Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Cara robbie menghidupkan klub 1-6-5

Robbie mandagi sebagai motor penggerak kegiatan klub 1-6-5. terjun payung mulai dikenal di kalangan sipil sejak 1961. kemudian berdiri sejumlah klub di bawah naungan fasi. (or)

24 Mei 1986 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BAGAIMANA nasib klub 1-6-5 Skydivers tanpa Robbie Mandagi? Pertanyaan ini, muncul setelah penerjun kawakan itu tewas ketika mau terjun di lapangan Rumpin. Serpong, Minggu siang lalu. Tampaknya tak mudah dijawab oleh 48 anggota klub 1-6-5 Maklum, buat mereka, Robbie tak hanya berarti sebagai seorang senior pendiri klub, tapi juga motor penggerak semua kegiatan. Aktivitas klub itu memang banyak bertumpu pada penerjun berdarah Kawanua tersebut. Adalah Robbie bersama empat rekannya sesama penerjun - dr. Boyke Setiawan, Skip Dew (warga AS yang juga tewas bersama Robbie), Ermawan Wangsaatmaja, dan Slamet Wicaksono - yang mendirikan klub 1-6-5 pada Maret 1982. Tujuannya: untuk mempopulerkan olah raga udara, yang sebelumnya merupakan kegiatan para anggota ABRI. Kegiatan terjun dari udara ini memang baru dikenal kalangan sipil sejak awal 1961, tatkala sejumlah mahasiswa ikut diterjunkan untuk tugas Trikora di Irian Jaya. Ternyata, selesai Trikora kegiatan terjun kian diminati. Maka, sejumlah klub, yang anggotanya penerjun-penerjun sipil, bermunculan setelah itu. Di antaranya PCI (Parachute Club Indonesia), klub pertama yang dimasuki Robbie setelah belajar olah raga dirgantara ini dari Mayor Pieter Sambo (kini:Mayjen dan menjabat Kapolda Sumatera Utara), instruktur terjun payung Polri pada 1970-an. Ia tercatat sebagai orang sipil pertama yang ikut bergabung dengan anggota Polri dalam latihan terjun payung Sejak 1970 itu bermunculan klub-klub terjun payung di pelbagai kota. Inilah yang kemudian mendorong lahirnya Aeroclub Indonesia, organisasi yang menaungi klub-klub itu, dan kemudian berganti nama menjadi Federasi Aerosport Seluruh Indonesia (FASI) pada 1972. Dalam rentetan kegiatan ini, Robbie boleh dicatat. Dia salah satu yang aktif mendirikan organisasi ini sambil terus memperkenalkan terjun payung ke kampus-kampus. Ia sendiri kemudian mendirikan klub baru Nusantik (1977). Tapi perkembangan klub-klub terjun payung memang tak bisa melesat seperti klub olah raga lain. Selain berisiko maut, bisa jadi karena ia memang bukan olah raga murah. Peralatannya mahal. Parasut saja (semua masih impor), misalnya, harganya antara Rp 3 juta dan Rp 5 juta satu set. Belum lagi helm pengaman, pakaian terjun, altimeter (alat pengukur ketinggian), sarung tangan, dan sewa pesawat pengangkut. Masalah pesawat memang merupakan ganjalan terbesar buat semua klub mengingat sewa resminya paling murah, untuk pesawat jenis Piper Navajo, sekitar Rp 200.000 per jam. "Maka, kalau sebuah klub tak punya relasi banyak, bisa dipastikan sulit mencari dana untuk latihan," kata Kolonel Sukari, Sekjen FASI. Kini, ada sekitar 30 klub terjun tercatat sebagai anggota FASI. Namun, menurut Sukari, hanya beberapa yang bisa latihan. Antara lain adalah klub 1-6-5 yang didirikan Robbie. Rahasianya? Seperti juga diakui Robbie, tergantung kelihaian dan relasi pimpinan klub itu. Klub Robbie memang membayar ongkos latihan yang terbilang murah. "Untuk sewa pesawat, saya kira mereka hanya bayar sekitar Rp 100.000 per jam," kata Sukari. Maka, Robbie juga tak memungut iuran besar dari anggota klub 1-6-5. Menurut Indra Rijadi Sulamet, yang bergabung ke klub itu sejak 1984, semua anggota ditetapkan harus membayar iuran tahunan. Besarnya sekitar Rp 45.000 per orang. Tapi, kalau mau latihan, dan kas lagi kosong, biaya ditanggung bersama oleh anggota. Kas klub biasanya diisi, dan ini merupakan pemasukan terbesar, oleh beberapa anggota yang sudah punya lisensi. Caranya dengan menarik jasa melatih bagi para penerjun di luar anggota klub yang ingin mendapat sertifikat. Besar tarif ini sekitar Rp 750.000 buat pribumi, dan sekitar Rp 1,2 juta buat orang asing. Bisa menjual jasa seperti itu memang salah satu kelebihan 1-6-5. itu karena klub ini berafiliasi pada USPA, Asosiasi Parasut Amerika, salah satu badan yang secara resmi dizinkan organisasi terjun payung internasional (FAI) memberikan lisensi bagi semua penerjun di seluruh dunia. Ada empat klasifikasi sertifikat yang diberikan oleh USPA: A (terendah) sampai D. Penerjun dengan sertifikat terakhir ini bisa memberikan sertifikat kepada penerjun yang lulus dalam ujian yang mereka berikan, dan nilai sertifikat itu sama bobotnya dengan sertifikat yang dikeluarkan USPA. Di klub 1-6-5 selain Robbie ada tiga penerjun lain, yang dapat lisensi D itu: Jasmin Mandagi, istri Robbie, Rudy Julius Achso (ikut tewas dalam kecelakaan), dan Boyke Setiawan, perwira Kopassus. Dengan modal itulah klub 1-6-5 membiayai dirinya sehingga bisa latihan rata-rata dua kali seminggu. Sekali latihan, menurut Indra, terkadang bisa mencapai tiga jam lamanya. Maka, rahasia kemajuan 1-6-5 bisa ditebak memang berada tokoh pendirinya. Kini, sang tokoh telah tiada. Dan belum bisa diketahui siapa pengganti M.S. Laporan Moebanoe Moera

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus