GINTONG Alay (persembahan emas) adalah proyek Filipina untuk
meningkatkan prestasi olahraga. Direkturnya, Michael Marcos
Keon, kemanakan Presiden Marcos, mengatakan Philipina
benar-benar serius untuk merebut medali emas sebanyak mungkin
dalam SEA Games Xl di Manila, Desember 1981.
Dalam Kejuaraan Atletik ASEAN (27 -28 September) di Senayan,
Jakarta, Malaysia masih memboyong Piala Presiden Suharto. Namun
tim manajer Malaysia, Syed Mohammad, berkata: "Filipina harus
diperhitungkan di SEA Games." Datang dengan 24 atlet, Filipina
menjuarai 6 nomor dan 7 runner-up dari 21 nomor yang
dipertandingkan.
Proyek Gintong Alay baru berjalan enam bulan. Biaya diperolehnya
dari pemerintahan Marcos sebesar 10 juta peso (Rp 850 juta) per
bulan. "Biaya itu bukan hanya untuk atletik, tapi juga sport
lain seperti tinju, tennis meja dan senam," kata Keon, 28 tahun,
yang pernah jadi pelari 800 m dan 1.500 m sewaktu masih kuliah
di 'IKIP' Manila, 6-8 tahun silam.
Dalam Kejuaraan ASEAN I lewat pengumpulan angka (lima untuk
juara, selanjutnya berturut-turut empat, tiga, dua, dan satu
untuk runner-up), Filipina unggul di lari gawang putri 400 m,
lempar cakram putri, lari 200 m putri, 400 m putri dan 400 m
gawang putra. Atletnya yang paling menyolok ialah Lydia de Vega
(16 tahun), juara lari 400 m dan 200 m putri.
Namun keunggulan Filipina belum dapat dipastikan dalam SEA
Games, karena jago-jago dari Birma seperti Than Than tidak turut
dalam Kejuaraan ASEAN. Sedangkan Malaysia baru mencoba atlet
muda.
Malaysia tidak menampilkan Marina Chin, Gladys Chai, Saik Ok Cum
-- para atlet putrinya yang hebat, tapi mengumpulkan angka 8o.
Sstu-satunya putri Malaysia yang berpengalaman ialah V. Angamah,
juara 800 m dan runner-up 400 m. Atlet-atlet putranya, M. Raju
(1500 m, 800 m) dan Rabuan Pit (400 m, 200 m) belum terkalahkan.
Bibit-bibit mudanya menolong dalam pengumpulan angka 4 atau 3.
"Kami sengaja menampilkan bibit muda untuk persiapan mengganti
yang akan pensiun," kata Syed Mohammad.
Merosot
Prestasi Malaysia sesungguhnya tidak maju banyak. Juara lari
5.000 m, Govindan Krishnan, memang meninggalkan Yan Imang
(Indonesia) dan Jagtar Singh (Singapura) hampir satu lap ke
finish. Tapi juara sebenarnya untuk nomor ini di SEA Games
adalah Ko Ko dan Aung Soe Khaing dari Birma. Paling tidak
prestasi Krishnan (14:52.11 detik) kali ini mendekati prestasi
para pelari Birma itu (14:46,41 dan 14:49,72 detik).
Para atlet Indonesia yang berprestasi dalam Kejuaraan Nasional
-- satu minggu sebelumnya -- malah merosot. Suwignyo
yang baru menciptakan rekor lompat tinggi 199 cm di Kejurnas,
misalnya kalah bersaing dengan pelompat Phlipina di ketinggian
198 cm. Starlet berlari lebih lambat 1,10 detik. Sprinter
Jeffrey Matahelemual yang baru saja berprestasi 10.54 detik
untuk lari l00 m memang bertekad mengalahkan Suchart
Jaesuraparp. Justru dia lebih mundur di sini dengan hasil 10.70
detik, mengulangi prestasiya di SEA Games 1979.
Satu-satunya atlet Indonesia yang jadi juara ialah Widiastuti
untuk nomor lompat jauh, walaupun prestasinya 5,48 m, dibanding
5,55 m yang dicapainya dalam Kejurnas.
Nasib tuan rumah Indonesia toh tidak terlalu buruk dengan
mengumpulkan angka 73, kalah satu angka dari Philipina dan
unggul satu angka dari Thailand.
Thailand sudah mengirimkan atlet-atletnya berlatih tiga bulan di
Jerman Barat, namun regunya mencapai urutan ke-4. Beberapa
jam sebelum kejuaraan ini berlangsung, manajer tim Siroj
Piansakul yakin sekali regunya akan merebut Piala Suharto.
"Paling sedikit beberapa rekor ASEAN akan kami pecahkan,"
katanya semula.
Nyatanya Suchart cuma mengulang prestasinya tahun lalu, 10.50
detik untuk lari 100 m. Pelompat tinggi putri, Vanipa
Sangsawang, kali ini jadi juara 168 cm karena juara SEA Games,
Gladys Chai dari Malaysia sudah pensiun. Prapant Srisathorn jadi
juara lompat jauh (7,39 m) karena juara dari Birma, Thant Zin
(7,51 m) tidak ada. Purch Jeoddee memang berhasil melempar
cakram 4 m lebih jauh dari prestasinya di SEA Games lalu
(61,78 m) tapi belum menyamai hasil juara SEA Games dari
Malaysia, Ballang Lasung (70,96 m) yang kali ini diwakili
atlet muda George Seluku.
Cuma pelari putrinya, Usanee Loupinkarn, berhasil memecahkan
rekor baru di lari 100 m. Waktunya 11.84 detik, lebih tajam 0.06
detik dari rekornya sendiri di SEA Games 1979. Tapi sehari
sebelumnya, Usanee menangis tersedu-sedu karena dikalahkan
pelari Philipina, Lydia de Vega pada nomor 200 m. Prestasinya
(25,18 detik) lebih cepat 0.26 detik tapi Lydia unggul, dengan
hasil 24.53 detik.
Kontingen Singapura nampaknya masih adem-ayem. Andalannya masih
pada pelari l.500 m putri, K. Jayamani. Negara dagang ini
menduduki urutan ke-5 dengan mengumpulkan angka 43, hampir
separuh di bawah hasil Malaysla.
Walaupun dalam kejuaraan ini belum banyak prestasi ditingkatkan,
masing-masing negara sudah bisa membaca bagaimana persiapan
lawan, khususnya tuan rumah SEA Games 1981 di Manila.
Setidaknya, menurut Ketua PASI, Bob Hasan, kejuaraan ini yang
diadakan dua tahun sekali bertujuan membantu meningkatkan mutu
atletik kawasan Asia Tenggara. "Kita sudah sangat ketinggalan
dibandingkan prestasi internasional," katanya. Tahun 1982
Malaysia akan menjadi tuan rumah kejuaraan ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini