Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tindakan kekerasan dan teror dalam penyerangan di kantor Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Selasa lalu adalah buah dari perkawinan gejala fasisme dan kepicikan pelakunya. Isunya adalah pro dan kontra operasi militer di Aceh. Ruangan dan perabot kantor dihancurkan, pengurusnya diancam, dirampas kemerdekaannya, dihina, dan dianiaya. Polisi yang menyaksikan tidak berkutik mencegahnya.
Semua keberingasan itu dilakukan oleh gerombolan yang terdiri dari puluhan anggota Pemuda Panca Marga, organisasi kumpulan keluarga bekas tentara. Mereka berseragam mirip militer, lalu mengamuk atas nama nasionalisme yang dimilikinya. Yang dibela adalah negara, yang diserang adalah yang dituduh tidak mencintai bangsa sendiri.
Penyerangan yang direkam langsung kamera televisi itu menunjukkan pemandangan yang rusuh dan jelek. Dengan ancaman kekerasan, Ketua Kontras dipaksa menyanyikan Indonesia Raya dan dipukul ketika dalam ketakutan dia keliru mengucapkan sebagian baitnya. Tak hafal lagu kebangsaan berarti tidak patriotik, berdosa pada negara, sehingga harus dihukum gebuk dan tendang.
Sasaran gerombolan adalah Munir, pendiri dan mantan Ketua Kontras, yang sebetulnya tidak berkantor di tempat itu. Secara terbuka Munir mengkritik operasi militer di Aceh sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia, yang mempersulit kemungkinan damai di Aceh di masa datang. Pendapat ini membuat jengkel mereka—termasuk pemimpin TNI—yang menuntut dukungan penuh bagi operasi penumpasan pemberontakan GAM. Munir dinilai tidak setia pada perjuangan bangsa, karena itu omongannya harus dikoreksi.
Koreksi pada Munir juga perlu dikoreksi. Mula-mula harus dikatakan, niat apa pun yang dijalankan dengan cara melanggar hukum mutlak harus disalahkan. Yang ilegal dan terlarang bukanlah patriotik. Beramai-ramai merusak barang dan melakukan kekerasan pada orang secara terbuka, seperti terjadi di kantor Kontras itu, tergolong kejahatan yang diancam hukuman penjara sampai lima tahun lebih. Polisi tak usah melirik ke kiri-kanan lagi, undang-undang harus ditegakkan.
Bukan saja pelanggaran yang kita saksikan melalui televisi, tapi penegak hukum yang lumpuh tak berdaya di depan kejahatan yang berlangsung saat itu. Alasannya ialah jumlah polisi yang ada kalah jauh dari jumlah perusuh. Padahal soalnya bukan mengenai kegagalan, karena tak terlihat usaha mencoba sebelum tidak berhasil. Apakah karena termasuk jadi sasaran kritik Munir maka polisi tak mau, atau ragu-ragu, menjalankan fungsinya dengan tidak memihak?
Masalah lainnya ialah tentang kekeliruan dalam menanggapi kritik dan beda pendapat. Mungkin ada yang menyangka bahwa kritik Munir salah karena negara sedang memerangi pemberontak, dan kebebasan berpendapat seharusnya diarahkan untuk tidak melemahkan posisi pemerintah. Wajar jika pemerintah mengharapkan dukungan bagi kebijakannya dari semua pihak.
Namun, pendapat yang berlainan bukan berarti sabotase. Kritik Munir, misalnya, bisa tergolong berdasarkan kepentingan bangsa juga, yang mencoba menyelesaikan soal Aceh dengan cara yang menurut pendapatnya lebih damai dan bertanggung jawab. Bertentangan pendapat dengan kekuasaan tidak seyogianya membuat seseorang berada di luar hukum. Kebebasan justru harus lebih dihargai di masa krisis atau perang. Sebab, sebuah perang hanya bisa memperoleh pembenaran bila mendapat dukungan rakyat yang tulen, yang ada kalau diberikan secara bebas, tanpa paksaan.
Teranglah pemaksaan seperti yang dilakukan Pemuda Panca Marga itu justru menyulitkan dukungan moral bagi operasi militer di Aceh. Apa pun keterangannya tentang mengapa mereka melakukan tindakan anarkis—merasa kuat karena berlindung di balik organisasi gaya militer, atau didorong wawasan sayap kanan yang sempit—kekerasan yang mereka lakukan harus dikutuk dan diproses secara hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo