HEBOH melanda Medan. Ini gara-gara tim sepak bola kesayangan masyarakat Sum-Ut itu dihukum PSSI. Skorsing yang dijatuhkan kepada PSMS dua pekan lalu itu bukan cuma terhadap tiga pemain terasnya, juga kepada pelatih dan seorang ketua pengurusnya. Akibat hukuman ini bisa diduga, tim yang dijuluki ayam kinantan, dan juara PSSI lima kali, itu tak bakal berkokok nyaring pada putaran kompetisi PSSI, September mendatang. Tajinya sudah patah duluan. PSSI memutuskan bahwa tiga pemain itu, Abdurachman Gurning, Zulkarnaen Lubis, dan adiknya, Awardin Lubis, tak boleh mengikuti empat pertandingan kompetisi divisi utama perserikatan. Pelatih Tumsila diskors tiga bulan, dan manajer Amran Y.S., enam bulan. Ketua Umum PSSI, Kardono, menilai hukuman itu sudah cukup manusiawi. Tapi Gubernur Sumatera Utara, Kaharuddin Nasution, seperti diungkapkan seorang stafnya, "Amat terpukul, ketika kabar buruk PSMS diungkapkan Kardono dalam suatu wawancara TVRI dan disiarkan melalui Dunia Dalam Berita, Selasa pekan lalu. Dua hari kemudian, ketika menerima pengurus PSMS di rumahnya, Gubernur Kaharuddin berkata, "Yang diskors semua pemain inti, mental pemain tak aman, karena merasa dirongrong peristiwa ini. PSMS bisa hancur dalam kompetisi mendatang." Awal peristiwa, sebenarnya, bermula dari sebuah pertandingan tak penting, memperebutkan Piala Universitas Darma Agung (UDA) Medan, 9 Juli yang lalu. Ketika itu tim PSMS berhadapan dengan Halleluyah Korea Selatan. Zulkarnaen Lubis, bekas gelandang Krama Yudha yang kini bergabung dengan PSMS, menggiring bola. Kapten Halleluyah, Kim Jung Hee, menyerobot dengan keras, sampai Zulkarnaen terjatuh. Tapi Zulkarnaen masih bisa bangkit, dan terus membawa lari bola itu berliku-liku. Si Korea mengganjalnya lagi dengan keras. Wasit yang cuma tujuh meter dari tempat kejadian tak menghukum Kim Jung Hee. Akibatnya Zulkarnaen marah dan berteriak memaki wasit. Wasit Zulham bereaksi: sebuah kartu merah diberikannya pada Zulkarnaen. Pemain Medan lainnya memprotes. Penonton riuh menyoraki wasit yang baru beberapa bulan skorsingnya -- karena membuat laporan tak benar -- dicabut PSSI. Zulkarnaen tak juga meninggalkan lapangan, padahal sudah mendapat kartu merah. Akhirnya wasit meniup peluit panjang, PSMS dianggapkalah 0-5. hasus seperti ini sebenarnya sering terjadi. Dalam kompetisi Galakarya di Bontang, Kal-Tim, 20 Juli lalu, misalnya, tim Kal-Tim juga mogok main karena sebuah golnya ke gawang Jawa Tengah tak disahkan wasit. Ofisial tim itu malah turut memprotes wasit ke lapangan. Hukumannya juga kalah 05. Bedanya dengan kasus Bontang, kasus Medan ini berbuntut. Ketua Bidan Perserikatan PSSI, A. Wahab Abdy Simatupang kemudian ditunjuk PSSI memimpin sebuah tim untuk mengadili PSMS, dan hasilnya adalah hukuman tadi. Padahal, semua yang dihukum itu sebelumnya tak pernah dimintai pertanggungjawaban. Itulah sebabnya, Amran Y.S. menuding hukuman itu cuma ulah A. Wahab Abdy. "Wahab Abdy tak pernah senang PSMS maju, supaya masyarakat Sum-Ut menganggap dia yang paling jago dalam soal bola," kata Amran. A. Wahab Abdy adalah pensiunan pegawai kantor Gubernur Sum-Ut yang pernah menjadi ketua PSMS. Tentu saja, yang kena tuduh memberikan bantahan. Hukuman itu, menurut Abdy, sudah cukup adil. Amran Y.S. bersalah karena tak mencegah pemainnya mogok. Di lapangan sudah rusuh, sang manajer duduk dengan tenang saja. Sedangkan pelatih Tumsila disalahkan karena masuk lapangan tanpa izin wasit. "Semestinya, PSMS merasa beruntung karena ada orang Medan yang duduk di PSSI. Jelek-jelek begini, saya banyak membela PSMS, Iho. Kalau bukan karena saya, sudah lama PSMS hancur," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini