangannya ini, ia membangun tubuhnya lewat latihan bela diri dan binaraga.
Pada 1975, saat ia masih berusia 19 tahun, ia tampil sebagai kampiun dalam kejuaraan bela diri antaraliran tingkat nasional. Gelar yang sama digondolnya lima kali pada tahun-tahun berikutnya. Ia juga pernah tujuh kali menjadi juara dunia karate. Kedigdayaan Blanks ini wajar saja karena ia adalah pemegang dan-tujuh untuk tae kwon do, pula lima sabuk hitam untuk aliran bela diri yang berbeda. Di ring tinju, ia pernah menggondol juara kelas berat ringan tingkat negara bagian pada 1984.
Deretan prestasi ini mengantarkannya ke Hollywood. Perannya tak jauh dari kebisaannya, yaitu "tukang berkelahi". Tercatat ia pernah bermain dengan Bruce Willis dalam The Last Boy Scout. Ia juga ketiban peran utama untuk beberapa film laga berdana rendah macam Blood Fist dan Talons of the Eagle. Meskipun makin tenar, tae bo-lah yang menjadikan Blanks benar-benar seorang bintang. Murid-murid Blanks yang pertama adalah para selebriti seperti Paula Abdul, Farrah Fawcett, Goldie Hawn, dan Neve Campbell. Setelah itu, bintang basket macam Magic Johnson dan Shaquille O'Neal akhirnya juga tak mau ketinggalan. Temuannya ini juga membuatnya kaya raya. Seri video tae bo yang dirilisnya telah mendatangkan pemasukan sebanyak US$ 75 juta, sekitar Rp 56 miliar. Menilik sukses Blanks, mestinya suatu ketika akan muncul olahraga aerobik yang diilhami silat Cimande.
Yusi A. Pareanom dan Arief A. Kuswardono
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo