Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Stadion Highbury, London, menjadi saksi, Villarreal bukan tim yang bisa dianggap remeh. Kendati akhirnya menelan kekalahan 0-1 dari tuan rumah Arsenal, klub asal kota kecil di timur Spanyol itu memberi perlawanan sengit. Mereka bahkan mampu mengimbangi The Gunners yang bertabur bintang dalam pertandingan Rabu pekan lalu.
Kekalahan tipis itu belum menutup peluang Villarreal melaju ke final Liga Champions. Di Stadion Madrigal, dalam pertandingan kedua, bukan tak mungkin Riquelme dan kawan-kawan memukul balik Arsenal. Terlebih bila mengingat reputasi mereka sebagai tim yang tak terkalahkan bila bertanding di kandang sendiri.
Di El Madrigal, Villarreal akan mendapat dukungan penuh dari suporter yang dengan gairah menyanyikan Submarino Amarillo—terjemahan lagu Yellow Submarine dari The Beatles. ”Mendengar koor mereka, kami seperti mendapat semangat tambahan,” kata Diego Forlan, penyerang Villarreal asal Uruguay berusia 27 tahun.
Penampilan Villarreal di pentas Liga Champions pada awalnya kerap dipandang sebelah mata. Tim dengan julukan The Yellow Submarine karena warna kostumnya kuning menyala itu bukanlah tim besar. Mereka bahkan baru pertama kali berkiprah di ajang bergengsi antarklub Eropa ini. Tapi pertandingan demi pertandingan yang dilewatinya membuat mata dunia terbelalak.
Di babak kualifikasi, misalnya, mereka telah mampu menaklukkan Everton dengan hasil telak 4-2, setelah dalam pertemuan pertama dan kedua unggul- dengan skor yang sama, 2-1. Kejutan berlanjut di babak penyisihan grup. Tim asuhan Manuelle Pellegrini ini harus bersaing ketat dengan S.L. Benfica (Portugal), Lille OSC (Prancis), dan klub raksasa Inggris, Manchester United.
Kembali Villarreal menunjukkan ke-perkasaannya. The Yellow Submarine mencetak dua kali kemenangan dan empat kali seri tanpa kalah. Dua kemenang-an mereka peroleh dalam pertandingan tandang melawan Benfica dan pertarungan kandang melawan Lille. Hasil itu membuat Villarreal menjuarai grup. Tempat kedua diduduki Benfica. Sedang-kan sang raksasa Manchester United untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir harus tersingkir di babak penyisihan.
Sensasi The Yellow Submarine agak-nya terus berlanjut. Di babak- 16 besar mereka menggusur Glasgow Rangers- setelah bermain imbang 2-2 di kandang Glasgow dan kembali mencetak hasil seri di kandang sen-diri, Stadion El Madrigal. Hasil itu makin menambah kilap rekor skuad Pellegrini sebagai tim yang tak terkalahkan di kandang sendiri sepanjang turnamen Liga Champions tahun ini.
Di babak perempat final, Villarreal kembali menjadi pembunuh raksasa dengan menumbangkan Inter Milan. Kemenangan The Yellow Submarine ditentukan gol tunggal Rudolfo Arruabarrena di menit ke-58 dalam pertandingan di Stadion El Madrigal. ”Sulit menerima kegagalan ini,” kata Roberto Mancini, bekas pemain nasional Italia yang menjadi pelatih Inter.
Wajar bila Mancini susah menerima kenyataan menyakitkan itu. Dalam pertemuan pertama di Stadion Giuseppe Meazza, San Siro, Italia, pasukan Mancini bahkan berhasil unggul 2-1. Tapi kekalahan 0-1 di kandang lawan membuat Inter harus mengubur impian di Liga Champions.
Secara total selisih gol mereka sama 2-2. Namun, Villareal unggul lantaran berhasil mencetak gol di kandang lawan. ”Awalnya saya berpikir anak-anak bisa mencuri minimal satu gol, tapi saya akui kami memiliki masalah pada pe-nyelesaian akhir,” ujar Mancini.
Hasil itu sekaligus menandai prestasi- Villarreal tampil di semifinal Liga Cham-pions. Anak-anak Kapal Selam Ku-ning mencatat sejarah sebagai klub kedua yang pertama kali tampil dan langsung menembus babak empat besar Liga Champions. Klub pertama yang me-lakukannya adalah Leeds United pada musim 2000/2001.
Ini prestasi yang tak terbayangkan untuk sebuah klub dari tempat terpencil di kawasan Mediterania. Kawasan itu hanya berpenduduk 48 ribu jiwa. Sejak pertama kali didirikan pada 1923, Vi-lla-r-real sudah terlibat dalam liga regio-nal di Spanyol, tapi prestasinya baru me-roket dalam sembilan tahun terakhir.
Lima belas tahun lalu, Villarreal masih bermain di Divisi IV Liga Spanyol. Sepuluh tahun lalu, merangkak ke Divisi II, dan baru enam tahun belakangan mencapai tingkat sekarang. Meroketnya prestasi The Yellow Submarine tak dilepas dari tangan dingin Fernando Roig. Sembilan tahun terakhir Roig telaten mengelola klub itu.
Fernando Roig adalah pengusaha keramik asal Valencia. Keluarga Roig pada dasarnya pendukung Valencia-, kota tetangga Villarreal yang pendu-duknya jauh lebih banyak. Ayahnya pernah menjadi salah satu direktur klub Valencia. Kakaknya, Paco, mantan Pre-siden Valencia. Sedangkan kakaknya yang bernama Juan adalah pemilik klub basket Pamesa, yang juga berbasis di Valencia.
Berbeda dengan keluarganya, Roig justru melirik Villarreal. Pada Mei 1997, ia membeli sebagian besar saham Villa-rreal dan menjadi presidennya. Tak sedikit orang yang mencemoohnya melakukan langkah gila. Apalagi, Roig sesumbar dirinya akan membawa The Yellow Submarine menjadi jawara Divisi I. ”Istri saya sendiri tak mengerti keputusan saya, tapi saya sangat serius,” ujar Roig.
Setahun di tangan Roig, Villarreal langsung berhasil masuk Divisi I, kendati hanya semusim karena kembali terdegradasi. Pada musim berikutnya, klub ini kembali ke Divisi I dan mengukir prestasi manis dengan menjuarai Piala Intertoto serta mencapai semifinal Piala UEFA 2003/2004.
Roig menyebut kunci suksesnya adalah pemain-pemain asal Argentina. Sejak 1998, ia memang getol membeli pemain asal Negeri Tango itu. Salah satu-nya playmaker Juan Roman Riquelme yang sering dianggap sebagai roh pasukan Villarreal.
Riquelme bergabung dengan Barcelona pada 2002 setelah sukses mendukung Boca Junior, klub Argentina, selama tujuh musim. Di klub kaya itu, Riquelme mendapat tekanan untuk tampil cemerlang. Sayang, bersama El Barca ia tak menunjukkan permainan terbaiknya dan lebih sering mengisi bangku cadangan-. El Barca akhirnya meminjam-kan Riquelme kepada Villarreal.
Di luar dugaan, penampilan Riquelme di tim The Yellow Submarine justru gemilang. Ia sukses mengantar Villarreal merebut Piala UEFA Intertoto pada 2004. Timnya pun berhasil lolos ke semifinal Piala UEFA dan masuk tiga besar La Liga.
Riquelme pula yang dianggap menjadi penentu kemenangan Villarreal atas Inter Milan di babak perempat final Liga Champions tiga pekan lalu. Saat itu Riquelme benar-benar memperlihatkan kepiawaiannya sebagai playmaker jempolan.
Setiap serangan Villarreal pasti bermula dari gelandang Argentina itu. Dengan teknik dan keterampilan tinggi dalam mengolah bola, Riquelme beberapa kali menarik sejumlah pemain lawan untuk menghadangnya. Kesempatan itu digunakan rekannya menerobos perta-hanan lawan dan mencetak gol.
Keperkasaan Villarreal yang jauh dari glamor bintang-bintang sepak bola membuat banyak orang berpendapat klub ini telah menemukan mukjizat. Namun, pelatih Manuel Pellegrini menampik pendapat itu. ”Saya takkan menyebut ini sebagai mukjizat atau mimpi yang jadi kenyataan,” ujarnya.
Pellegrini dengan tegas mengatakan prestasi besar itu mereka peroleh berkat kerja keras. Memang, timnya tak memiliki pemain bintang satu orang pun. Bahkan boleh dikatakan hampir sebagian besar anggota skuadnya adalah ”pemain buangan”. Contohnya Riquelme yang disingkirkan Barcelona, atau stri-ker Diego Forlan yang berga-bung de-ngan Villarreal setelah kalah bersaing dengan Wayne Rooney dan Ruud van Nistelrooy di MU.
Toh, semua itu tak membuat Pellegrini kecil hati. ”Keberhasilan kami merupa-kan gabungan antara kepercayaan diri dan kerja keras,” kata pelatih asal Cile ini. ”Saya memang tak memiliki pemain bintang, tapi saya punya pemain hebat yang mau bekerja keras.”
Suseno (berbagai sumber)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo