SOAL dana selalu merundung PBSI. Di depan Komisi IX DPR, pekan
lalu Ketua Umum PBSI, drs. Sudirman tak kurang menyampaikan
keluhannya mengenai betapa sulitnya mengisi kocek PBSI. Antara
lain sejak Nopember 1978 digalakkan penjualan kertas berharga
PBSI kepada para donatur. Sertifikat itu dijual dalam nilai Rp
10.000, Rp 15.000, dan Rp 25.000.
Gagasan itu ternyata belum begitu menggugah hati masyarakat.
Dari 400 orang yang diharapkan, sampai pekan lalu, baru 19
donatur yang menyatakan bersedia menyumbang selama 1 tahun.
Sumbangan dipungut setiap bulan. Sebagai Imbalan, para donatur
memperoleh tiket gratis untuk menonton setiap pertandingan yang
diselenggarakan PBSI. Jika target 400 orang ini terpenuhi, PBSI
akan mengantongi sekitar Rp 6 sampai Rp 9 juta per bulan.
"Sekarang ini, hasilnya baru 5 prosen," kata Bendahara PBSI,
Titus Kurniadi tanpa menyebutkan angka.
Dari pintu lain, PBSI menggali pula dana lewat apotik. Caranya,
dari setiap resep dipotong Rp 10 untuk PBSI, tanpa menaikkan
harga obat. "Baru 7 apotik yang menyatakan kesediaan," tambah
Titus. "Targetnya, 20 apotik." Ditaksirnya tiap bulan rata-rata
tiap apotik menampung 2.500 resep.
Menjelang perebutan lambang supremasi bulutangkis beregu putera
di Jakarta Mei depan, PBSI membujuk Postel untuk mengeluarkan
seri perangko Piala Thomas 1979. Tanggal 24 Pebruari diedarkan
Sampul Hari Pertama dari perangko yang bernilai Rp 100 (dua
seri dan Rp 40 itu. Masing-masing seri dicetak 1,2 juta
eksemplar. Nilai seluruhnya Rp 288 juta. Dari jumlah ini, PBSI
mendapat 4%. "Kalau semua perangko itu terjual habis, maka PBSI
akan mengantongi Rp 11,5 juta," ujar Titus. "Menurut pengalaman,
tak pernah semua itu laku." Titus memperkirakan sedikitnya akan
terkeduk juga Rp 9 juta. Sebelum ini, Postel pernah menerbitkan
perangko turnamen Piala Thomas 1958, 1961, 1964, 1967, 197 an
1976. Yang absen adalah tahun 1970, ketika tim Indonesia merebut
kembali Piala Thomas dari Malaysia di Kuala Lumpur. Dalam seri
penerbitan 1973 dan 1976, PBSI mengantongi dana sebesar Rp 4,7
juta dan Rp 5,5 juta. Pada periode sebelumnya tak ada
pemotongan dana.
Untuk menggalakkan masyarakat supaya membantu dunia olahraga di
Indonesia, menurut Titus, masih susah. "Mereka umumnya hanya
tergugah oleh kasus-kasus yang menyentuh hati nurani," katanya
sambil mencontohkan sukses dompet amal Ni Nyoman Simpen, seorang
puteri keluarga miskin dari Bali yang menderita kelainan pada
matanya. "Apa perlu kita membalut muka Lim Swie King supaya
orang jatuh kasihan pada PBSI?
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini