Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Di kolam keruh tanpa rekor nasional

Dari klub tirta taruna jakarta, bintang baru (ku iv) yang memecahkan rekor dalam kejuaraan renang ku di semarang. (or)

8 Januari 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KEJUARAAN renang kelompok umur (KU) antarklub se Indonesia di ujung 1982 berlimpah peserta. Tak kurang dari 800 perenang dibawa oleh 58 klub terjun ke kolam Taman Ria Tugu Semarang, 27-29 Desember lalu. Tapi dari sekian banyak peserta kejuaraan V ini, tak seorang pun menghasilkan rekor nasional baru --bahkan rekor kelompok umur pun sangat tipis. Arena pertandingan tampaknya memang kurang memadai, bahkan ketinggalan zaman. Panitia atau pemilik kolam agaknya lupa pada hukum Archimedes, sehingga tembok-tembok kolam dengan leluasa mengembalikan tekanan air yang terdorong para perenang. Tidak ada pelampung pengontrol gelombang di tepi kolam. Lintasan yang ada pun hanya 6 -- mestinya 8. Keadaan itu cukup mengecewakan dan sekaligus menghambat prestasi para peserta. Rekor-rekor baru sebenarnya diharapkan dari para perenang nasional yang ikut Asian Games India. Tapi ternyata di kolam renang di Semarang tak seorang pun yang membuat kejutan. Cuma 5 rekor KU berhasil dicatat resmi panitia. Dari para perenang putra, cuma di KU III (11-12 tahun) ada pemecahan rekor 1 menit 06,90 detik untuk 100 m gaya kupu-kupu -- sebelumnya 1:08,24 atas nama Katarinus Aligita Budiman. Rekor satu-satunya ini dibuat oleh Katarinus, perenang klub Cucut dari kolam Grogol (Jakarta) yang pernah memecahkan 9 rekor sekaligus pada debut internasionalnya di Manila November 1981 dalam KU Asia Tenggara. Katarinus, 12 tahun, yang senang nonton film silat, semula berlatih di klub Kusuma Harapan (KH) yang dikelola oleh ayahnya sendiri, seorang pengusaha angkutan truk dan mobil antarjemput anak sekolah. Tapi klub sang ayah ia tinggalkan. "Pelatih berpendidikan yang mengenal kejiwaan atlet merupakan unsur penting bagi pembinaan," kata ayah Katarinus sebagai alasan Katarinus hijrah ke klub Cucut. Dari klub Cucut ini, perenang nasional putri, Pauline Wiwie, juga menciptakan rekor baru 2:34,85 detik pada nomor 200 m gaya punggung di KU II (1314 tahun) -- sebelumnya 2: 35,20 atas namanya sendiri. Prestasinya di Semarang yang menghasilkan medali emas sekaligus mencatatkan namanya sebagai pemecah rekor, sebenarnya lebih jelek 02,02 detik dari catatan waktunya di Asian Games IX. Di India Pauline Wiwie bertanding di final 200 m gaya punggung putri dengan waktu 2:32,83 detik -- dan tak membuahkan medali apa pun karena berada di urutan ke-6. Seperti Wiwie, Elfira Rosa Nasution juga mencatat rekor KU dan meraih medali emas di Semarang walaupun prestasinya di bawah penampilannya di New Delhi. Anak Raja Nasution, pelatih renang asal Medan yang kini menetap di Jambi ini, gugur pada babak penyisihan AG dengan waktu 4:44,11 detik. Di Semarang dengan waktu 4: 50,3 detik ia meraih medali emas dan mencatat rekor baru atas namanya sendiri untuk 400 m gaya bebas putri KU III. Selain itu ia juga mencatat rekor baru 2:39,70 detik di nomor 200 m gaya punggung -- sebelumnya 2:42,60 atas nama Pauline Wiwie. Saingan Elfira di KU III ini, Raini Maria Awuy dari klub Baruna Jakarta, juga memperbaiki rekor 100 m gaya dada dengan waktu 2:53,77 detik rekor lama 2:55,79 atas nama Musafarah Julriansyah, Jakarta. Raini sejak kecil memang berbakat di gaya dada. Rekornya di KU IV gaya dada belum terpecahkan sejak kejurnas 1980. Satu-satunya bintang baru yang mencuat dari kolam yang keruh karena tak pernah dibersihkan selama kejuaraan di Semarang ini, adalah Irina S. Karyono dari klub Tirta Taruna Jakarta. Irina yang biasa berlatih 12 kali seminggu (berenang 7.000-10.000 meter setiap latihan) datang ke Semarang dengan ambisi bukan cuma menyumbangkan angka tinggi dan medali emas untuk klubnya, tapi terutama mencatatkan dirinya sebagai pemecah rekor nasional. Peluangnya untuk itu dalam KU IV (bawah 10 tahun) hanya terbuka di kejuaraan ini, karena sejak 15 Januari 1983 usianya genap 11 tahun dan harus masuk KU III. Sewaktu ikut 100 m gaya bebas, Irina berhasil menempatkan dirinya paling depan, berarti medali emas dan angka 10 bai klubnya. Tapi begitu melihat catatan waktunya masih di bawah rekor Elfira Rosa Nasution tahun 1980, ia segera menabrak ayahnya sambil menangis kecewa. Karyono, ayahnya, ikut terharu dan sambil memeluk putrinya, berbisik memberi semangat: "masih ada kesempatan besok di nomor 50 m gaya kupu." Bisikan ayahnya ternyata benar-benar memompa semangat perjuangan Irina di hari terakhir. Bagaikan kupu-kupu yang lincah dan gesit, Irina mengayun-ayunkan tubuhnya meluncur di permukaan kolam. Jarak 50 m ditempuhnya dengan waktu 34,64 detik atau 0,16 detik lebih tajam dari rekor Ira Rono Sulistyo yang tercipta di Kualalumpur tahun 1979. Hasil perjuangan Irina yang menghasilkan 2 medali emas ini antara lain menyebabkan klubnya, Tirta Taruna, keluar lagi sebagai juara umum. Klub pimpinan Willem T. Item ini mengumpulkan nilai tertinggi 568 dari segala nomor kejuaraan. Gerald dan Johny Item, dua andalan Tirta Taruna tak diturunkan lagi setelah klub ini yakin tak terkejar lagi oleh klub lain pada hari terakhir. "Untuk memberi kesempatan bagi perenang muda," kata Gerald Item. Menurut Gerald yang tak lama lagi hendak melanjutkan studi di AS, "kelemahan kita di kejuaraan-kejuaraan internasional, Indonesia selalu muncul dengan muka-muka yang sama. Lihat RRC dan Jepang, senantiasa muncul dengan muka baru." Kejuaraan renang kelompok umur yang bertujuan pemassalan dan pembinaan perenang sejak usia muda, tampaknya mulai mencapai sasaran dengan jumlah peserta yang cukup banyak bertanding di Semarang. Tapi miskinnya pemecah-pemecah rekor baru, sulit untuk membayangkan bahwa PRSI (Persatuan Renang Seluruh Indonesia) dalam waktu dekat akan mempunyai perenang-perenang yang siap menggantikan Lukman Niode, Item bersaudara dan sebagainya. Ambisi klub-klub untuk menjadi juara umum juga masih mengandalkan perenang nasional yang ada, antara lain dengan memaksakan perenang-perenang yang baru pulang dari AG. Munculnya bibit baru dari tingkat Sekolah Dasar juga tidak menjamin ia akan menjadi perenang nasional. Karyono menunjuk abang Irina, yakni Harjo. "Sejak masuk sekolah lanjutan, kesempatan Harjo untuk berlatih terhambat oleh program ekstrakurikuler yang padat dan wajib diikuti di sekolah,", kata Karyono yang juga menjadi pembina klub Tirta Taruna. Lagi pula kemampuan seorang atlet pada suatu cabang olah raga belum tentu mendapat perhatian istimewa dari guru olah raga sekolah yang mungin senang pada cabang olah raga yang lain. Hambatan juga dialami klub-klub sendiri. Sebab tak semua klub mempunyai atau mendapatkan fasilitas sebaik klub-klub Tirta Taruna dan Cucut di Jakarta, PRIM di Medan atau Hiu di Surabaya. Kebanyakannya dari klub-klub yang datang berlaga di Semarang mengeluh kurang mendapat perhatian atau bantuan dari pemilik kolam renang yang biasanya pemerintah daerah kotamadya. Tirta Sakti Semesta, klub tuan rumah kejuaraan antarklub di Semarang adalah satu contoh. "Pernah kami menghimbau walikota dan pimpinan KONI Ja-Teng untuk mendapatkan prioritas latihan di kolam tidak bersama-sama perenang umum. Tapi tak pernah mendapatkan tanggapan," ucap Darmawan, ketua panitia kejuaraan ini dan pimpinan klub Tirta Sakti Semesta. Klub TSS ini hanya boleh mempergunakan kolam tak lebih dari 1 jam 45 menit bersama umum setiap hari, dengan membayar sewa Rp 161.000 per bulan. Kesulitan Tirta Sakti Semesta ini sempat dirasakan juga oleh para peserta kejuaraan antarklub di Semarang ini. Antara lain: panitia telah membayar Rp 20 juta untuk perbaikan sarana, ditambah pihak pengelola kolam mendapat hak penjualan karcis dan iklan di sekitar kolam, dengan perjanjian agar dipasangi lampu dan telepon serta penjernihan air -- nyatanya tak dipenuhi panitia. Di tengah segala kesulitan yang "menjadi bahan pelajaran," menurut Darmawan, klub tuan rumah berhasil mengangkat nama TSS untuk menduduki ranking 5 Besar. Sementara ini pembina renang dari Bali juga "ingin belajar" dari pengalaman ini. Sebab akhir 1983 Denpasar akan menjadi tuan rumah kejuaraan berikut.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus