RIBUAN orang yang berjejer di sepanjang jalan raya Champs Elysees Paris, Ahad lalu, sempat terI lana ketika pembalap sepeda andalan Amerika Serikat, Greg LeMond, tiba-tiba melesat mencapai garis finis, dan sekaligus membungkam harapan pembalap tuan rumah, Laurent Fignon, menjuarai Tour de France 1989. Kemenangan LeMond di arena balap sepeda paling bergengsi di dunia itu memukau karena selisih waktu tempuh antara juara pertama dan juara kedua hanya delapan detik. Tak heran bila pemuja-pemuja Fignon, baik yang berdiri di Champ Elysees maupun yang menyaksikan lewat televisi, seperti tak yakin dengan kekalahan pembalap pujaan mereka itu. Apalagi Fignon, yang memasuki etape terakhir dengan mengenakan kaus berwarna kuning, tanda memimpin klasemen umum, sebelumnya sudah unggul 50 detik dari LeMond. Bahkan, ketika pembalap-pembalap tangguh dari seantero dunia itu mulai mengayuh sepedanya dari Versailles menuju Paris, banyak yang sudah meramalkan kemenangan Fignon. Ternyata, perjuangan berat Fignon selama 23 hari itu - menempuh jarak 3.215 km di tiga negara: Luksemburg, Belgia, dan Prancis - mencapai antiklimaks pada saat ia mengenakan kaus kuning dan melaju di depan pemuja-pemujanya. Sepanjang delapan dekade sejarah penyelenggaraan Tour de France, baru tahun ini pula seorang juara mengungguli lawan dengan selisih waktu begitu ketat. Sebelumnya selisih waktu terpendek antara juara pertama dan juara kedua tercatat ketika pembalap Belanda, Jan Janssen, melesat ke finis 38 detik lebih cepat dari kampiun Belgia, Herman van Springel, pada 1968. Fignon, yang sudah unggul hampir satu menit dari saingan terdekatnya, seperti terlena oleh selisih waktu yang dikantunginya memasuki etape terakhir berjarak 24,5 km itu. Sebaliknya lawan. LeMond, yang mengenakan helm aerodinamis, justru mengayuh habis-habisan pada etape terakhir. Ia mencatat waktu tempuh yang fantastis: 26 menit dan 57 detik - ini berarti ia mengembangkan kecepatan rata-rata hampir 60 km per jam. "Ada angin buntut yang mendorong laju sepeda saya," katanya. LeMond tak menyangka bisa mengayuh pedal sepedanya selaju itu. Pada etape terakhir Versailles-Paris, lomba berlangsung dengan sisten Individual Time Trial (ITT) -- masing-masing berlomba untuk mencatat waktu terbaik secara sendirian, karena mereka tidak dilepas bersamaan dari garis start. Nomor adu cepat ini tentu saja menguntungkan LeMond. Ia adalah pembalap spesialis ITT. Tak heran bila pada jarak tempuh 18 km saja LeMond sudah unggul 35 detik dari Fignon. Sesudah para pembalap melewati Menara Eiffel, dan kemudian masuk ke jalan raya Champs Elysees, selisih waktu tempuh LeMond dengan Fignon makin jauh: 45 detik. Beberapa ratus meter menjelang garis finis, LeMond, yang berasal dari California itu, malah makin gila-gilaan memacu sepedanya. Tiba di finis,Fignon tercecer hampir satu menit di belakang. Tahu catatan waktu tempuhnya tak bakal tersaingi lawan, setiba di garis finis LeMond langsung meloncat-loncat kegirangan. Tapi, sewaktu para pemenang berdiri di podium untuk menerima hadiah, LeMond, yang menerima selembar cek US$ 80.000, tak banyak omong. Ia cuma melirik ke arah Fignon. "Apa yang harus saya katakan kepadanya? Saya juga bisa merasakan bagaimana sakitnya kalau kalah cuma delapan detik," katanya. LeMond menyebut kemenangannya dalam Tour de France 1989 ini merupakan kemenangan paling manis yang pernah dialaminya. Tak henti-hentinya ia menciumi anaknya, Geoffrey, 5 tahun, yang berada dalam gendongannya. Sementara itu, istrinya, Kathy, sudah menyiapkan acara khusus untuk merayakan kemenangan suaminya. "Kami akan berdansa sepanjang malam," katanya. Tak ada yang menyangka LeMond bakal bisa menjadi juara balap sepeda paling berat di dunia ini. Tidak heran jika namanya, sekalipun ia juara Tour de France 1986, tak ditemui dalam daftar favorit pemenang. "Untuk menjadi pemenang, rasanya seperti mimpi saja," tutur LeMond. Targetnya semula cuma masuk 20 Besar. Masuk akal kalau LeMond tak bermimpi jadi juara tahun ini. Soalnya, April 1987, ia mengalami cedera kaki. Itu terjadi ketika ia berburu kalkun di hutan California. Kaki LeMond tertembak oleh senapan kakak iparnya sendiri. Akibat peristiwa itu, karier LeMond, orang Amerika pertama yang menjuarai Tour de France, sebagai pembalap sepeda hampir berakhir. Tahun 1987 dan 1988 LeMond absen dari lomba balap sepeda terkemuka itu. Ada yang menganggap kemenangan LeMond pada 1986 sebagai hadiah dari Bernard Hinault, juara Tour de France 5 kali. Soalnya, setahun sebelumnya, LeMond, yang tergabung dalam klub La Vie Claire, sempat melicinkan jalan bagi Hinault ke tangga juara. Maka, tahun berikutnya giliran Hinault yang membuka jalan kemenangan bagi LeMond. Tahun ini Hinault sudah tak ikut. Kemenangan LeMond kali ini sekaligus menghapus keraguan para pecinta balap sepeda atas prestasinya. "Dulu banyak yang bilang, kemenangan saya dibantu oleh Hinault. Tapi sekarang adalah kemenangan saya sendiri," katanya. Bagaimana dengan Fignon? Begitu tiba di finis, ia menangis tersedu-sedan. Istrinya, Nathalie, tampak berusaha membujuknya. Baru setelah reda dari tangisnya, Fignon berkata tentang penyebab kegagalannya. "Saya menderita sakit di pantat," katanya. Tahun lalu Fignon, juara Tour de France 1982 dan 1983, juga gagal meraih kemenangan karena perutnya terserang penyakit cacing pita ketika lomba sedang berlangsung.Ahmed K. Soeriawidjaja
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini