KURNIA Kartamuhari kali ini kena batunya. Promotor yang sudah mementaskan dua kejuaraan dunia tinju pro itu terhitung Sabtu pekan silam dicabut lisensinya oleh KTI (Komisi Tinju Indonesia). Putusan itu dijatuhkan gara-gara Endun --nama akrab promotor asal Cirebon itu tak mampu membayar honor petinju, wasit, dan hakim dalam pertandingan tinju antara Jeom Hwan Choi dan Azadin Anhar, 9 Agustus lalu di Istora Senayan, Jakarta. Semua itu bermula, ketika Kurnia mengulur-ulur honor Jeom Hwan Choi, juara dunia kelas terbang yunior IBF, yang nilai kontraknya US$ 86.000 -- sejumlah US$ 26.000 sudah dibayar sebagai uang panjar. Sisanya, promotor menjanjikan akan melunasinya setelah penimbangan badan saat sebelum Jeom naik ke atas ring. Janji itu kosong. Seusai acara timbang badn di Hotel Indonesia, Jeom dan manajernya, Suh Soon Chong, ngambek dan mengancam mogok. Upaya Kurnia menjaminkan mobil Mercedes-nya juga ditolak, gara-gara Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) kendaraan itu tak ada padanya. Melihat gelagat buruk ini, Ketua Umum KTI turun tangan. Jeom mendapat jaminan dari KTI sisa bayaran akan diselesaikan promotor setelah pertandingan. Pertarungan pun akhirnya berlangsung. Keesokan harinya, sesudah pertaridingan yang dimenangkan petinju Korea Selatan itu, Kurnia tetap tak mampu memenuhi kewajibannya. Celakanya, yang mengalami nasib sial itu bukan cuma Jeom. Terungkap pula honor sejumlah petugas ring, termasuk upah wasit US$ 1.500, dan dua hakim luar negeri US$ 2.200, juga belum dibayar. Lagi-lagi Solihin GP menjadi dewa penyelamat. Ia merogoh uang dari koceknya sendiri Rp 25 juta. Belum cukup, ditambah lagi uang kas KTI Rp 30 juta. Terkumpul dana Rp 55 juta untuk membayar honor petugas ring. Sisanya US$ 19.000 kemudian disetorkan kepada Jeom -- masih kurang US$ 41.000 dari seluruh honor yang seharus diterimanya. Darimana sisa dana itu dicari? Itulah pekerjaan rumah KTI. Komisi yang berkantor di Lapangan Tembak Senayan itu kerap direpotkan ulah promotor. Namun, "Baru kali ini KTI dibuat malu oleh promotor," ujar Moh. Anwar, Ketua Harian KTI, sengit. Yang membuat malu, peristiwa itu berlangsung di depan hidung Presiden IBI, Robert W. Lee, yang sengaja didatangkan sebagai pengawas pertandingan. "Menurunkan citra tinju pro Indonesia dan memalukan nama bangsa," tambah Solihin geram. Tentu saja pengurus KTI gusar. Apalagi, Chandru G. Lalwani, ketua bidang dana dan luar negeri KTI. Ia terpaksa mengeluarkan uang pribadinya Rp 15 juta untuk membayar enam petinju yang mengisi partai tambahan. Kurnia memang keterlaluan. Padahal, sehari sebelum pertandinan, ia menerima Rp 95 juta dari PT Samawa Limasada mitra yang bertindak sebagai pemborong karcis. Seminggu sebelumnya, ia mengantungi garansi bank senilai Rp 100 juta dari perusahaan yang sama. Keterlibatan Kalimasada -- diwakili Ny. Nike Maryani Fenti, dirut perusahaan itu semula karena melihat kemungkinan untung yang bisa diraup dari penjualan karcis. Kurnia menjanjikan, jika seluruh karcis terjual, akan diperoleh pemasukan Rp 600 juta. Nike tanpa berpikir panjang bersedia mengalokasikan dana Rp 367 juta untuk memborong seluruh karcis. "Karena dengan pemasukan 60% dari hasil karcis, sudah mencapai titik impas," tutur Nike. Belakangan, Limasada merasa kerja sama kacau. Pelan-pelan pihaknya makin terlibat pada urusan penyelenggaraan yang mestinya menjadi porsi promotor. Uang pun makin banyak yang mengalir ke kantung Kurnia. "Ya, macam-macam untuk ini-itu," cerita ibu tiga anak itu dengan jengkel. Walhasil, fungsi Limasada bergeser menjadi investor. "Kok jadinya saya yang modalin?. Kalau tahu begini sejak awal, saya tak mau terlibat," tutur Nike penuh sesal. Kurnia sendiri. Berdalih, dalam bisnis tinju tak perlu harus tersedia dana sesuai dengan plafon. Cuma saja, "Bisnis saya sekali ini meleset," keluhnya. Sialnya lagi, entah mengapa pertandingan Jeom vs Azadin tak diminati pecandu tinju. Hanya sekitar tiga ribu penonton yang hadir saat itu. Mungkin, juga karena pada saat yang bersamaan berlangsung final sepak bola Piala Kemerdekaan di Stadion Utama Senayan, yang letaknya hanya beberapa ratus meter dari Istora Senayan. Akibatnya, uang masuk hasil penjualan tiket hanya mencapai Rp 16 juta -- jauh di bawah target. Melihat hasil minim ini, Nike membatalkan kontraknya dengan Kurnia secara sepihak. Artinya, dirut perusahaan kontraktor bangunan dan pemasok itu tak lagi wajib menyetor Rp 367 juta sebagai pemborong karcis. Sebaliknya, sisa honor Jeom yang besarnya US$ 41.000 (Rp 61,7 juta) dilunasi dari uang kas Limasada pada Kamis, pekan silam. Esok harinya, rombongan petinju Kor-Sel itu, meninggalkan Indonesia setelah menanti selama empat hari. Promotor dan Limasada akhirnya sepakat untuk menyelesaikan kemelut ini. Mereka membuat "Memorandum of Understanding". Isinya: kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua pihak. Kurnia mengatakan rugi sekitar Rp 300 juta yang harus dipikul berdua. "Jika itu benar, berarti saya tinggal membayar Rp 18 juta lagi," kata Nike. Selama ini, menurut perhitungannya, Limasada sudah mengeluarkan Rp 132 juta. Tapi ada yang jeli melihat angka ini. Menurut Chandru, kerugian yang ditanggung Nike sebenarnya sudah melebihi batas. Jumlah kerugian Rp 300 juta itu belum dipotong uang sponsor yang masuk sebesar Rp 80 juta dan hasil penjualan tiket yang Rp 16 juta. Itu berarti, jumlah kerugian yang sebenarnya, hanya sekitar Rp 200 juta. "Seharusnya masing-masing hanya menanggung kerugian Rp 100 juta," tutur Chandru. Sebenarnya, kemelut ini bukan yang pertama dilakukan oleh Kurnia. Sebelumnya, akhir Februari lalu, ia pernah menyelenggarakan pertandingan akbar antara Khaosai Galaxy, juara WBA, dan Elly Pical, juara IBF -- yang menghabiskan dana sebesar Rp 970 juta. Seusai pertandingan yang dimenangkan Galaxy itu, Kurnia sudah tampak "kedodoran" untuk memenuhi kewajibannya membayar petinju. Akibatnya, sisa pembayaran honor Elly sebesar US$ 90.000 sempat tertunda-tunda -- dari US$ 150.000 yang seharusnya diterima. Kurang lebih KTI mencabut lisensi kepromotorannya itu -- diterima Kurnia dengan pasrah. "Apapun sanksi yang dijatuhkan, saya terima dengan pasrah," katanya memelas kepada mingguan Bola.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini