Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kesehatan

Kontrol? dendanya Rp 25

Pemerintah sedang menyiapkan peraturan pengontrolan minuman beralkohol. produksi, distribusi & perdagangannya akan dikendalikan. ancaman alkohol ditentukan bagaimana cara mengkonsumsinya.

29 Juli 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI mana pun juga, minuman beralkohol diakui punya dampak negatif. Karena itu, di berbagai negara. undang-undang untuk mengontrol produksi, distribusi, dan penggunaannya senantiasa ketat. Sebaliknya, di negeri ini, kontrol itu masih sangat longgar . Sanksi hukum bagi penyalahgunaan alkohol. yang tercantum dalam KUHP (disinggung pada pasal 492), hanya menetapkan ancaman denda Rp 25. 2 Sementara itu. ketetapan yang mengatur suplai alkohol masih terpencar-pencar dan tidak berakar pada sebuah kebijaksanaan yang terpadu. Maka, tidak aneh bila Departemen Perindustrian dan Departemen Perdagangan, yang mengatur produksi dan distribusi minuman ini, melihatnya sebagai komoditi semata-mata. Ketetapan yang relatif ketat adalah perl aturan mengenai produksi yang dikeluarkan Departemen Kesehatan. Namun, peraturan ini tidak mempunyai pengaruh terlampau besar. Dampak negatif minuman beralkohol tidak terletak pada kadar alkohol yang dikandungnya saja - tidak seperti obat keras yang berbahaya bila diminum berlebihan. Ancaman alkohol lebih banyak ditentukan oleh cara bagaimana minuman itu dikonsumsi, dan pengaruhnya pada perilaku si peminum. Inilah pangkal penyalahgunaan minuman beralkohol, yang harus selalu dikontrol. Masalah dampak minuman keras tidak bisa dilepaskan dari pengontrolan alkohol secara umum. Termasuk pengaruhnya pada perilaku pengemudi. Sejauh ini. memang belum ada data statistik yang menunjukkan bahaya pengaruh alkohol di jalan raya. Namun, dilihat dari sektor perdagangan dan distribusi. indikatornya lebih nyata. Minuman ini, misalnya, dijual di arungwarung pemberhentian truk dan kendaraan umum. Sangat mengerikan bila sopir kendaran umum mengemudikan kendaraannya di bawah pengaruh alkohol. Di terminal Sambu, Medan - khusus buat pemberhentian bis mini selain minuman tradisional tuak, juga dijajakan bir. Dan yang lebih mencemaskan, di sana berjajar pula kamput, minuman beralkohol yang sangat keras. Minuman dengan merk Kambing Putih ini diproduksi tanpa izin. Di pos peristirahatan bis Surabaya-Jakarta, di Tuban, Jawa Timur, dijual pula minuman keras yang murah. Minuman ini dibuat dari air nira yang diawetkan. "Biasanya kami beli sekalian satu jeriken kecil, isi 5 liter," kata seorang sopir bis di sana. Pemandangan yang sama juga bisa ditemukan di pangkalan Tambak Rejo, Surabaya. Di sini dijual jenewer, minuman keras yang juga diproduksi tanpa lazim. Untung, masih ada kesadaran di kalangan para sopir untuk tidak minum ketika bertugas. "Itu adalah perbuatan gendeng, kata seorang sopir bis di Tambak lejo. Di beberapa terminal di Bandung, bahkan ada ketentuan yang menetapkan bahwa seorang sopir baru boleh nenggak pada masa istirahat yang lebih dari satu hari. Peraturan ini dibuat oleh pemilik bis. Kendati dampaknya belum tcrlihat. semua kenyataan itu tergolong mengkhawatirkan. Karena itu, menurllt sebuah sumber TEMPO, Pemerintah khli sedang menyiapkan pengontrolan minuman beralkohol secara umum, dalam bentuk peraturan pemerintah (PP). "Pertemuan interdepartemental sudah dilakukan, dan lini rancangan PP itu sudah ada di Sekretariat Kabinet," kata sumber itu. Peraturan ini. setelah disetujui DPR, akan menjadi induk untuk semua peraturan yang mengontrol alkohol . Dalam rancangan PP itu, minuman beralkohol dibagi dalam tiga kelompok. Golongan A (mengandung 1-5 % alkoholi, B (5-20 %), dan C (20-55%). Sumber TkMPC) itu mengutarakan, selain produksi, distribusi dan perdagangannya juga akan dikendalikan. Jadi, tidak ada alasan lagi di departemen mana pun untuk melihat minuman ini sebagai komoditi saja. Di obyek pariwisata penjualannya barangkali lebih dilonggarkan. "Tapi di tempat-tempat tertentu pengawasan akan lebih ketat, tcrmasuk pengiklanannya." Memang sudah waktunya PP ini dikeluarkan. Dan kita cuma bisa mengharap, moga-moga rancangan PP itu tidak "menguap" di laci Sekkab. Jis & biro-biro

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum