Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Dia tak punya rahasia

Klinik golf dari graham marsh kurang bersemangat. ada yang mengatakan ia bukan guru yang baik. termasuk 8 besar pegolf berpenghasilan tinggi. (or)

27 Maret 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PECANDU golf seperti orang sakit. Mereka berusaha terus menyembuhkan penyakit yang bernama handicap (nilai kesulitan). Untuk itu mereka terkadang harus bermain sebaris dengan pemain profesional lokal engan tarif Rp 15.000. Bisa juga berlatih di tempat latihan (driving range) seperti Senayan, dengan ongkos sekitar Rp 3.000/jam. Kalau selama ini guru mereka hanya pemain-pemain pro yang hampir semuanya anak Betawi, 20-21 Maret yang lalu mereka mendapat kesempatan belajar pada seorang kampiun asal Australia, Graham Marsh. Pemain berusia 38 tahun itu kelihatannya memberikan petunjuk yang agak berbeda dengan ajaran pro lokal. Terutama pada titik pusat keseimbangan yang ditempatkan mantap di tengkuk. Berlainan dengan yang dikenal selama ini, yaitu bertumpu pada kepala. Sedangkan prinsip mendapatkan tenaga pukulan, tidak ada sesuatu yang baru dari Graham Marsh tambah luas lingkaran centrifugal, tambah jauh jangkauan bola. "Tarik back swing dengan enak dan hantamkan kepala stick ke bola dengan follow through lurus ke depan Cuma ini rahasia drive," katanya di depan sekitar 70 penonton di lapangan golf Pondok Indah, Jakarta. Beberapa pemain golf ber-handicap kecil kurang bersemangat untuk bertanya dalam acara yang disebutkan "Graham Marsh Golf Clinic" itu. "Dia memang pemain yang baik, tetapi bukan coach yang bagus," kata seorang pemain. Graharm memiliki sekolah golf di Australia, tapi dia sendiri tidak mengajar. Perusahaan penerbangan Cathay Pacific mengontraknya sebagai konsultan golf karena sikapnya. "Orangnya tidak kaku," ujar Ira Liauw dari perusahaany ang menyebutkan diri "penerbangan para pemain golf" itu. Marsh tidak percaya pada buku-buku petunjuk golf. Mungkin karena itu orang ini jadi menarik "Anda jangan salah, buku yang ditulis Arnold Palmer atau Jack Nicklaus bukanlah petunjuk bagaimana main. Mungkin dia tidak cocok untuk anda. Karena buku itu adalah buku tentang bagaimana Niclaus bermain golf. Jangan mentang-mentang sudah membaca, lantas berkata 'nah ini dia saya sudah dapat' . . ." kata Graham sambil tersenyum simpul. Dia boleh berkata begitu mengenai Jack Nicklaus yang digelari "beruang emas". Tapi yang pasti Graham termasuk pemain berkaliber tinggi--termasuk 10 pemain terbaik di dunia. Tahun 1977 dia hampirsaja menumbangkan Nicklaus dalam pertandingan ulang, karena keduanya mencacat angka sama. Buat para pecandu di Indonesia, Nicklaus adalah "macan" yang harus diikuti. Tetapi apa yang menjadi pegangan para pemain di sini dan diperoleh dari Nicklaus yang bertangan kecil itu, justru diperbaiki Graham Marsh. Mitos tentang jari manis dan jari tengah yang memegang pegangan stick, didobrak Graham Marsh. "Peganglah dengan jari tengah, jari manis dan kelingking, seperti ini," katanya memperagakan pegangan dengan tangan kiri. Lantas jari tengah dan jari manis tangan kanannya memperkuat pegangan tangan kiri tadi. Menurut dia kemahiran bermain golf, sama dengan olahraga lain, harus dengan latihan terus-menerus. "Pahami teknik memukul dengan baik dan belajar dari kesalahan. Cuma ini yang bisasaya katakan, saya tak punya rahasia lain," katanya. Hanya pegolf asing yang banyak bertanya. Sedangkan orang Indonesia yang di Jakarta saja diperhitungkan mencapai 5000 pemain kurang begitu bergairah dengan "clinic" itu. Terutama pada waktu pelajaran diberikan hari Sabtu pukul 2 siang. Mungkin mereka masih di kantor. Atau yakin kampiun dari Australia itu toh tidak dengan begitu saja bisa mengobati "penyakit" mereka. Mungkin juga karena Graham Marsh bukan orang baru lagi buat mereka. Memang dia bukan orang asing di sini . Tahun 1975 dia keluar sebagai juara Indonesia Open. Tiga tahun kemudian muncul lagi di Jakarta untuk duel dengan Johny Miller dari Amerika. Mungkin namanya sudah pudar di mata mereka, karena dalam pertandingan 5 jago golf dunia di kota judi Sun City, Afrika Selatan, 4 Januari yang lalu, dia tidak diundang untuk memperebutkan hadiah setengah juta dollar. Memang puncak-kebesaran jago Australia ini antara 1968 sampai 1976, ketika dia merajai lapangan di tiga benua. Hanya di Amerika Serikat ketika itu dia tidak bisa banyak bicara. Kecuali sekali pada tahun 1977 dia memenangkan hadiah pertama sebesar US$ 45.000 dalam turnamen Heritage Classic di Carolina. Sekarang dia sudah mundur sama sekali dari gelanggang di AS dah lebih memusatkan perhatian pada turnamen di Jepang. Sekalipun begitu dia masih termasuk deretan 8 besar pegolf berpenghasilan tinggi dengan hasil sekitar Rp 40 juta setahun.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus