APA kabar Universitas Huria Kristen latak Protestan (HKBP)
Nommensen? Sampai akhir Pebruari ini belum terdengar
pelaksanaan keputusan Muktamar Agung HKBP yang menyangkut nasib
rektor dan dewan pimpinan yayasan universitas yang berada di
Medan tersebut Malahan ada penjelasan yang dibuat oleh kuasa
rektor dan dewan pimpinan ayasan, pengacara Syarief Siregar SH,
di pertengahan Pebruari lalu. Isi penjelasan itu: tentang masih
sahnya rektor dan dewan pimpinan yayasan lama. Sebabnya: belum
ada SK pemberhentiannya.
A. E. Manihuruk, Ketua Yayasan yang ditunjuk Muktamar Agung
menggantikan M. L. Siagian, sempat dihubungi TEMPO. Komentarnya
tentang penjelasan kuasa rektor dan dewan pimpinan yayasan yang
lama cukup tegas. "Semuanya ada peraturan permainannya,"
katanya. "Menurut AD 1970, Universitas Nommensen itu bernaung di
bawah Yayasan. Dan pengangkatan serta pemberhentian rektor
berada di tangan ephorus, pimpinan tertinggi HKBP."
Juga dijelaskan Manihuruk, keputusan pemberhentian rektor lama
dan pengangkatan rektor baru sudah diturunkan oleh Ephorus Ds.
GHM Siahaan. Tinggal menunggu saat pelaksanaannya saja.
Sementara di Medan, pengacara Sjarief Siregar menjelaskan sikap
dewan pimpinan yayasan yang lama. "Apa pun yang dilakukan
Manihuruk, dewan pimpinan yang lama beserta anggotanya tetap
akan mempertahankan Pardede," katanya.
Tapi ada hal lain yang juga menjadi keputusan Muktamar Agung di
akhir Oktober lalu, Pebruari ini sama sekali selesai. Ini soal
Statuta Baru (SB) yang dibuat Pardede dan Ketua Yayasan M.L.
Siagian yang diresmikan oleh Departemen P & K, 31 Maret 1978.
Statuta itu menggantikan anggaran dasar Yayasan yang dibuat
1970. Rupanya ada pasal-pasal yang tidak bisa disepakati bersama
antara HKBP, Yayasan Universitas dan Universitas itu sendiri.
Dan agaknya juga soal ini: harta kekayaan Yayasan, dan soal
pengangkatan dan pemberhentian rektor.
Soal harta kekayaan Yayasan itu, dulu, dalam Anggaran Dasar (AD)
1970 diterangkan dengan jelas. Pasal 5 anggaran itu menyebutkan:
harta kekayaan Yayasan adalah semua "yang dipinjamkan oleh HKBP"
dan semua yang diperoleh oleh Yayasan dengan sah.
Dalam SB pasal 5, soal harta kekayaan itu menjadi kabur. Ada
penggantian redaksional dari "sebagai pinjaman dari HKBP"
menjadi "yang diasingkan oleh Pendiri menjadi milik Yayasan."
Mungkin penyusun Statuta Baru tidak menganggap soal itu penting.
Tapi dengan begitu dalam hal harta kekayaan, berdasar Statuta
Baru, HKBP bisa saja ditinggalkan oleh Yayasan kalau ada masalah
dengan harta kekayaan tersebut, tanpa ada hak HKBP ikut campur.
Sementara dalam AD 1970 jelasjelas harta kekayaan itu hak milik
HKBP yang hanya dipinjamkan kepada Yayasan.
Lalu soal pengangkatan dan pemberhentian rektor. Menurut SB yang
berhak mengangkat atau memberhentikan rektor adalah DP Yayasan.
Itulah sebabnya, baik Pardede atau M.L. Siagian, menganggap
keputusan Muktamar Agung tidak sah.
Tapi kini peta masalah sudah menjadi lain. Menteri P&K sendiri,
ikut campur awal Pebruari lalu. Dan 2 - 3 Pebruari ada pertemuan
di Jakarta antara Menteri P&K Daoed Joesoef, Pimpinan Tertinggi
HKBP Ephorus Ds. GHM Siahaan dan Dewan Pimpinan Yayasan
Universitas HKBP Nommensen -- baik yang ditunjuk maupun yang
diberhentikan oleh Muktamar Agung. Konon, pertemuan dua hari itu
berjalan seru. Namun akhirnya keluar juga keputusan Menteri P&K
3 Pebruari itu juga. Isinya mencabut SB, dan menganjurkan segera
dibentuknya statuta lagi dengan mengikut sertakan unsur-unsur
HKBP, Yayasannya dan Universitasnya. Juga dia memesan agar
mahasiswa Universitas Nommensen jangan dibawa-bawa.
Pada penutupan Orientasi Kerja Sama Akademik Indonesia-Perancis,
24 Pebruari di Bogor, kepada TEMPo Daoed Joesoef mengatakan
alasannya mencabut SB itu. Pada dasarnya, menurut Daoed, SB itu
tidak didukung oleh ketiga unsur yang sebenatnya saling
berhubungan erat HKBP, Yayasannya dan Universitasnya. Mengenai
soal pemberhentian rektor dan dewan pimpinan yayasan, menteri
beranggapan "Itu urusan mereka sendiri."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini