KESEJUKAN udara di Vila Coolibah di kawasan Cimacan, Jawa Barat, membuat Sidang Pengurus Paripurna (SPP) PSSI berjalan mulus. Tak ada kritik buat pengurus PSSI. Satu dua kritik yang terdengar umumnya tentang Galatama yang selalu ricuh itu. "Semua Komda bisa menerima laporan kerja dan pelaksanaan program kerja PSSI tahun lalu," ujar Boneh Mantari, wakil Komda Sumatera Barat. Sekitar 50 orang peserta sidang juga tetap segar sejak Sabtu lalu sampai SPP ditutup Senin kemarin, antara lain karena Coca-Cola dan kopi Parkita -- sponsor SPP kali ini -- bisa diteguk secara gratis semaunya. Sekretaris Umum PSSI Nugraha Besoes sembari tersenyum bilang, "You kan tahu sendiri, suasana PSSI sedang hangat, jadi kan pas kalau dipilih tempat ini." Pengurus PSSI menduga SPP kali ini akan ramai. Artinya, tak sekadar mengadakan evaluasi hasil kerja pengurus selama setahun, tapi juga mempertahankan berbagai hal yang belakangan terjadi. Misalnya, "dipecatnya" Acub Zainal sebagai manajer tim nasional -- Kardono memang membantah memecat. Acub juga menulis surat minta berhenti sebagai Ketua III PSSI, yang menurut Kardono, sudah disetujui SPP. "Tinggal buat SK-nya," kata Kardono. Acub memang tak hadir di SPP. Yang juga tak hadir adalah Sigit Harjoyudanto, Ketua I PSSI. Menurut Nugraha Besoes, Sigit Harjoyudanto tidak hadir karena sakit. Dugaan pengurus PSSI meleset. Masalah Acub memang mengundang kritikan. Ketua Komda Sulawesi Selatan Andi Unru menilai pengurus PSSI tak bijaksana memecat Acub. Andi Unru tegas-tegas mengatakan: Kepengurusan sekarang tak bisa lagi dipertahankan dalam kongres mendatang. Ia menilai, kepengurusan Kardono lebih mundur dari sebelumnya. Sayangnya, Andi Unru bicara di "luar panggung". Ia tidak datang ke SPP di Cimacan. "Buat apa saya datang kalau sekadar memperbaiki konsep yang dibuat dulu. Usul saya tak pernah ditanggapi," alasannya. Selain Unru, yang juga absen adalah Amru Daulay, Ketua Komda Sumatera Utara. Daulay memang tergolong barisan yang bersuara keras terhadap PSSI. Daulay menilai, penyebab ribut-ributnya PSSI adalah kurang terbukanya pengurus. Namun, kritik Unru dan Daulay segera ditangkis seorang pengurus teras PSSI. Sebagai Komda Sulawesi Selatan, Andi Unru dinilai tak berhasil, begitu pula dengan Amru Daulay di Sumatera Utara. "Kalau Unru berhasil, tentu Makassar Utama tidak bubar. Dan kalau Amru berhasil tentu ia tidak dipecat dari Medan Jaya," ujar pengurus yang keberatan disebut namanya ini. Yang disesalkannya, kedua Ketua Komda itu tak mau datang ke Cimacan. Ternyata, bukan hanya Unru dan Daulay yang absen. Komda IrJa, Kal-Teng, Kal-Sel, dan DKI Jaya juga tak hadir, dengan alasan yang berbeda-beda. Basofi Sudirman, Ketua Komda DKI Jaya, kabarnya, sibuk dengan rapat di Golkar. Kritik terhadap PSSI umumnya berasal dari "orang lapangan". Bekas pelatih nasional Berce Matulapelwa menilai Kardono kurang tegas menjalankan kepemimpinannya, sehingga organisasi tak pernah tenang. Bahkan Ronny Pattinasarani, pelatih Petrokimia Putra, menilai sudah waktunya PSSI dipimpin oleh orang swasta yang gila bola. Siapa? Ronny mencalonkan Sigit Harjoyudanto. Tapi SPP tak membahas soal calon ketua umum. Peserta SPP lebih tertarik memberi usulan soal-soal organisasi dan pertandingan. Misalnya, pembentukan klub Divisi Utama Perserikatan. Selama ini, setiap tahun memang ada kompetisi klub divisi utama yang diikuti 16 klub dari seluruh daerah. Begitu kompetisi bubar, pemain pun pulang kampung, dan menjelang kompetisi, baru berlatih lagi. Klub juara pun harus bertanding dari bawah lagi. Diusulkan, 16 besar tadi masuk divisi utama, yang lain bertanding di divisi di bawahnya. Usulan lain, agar dalam Pekan Olahraga Nasional hanya pemain amatir yang boleh bertanding. Pemain Galatama dilarang. "Ini agar kompetisi Galatama tidak terganggu," ujar Drs. Sumaryoto, Ketua Komda Ja-Teng. Usulan ini disetujui SPP. Ada usul tentang kompetisi Perserikatan. Kalau selama ini diikuti 12 bond, maka akan diusulkan untuk ditambah pesertanya jadi 16 bond. Namun, tak terdengar ada usulan atau kajian yang mendasar tentang "universitas" sepak bola Indonesia itu: apakah Perserikatan dan Galatama. Yang mana sebenarnya layak jadi wadah puncak pembinaan prestasi sepak bola Indonesia? Selama ini disebut-sebut Galatama. Tapi ada bukti, Galatama tak selalu lebih kuat. Juara Galatama Pelita Jaya bisa ditundukkan juara Perserikatan, Persebaya. Kenyataan pahit lainnya, sebagian besar pertandingan Galatama diwarnai keributan. Toriq Hadad, Iwan Q.H., dan Bambang H.S.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini