Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Di Bawah Naungan Ka'bah

Dua bekas jenderal masuk kepengurusan PPP. Memperbesar kans suara Partai Ka'bah?

1 Juni 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PARTAI Ka'bah memulai tradisi anyar: memasukkan dua bekas jenderal sebagai awak baru kepengurusan partai yang berdiri tahun 1973 ini. Dua jenderal itu adalah Muhammad Yunus Yosfiah, 59 tahun, Menteri Penerangan di era kepresidenan Bacharuddin Jusuf Habibie, yang terpilih sebagai Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan. Satu lagi adalah Muhammad Andi Ghalib, 57 tahun, Jaksa Agung era Habibie, yang naik ke pentas PPP sebagai salah satu ketua. Keduanya akan mendampingi Hamzah Haz, yang kembali terpilih sebagai Ketua Umum PPP dalam muktamar partai itu, Jumat dua pekan lalu di Jakarta. Muktamar ini ditandai dengan "masuk gudang"-nya dua kader lama yang berpengaruh masuk dalam kepengurusan: Bachtiar Chamsyah dan M. Husni Thamrin. Bachtiar, sekarang Menteri Sosial, karena usulnya tentang sejumlah nama di kepengurusan ditolak, akhirnya menampik masuk dalam kepengurusan sampai 2008 nanti. Kepengurusan baru itu jelas semakin "meriah". Sebelumnya, partai hasil fusi golongan spiritual ini hanya menjaring para kiai dan aktivis Islam dari unsur pembentuknya—Partai Muslimin Indonesia, Partai Sarikat Islam Indonesia, Nahdlatul Ulama, Persatuan Tarbiyah Islamiyah—tapi kini para pensiunan tentara mulai dijaring. Dan tradisi baru ini sudah dimulai sejak dua tahun lalu. Ketika itu, pertengahan Maret 2001, sebuah pertemuan penting diselenggarakan. Yunus, yang berpangkat terakhir letnan jenderal, dan sejumlah bekas jenderal seperti A.M. Ghalib, Mayjen Muchlis Anwar (bekas Asisten Personalia KSAD), Mayjen Amir Syarifuddin (bekas Kepala Pusat Penerangan TNI), Mayjen Noor Aman (bekas Gubernur Akademi Militer), menghadiri pertemuan dengan Hamzah Haz dan para petinggi PPP di Hotel Crown Plaza, Jakarta. Pertemuan itu, menurut Yunus, menandai awal dia bergabung dengan PPP. Jenderal yang berjasa mendorong kemerdekaan pers ini, dan juga sejumlah jenderal lain, menerima kartu anggota dalam acara ulang tahun PPP ke-29 di Surabaya, Januari 2002. Sejak itu Yunus rajin mendatangi para pengurus partai di Lembang, Jepara, Solo, Sukoharjo, Makassar, Gorontalo, Manado, Pekanbaru, dan kota-kota di Jawa Barat. Jenderal ini mengaku terpikat akan PPP karena ini partai Islam terbesar dan memperjuangkan penerapan syariat Islam. Bagaimana Ghalib? Menurut Ali Marwan Hanan, salah satu Wakil Ketua PPP sekarang, Ghalib juga aktif mengikuti kegiatan Partai, termasuk kunjungan ke daerah. "Mereka proaktif sekali," kata Ali Marwan Hanan kepada Danto dari Tempo News Room. Ghalib memang tokoh yang aktif dalam banyak kegiatan olahraga dan sosial. Dia sering menjadi kepala berita media massa semasa dia menjabat Jaksa Agung. Salah satunya adalah ketika Indonesia Corruption Watch menengarai adanya sejumlah "sumbangan" dari kalangan pengusaha untuk Persatuan Gulat Seluruh Indonesia yang dipimpinnya. Sumbangan itu diduga adalah suap. Jaksa Agung Ghalib sempat non-aktif selama kasus ini diperiksa Puspom TNI—sebelum dia akhirnya dinyatakan bahwa belum cukup bukti awal untuk membenarkan dugaan suap yang dilakukan Jaksa Agung. Sejumlah dana besar yang masuk ke rekening yang diperiksa dinyatakan dipakai untuk mendukung kegiatan Persatuan Gulat Seluruh Indonesia. Ghalib bebas dan kini ia terjun ke dunia politik. Dan tidak meleset benar jika ia memilih PPP. Dalam Pemilu 1999, PPP meraup 10,7 persen suara secara nasional, dan perolehan kursi di DPR 12,55 persen. Perolehan itu terbanyak di antara partai-partai berlabel Islam, namun masih di bawah Partai Kebangkitan Bangsa. Tantangan PPP dalam Pemilu 2004 memang cukup berat. Partai itu belakangan digerogoti perpecahan. Zainuddin MZ, ustad yang dikenal sebagai dai sejuta umat, hengkang dari PPP dan mendirikan PPP Reformasi. Mungkin para jenderal ini diharapkan menjadi vote-getter yang cukup andal, mengingat keduanya memang populer di Indonesia Timur. Usamah Hisyam, bekas anggota DPR dari PPP yang banyak berperan dalam merekrut para jenderal itu, mengakui bahwa popularitas para jenderal ini bisa jadi aset penting bagi partainya untuk mendongkrak suara. "Diakui atau tidak, figur mereka mewakili Indonesia Timur," kata Usamah. Yunus dan Ghalib memang dari Sulawesi Selatan. Cita-cita ini klop saja dengan niat Yunus. "Tak ada agenda lain. Saya benar-benar ingin membesarkan partai ini," katanya. Sebuah usaha yang tidak mudah, Jenderal.... K.M.N., Multazam, Tomi Lebang

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus