SUATU hari di bulan Juni 1983. Di hadapan sekitar 100 orang
pengunjung, seorang lelaki berperawakan kecil dan berkaca mata,
mendemonstrasikan penggunaan komputer Artificial Intelligence
(Al) 2100 di sebuah ruangan Hotel Orchid Palace, Jakarta. AI
2100 adalah tanda bahaya yang dipasang di gedung-gedung yang
telah menggunakan hasil teknologi mutakhir. Bahkan dalam kadar
tertentu alat ini bisa mencegah bahaya tadi. Komputer ini hasil
penemuan American Auto-Matrix, sebuah perusahaan elektronika di
Amerika Serikat.
Lelaki yang mempromosikan komputer itu adalah pendiri American
Auto-Matrix dan sejumlah perusahaan yang menggunakan hasil
teknologi tinggi. Tetapi ia bukan orang Amerika atau kelahiran
salah satu negara teknologi di Eropa. Ia orang Indonesia,
ayahnya Jawa, ibunya Sunda, bernama Dr. Krishnahadi S. Pribadi.
Barangkali dialah orang Indonesia pertama yang langsung terjun
ke dunia komputer, mulai dari proses perencanaan, pembuatan
sistemnya, sampai ke pemasarannya. Ia datang ke Indonesia dan
berceramah di depan ilmuwan LIPI dan LAPAN, serta sejumlah
undangan di Orchid Palace dalam rangka pemasaran AI 2100 itu di
Asia.
Krishnahadi S. Pribadi yang sehari-hari dipanggil Hadi, lahir di
Surakarta 17 Maret 1942. Masa kanak-kanak dilaluinya di
Yogyakarta. Ayahnya, Prof.Dr. Sikun Pribadi, guru besar
Psikologi Unpad, saat itu masih menjadi guru di kota gudeg. Hadi
kecil pun lebih banyak belajar dari ayahnya.
Ketika Yogya diduduki Belanda, keluarga Sikun Pribadi diusir
tentara pendudukan dari rumahnya. Keluarga ini sempat
terombang-ambing mencari tempat menetap di Yogya. Di saat-saat
sulit itu, Hadi kecil membantu orangtuanya mencari nafkah dengan
berjualan kue lapis dan bawang merah.
Setahun kemudian, mereka mengungsi ke Bandung. Sementara ayahnya
menjadi guru, Hadi mulai bersekolah. Ternyata anak ini cukup
cerdas. Dari kelas satu ia langsung naik ke kelas tiga. Ia
memang lebih banyak belajar sendiri di rumah. Buku-buku karangan
ayahnya, yang dipakai sebagai pegangan para guru, ia pelajari
dengan saksama.
Paman Hadi, Adiwinata, mengajar kimia di sebuah SMA di Bandung.
Banyak buku mengenai kimia di rumah itu. Hadi mulai membacanya
dan di kelas 6 Sekolah Rakyat (SD), ia sudah punya pengetahuan
dasar tentang kimia. Di kelas satu SMP berkat dorongan pamannya,
Hadi bahkan punya laboratorium kimia di rumahnya. "Setiap hari,
waktu saya habis untuk aktivitas membaca dan kegiatan
laboratorium itu," katanya mengenangkan. Orangtuanya sendiri,
saat itu berada di Belanda, belajar di sebuah universitas. Hadi
banyak menerima kiriman buku pengetahuan tentang elektronika.
"Buku itu dalam bahasa Belanda, terpaksa saya belajar bahasa
Belanda," katanya. "Dari buku-buku itu saya sudah bisa membuat
radio kristal."
Hadi menyelesaikan SMP dan SMA di Bandung. Sementara itu (1957)
ayahnya mendapat tugas belajar pula di AS, hanya beberapa bulan
di tanah air setelah dari Belanda. Ibunya segera menyusul ke AS
pula. Akibatnya, selain sibuk dengan kegiatan laboratoriumnya,
Hadi juga harus mengurusi adik-adiknya: termasuk memasak.
"Antara memasak dan laboratorium kimia ternyata ada hubungan
erat," ujarnya setengah melucu. "Mengatur bumbu masak harus sama
telaten dengan mengatur zat kimia untuk praktek laboratorium."
Ketika itu remaja ini sudah bisa menghasilkan beberapa produk
kimia, seperti shampoo, mercon, parfum. "Barang itu saya berikan
kepada teman-teman, kadang dijual," ungkap Hadi.
Dari AS, ayahnya tak henti-henti mengirimi anak cerdas ini buku
pengetahuan. Di sekolahnya, Hadi juga dipercayai sebagai
pembantu praktek laboratorium. Ternyata kegiatan Hadi bukan cuma
urusan kimia. Diam-diam ia juga mempelajari ilmu filsafat, walau
cuma dari buku. Tapi tak ketinggalan pula, keluarga ini
mempelajari seni musik dan lukis.
Sikun Pribadi kembali dari AS tahun 1959 menyandang gelar doktor
dalam bidang pendidikan dari Ohio State University. Sementara
Hadi tahun 1960 sempat kuliah di ITB jurusan Teknik Kimia. Hanya
sebentar. Karena merasa tidak cocok, kuliah itu ditinggalkannya.
Setahun setelah itu, Hadi dikirim ke Ohio, AS, mengikuti program
graduate di sebuah universitas untuk pelajaran kimia, fisika
dan matematika. Dari sana (1965) ia diterima di dua perguruan
tinggi: Massachusettes Institutes of Technology (MIT), (Boston)
dan Carnegie-Mellon University, (Pittsburgh). "Saya pilih
Pittsburgh karena kotanya lebih sepi," katanya. Dengan mengambil
jurusan Physical Chemistry ia menggondol gelar M.Sc pada tahun
1969. Dua tahun kemudian gelar doktor diraihnya lagi dalam
bidang yang sama.
Di Amerika, Hadi aktif pada berbagai kegiatan ekstra kurikuler.
Ia pernah menjadi ketua Permias: Persatuan Mahasiswa Indonesia
di AS. Ia juga aktif dan pernah memimpin International Club,
yakni organisasi di bidang science yang anggotanya terdiri dari
mahasiswa berbagai bangsa. Di Kota Pittsburgh itu ia juga sering
diundang berceramah di gereja. "Yang saya uraikan filsafat hidup
seperti Kejawen, wayang dan Islam," cerita Hadi. Keluarga Sikun
Pribadi adalah keluarga Muslim, namun Hadi aktif di organisasi
YMCA (Persatuan Pemuda Kristen se-Dunia) dan mengikuti latihan
kepemimpinan. "Soalnya di sana tak ada organisasi Islam,"
ungkapnya.
Dengan ilmu yang diperolehnya itu, Hadi tidak langsung pulang.
Malah ia berniat membuka usaha di sana. Alasannya, ilmu dan
pengalamannya belum bisa diterapkan di Indonesia dan mencari
dana di AS lebih mudah. Begitu pula tenaga ahli yang akan
digunakannya. Akhirnya ia mendirikan perusahaan Compuguard
Corporation di Pittsburgh bersama Romesh Wadhwani, berkebangsaan
India.
Romesh yang sarjana teknik ini diangkat jadi presiden direktur,
Hadi wakilnya. Namun Hadi memegang bidang perencanaan dan
marketing. "Seorang perancang produk harus menguasai pemasaran,"
kata Hadi. Perusahaan ini memproduksi Energi Control System dan
fire alarm system dengan menggunakan komputer.
Perusahaan ini pernah memenangkan tender yang diadakan Airospace
Corp. untuk proyek pengamanan suatu kota. Saingannya, antara
lain, perusahaan raksasa yang sudah terkenal, Hougesh Corp.
Proyek yang ditangani ini menyangkut penjagaan keamanan dan
keselamatan suatu kota -- Hadi tak mau menyebutkan nama kota
itu. Ia membuat Citizen Alarm System, semacam jam tangan yang
harus dimiliki setiap penduduk kota. Bila terjadi suatu bahaya
yang mengancam keselamatan warga kota itu, atau membutuhkan
pertolongan kesehatan -- tinggal tekan tombol di jam itu. Sinyal
akan segera sampai di suatu tempat, entah itu polisi atau
dokter, tergantung kebutuhan. Petugas segera datang. Itu gris
besar sistem kerianya.
Perusahaan ini berkembang pesat. Karyawannya mencapai 150 orang.
Tahun 1979 perusahaan berikut hak cipta alat penaman buatan
Hadi ini, ia jual kepada sebuah perusahaan elektronika dari
Swiss. "Pekerjaan itu terlalu rutin bagi saya. Kesenangan saya
adalah menciptakan, bukan mengulang-ulang," kata Hadi. Tahun itu
pula ia mendirikan American Auto Matruc Inc. di kota kecil
Export, sekitar 25 km dari Pittsburgh. Perusahaan inilah yang
menciptakan dan memproduksi komputer AI 2100, ciptaan Hadi pula.
Berbagai universitas dan rumah sakit di Eropa, terutama di
Inggris, menggunakan AI 2100. Di saat perusahaannya berkembang
itu, "kumat" lagi kegelisahan Hadi. Ia jual perusahaannya itu
tahun 1982 dengan niat meloncat lebih jauh. Hadi segera
mendirikan Pribadi Research Associates, perusahaan konsultan di
bidang teknologi, dan Pribadi System Group Inc, perusahaan jasa
konsultan software. Tetapi pemilik American Auto Matrix yang
sekarang rupanya masih mengakui Hadi sebagai Chairman of the
Board of Director dan direktur pemasaran wilayah Asia.
Kedatangan Hadi di tanah air dan berceramah di Orchid Palace
awal Juni lalu adalah dalam kedudukannya sebagai direktur
pemasaran Asia itu. Di Indonesia, produk ini di-agen-tunggal-i
PT Ekaputra Utama. Belum ada yang memesan. "Sekarang baru
seminar dan promosi," kata Budi Iskandar, Direktur Penjualan PT
Ekaputra Utama.
Krishnahadi S. Pribadi sudah kembali ke AS, berkumpul dengan
keluarganya. Ia tetap mempertahankan kewarganegaraan
Indonesianya, dan tinggal di kota kecil Monroewile, tak begitu
jauh dari Pittsburgh, negara bagian Pennsylvania. Sebuah daerah
sejuk bersalju dengan penduduk yang sebagian besar sarjana
teknik.
Hadi menikah dan telah dikaruniai 2 putra, 3 tahun dan 1 tahun.
Istrinya, Carol Deiane dinikahi secara Islam di Bandung tahun
1976. Carol adalah sarjana muda psikologi sosial dari
Universitas Pittsburgh yang banyak membantu Hadi ketika ia masih
kuliah. "Saya kawin terlambat karena lebih banyak mementingkan
karier," kata Hadi. Ia pacaran sejak 1967, ketika Carol baru
berusia 17 tahun.
Carol yang perawakannya lebih besar dari suaminya, mengagumi
Indonesia. Hadi sudah membawa istrinya ke berbagai penjuru tanah
air. "Istri saya tak bekerja, karena kami menganggap pendidikan
keluarga sangat penting," kata Hadi tentang istrinya yang
mencurahkan seluruh perhatiannya untuk pendidikan anak mereka.
Hadi yang suka olah raga ski dan tenis, punya rencana untuk
kembali ke Indonesia, setelah ia tinggalkan lebih dari 21 tahun.
Ia dan keluarganya ingin menetap di Bandung, tempat ibunya kini
memimpin Sekolah Istri Bijaksana. "Beberapa tahun ini saya masih
di AS, sampai cukup pengalaman dan dana. Ini hanya strategi
saja," ujarnya. Di Indonesia nanti, katanya, ia ingin mendirikan
pabrik high-tech.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini