Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Daya Tarik Lumbung Duit

1 Juni 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KESALAHAN antisipasi yang dilakukan kiper Juventus, Gianluigi Buffon, pekan lalu mahal harganya. Gara-gara dia salah menyongsong bola tendangan penalti, klub "Zebra" gagal menangguk hadiah sebesar 10 juta franc Swiss atau sekitar Rp 64 miliar. Duit dari Liga Champions ini jatuh ke lawannya, AC Milan, yang sekaligus meraih gelar juara. Sebagai runner-up, Juventus mesti puas mengantongi bonus sekitar Rp 38 miliar. Liga Champions memang seperti lumbung duit. Menjelang babak penyisihan saja, setiap klub sudah mendapatkan uang Rp 16 miliar. Kian melaju sebuah klub, uang yang didapatkannya semakin banyak pula. Tiap kali bermain, setiap klub diberi imbalan Rp 3,2 miliar. Ketika memasuki babak perempat final, kedelapan tim yang lolos mendapat bonus sekitar Rp 25,6 miliar dari Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA). Wajarkah angka-angka itu? Tak perlu pusing-pusing memikirkannya. Menurut Rogan Taylor, Kepala Penelitian Sepak Bola di Universitas Liverpool, Inggris, pemain sepak bola memang selalu mendapatkan uang yang lebih besar ketimbang pekerja. "Di zaman ini, sepak bola telah menjadi bahasa yang global. Pihak sponsor ingin mengiklankan produknya melalui bahasa yang dipahami orang di seluruh dunia dengan mudah," kata Taylor. Selain dari iklan, pemasukan yang besar didapatkan dari hak siar televisi. Hanya, ada kemungkinan hadiah yang ditaburkan dalam Liga Champions bakal berkurang musim depan. Soalnya, UEFA akan mengubah format kejuaraan bergengsi ini menjadi lebih sederhana. Di babak penyisihan kedua, 16 peserta tidak lagi harus menguras banyak tenaga dengan mengikuti jadwal pertandingan yang ketat lewat sistem kompetisi. Di babak ini akan diberlakukan sistem gugur, sehingga lebih cepat selesai. Keputusan ini diambil tahun lalu, setelah UEFA mendapatkan masukan soal buruknya permainan para bintang dalam Piala Dunia 2002 di Korea dan Jepang. Diduga semua itu gara-gara fisik pemain terlalu dikuras dalam kompetisi liga di tiap negara dan Liga Champions. Konsekuensinya? Duit yang dibagikan kepada peserta Liga Champions bakal berkurang. Itu terjadi karena kontrak UEFA dengan pihak televisi direvisi lagi. Dengan format baru, UEFA memperkirakan pihak televisi akan mengurangi setorannya sekitar Rp 1,6 triliun. Jadi, dana yang didapat Liga Champions dari penjualan hak siar cuma sekitar Rp 4,8 triliun. Padahal selama ini mereka bisa mengeruk sampai Rp 6,4 triliun. "Ini merupakan salah satu bentuk normalisasi," kata Ketua Eksekutif UEFA, Gerhard Aigner. Kendati begitu, Liga Champions tak bakal kehilangan daya tarik. Apalagi UEFA dikabarkan masih menyimpan duit cadangan sebesar 115 juta poundsterling. Ini masih cukup untuk memikat 76 klub dari berbagai negara di daratan Eropa yang akan berlaga di Liga Champions musim 2003-2004. IB

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus