JADI juara tinju dunia harus bisa tampil keren atau, paling tidak, tak boleh tampil serampangan. Dia bahkan mesti terampil 'ngomong di depan wartawan - kalau perlu, membikin pernyataan yang bernada sombong. Lihat Mohammad Ali, yang kemudian digelari si Mulut Besar. Atau, jangan jauh-jauh, Ju Do Chun misalnya. Meski kemudian kalah dari Ellyas Pical, ia sempat sesumbar akan membantai lawannya pada ronde ketiga. Juga Mulholland, begitu mendarat di bandar udara Soekarno-Hatta pekan lalu, bikin pernyataan akan memukul Elly di ronde ketiga belas. Kebiasaan tak tertulis dalam gaya penampilan seorang petiju pro seperti ini, rupanya, juga harus dijalani Ellyas Pical, juara dunia kelas superterbang IBF sejak Mei lalu. Dan secara agak demonstratif, Elly memperlihatkan gaya penampilan lain dibanding dengan sebelumnya. Mengenakan setelan jas warna krem, kaca mata hitam, dan topi koboi yang melekat di kepalanya, juara dunia yang berusia 25 tahun itu muncul dengan gaya yang gagah, Jumat pekan lalu, ketika bersama lawannya tampil di depan wartawan. Masuk ke ruangan, dengan didampingi manajer Sasana Garuda Jaya, Anton Sihotang, Elly mengangkat tangannya dan kemudian melempar senyum cerah kepada tamu-tamunya yang sudah menunggu. Sambil berjalan, tenang, ia bahkan tak canggung lagi menyapa wartawan yang dikenalnya. Elly yang sekarang, di lantai enam belas hotel Sari Pasific, Jakarta, memang bukan lagi petinju bekas penyelam yang pemalu dulu. Elly memang sudah dipoles, dalam empat bulan terakhir ini oleh pelatih dan manajer sasana itu, agar bisa tampil meyakinkan sebagai seorang kampiun dunia. Untuk itu, calon jutawan, yang kini masih tinggal di sebuah kamar kecil di sasana yang terletak di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, itu dibekali seperangkat pakaian buatan luar negeri. Dari jas, yang sudah dibelikan empat setel, sampai beberapa kaca mata dan sepatu. Tak heran kalau Elly kini lebih bisa bergaya. "Ini kaca mata yang dibelikan Bos (maksudnya Pelatih Simson Tambunan) dari Bangkok," katanya bangga sambil menimang-nimang kaca mata hitamnya itu. Elly, yang dulu hanya suka pakai celana jin lecek dan kaus T-Shirt itu, kini memang menikmati semua perlengkapan baru miliknya. Kehidupan petinju kelahiran Saparua itu kini memang harus diatur "Kami harus tetap mendisiplinkan dia, dengan sejumlah ketentuan," kata Anton. Tinggal bersama puluhan petinju lainnya, Elly memang mendapat perlakuan khusus di sasana itu. Umpamanya, ia mendapat uang saku Rp 5.000 sehari, sedangkan petinju lain kurang dari itu. Di luar sasana Elly tak sebebas petinju lain. Ia tak dibolehkan lagi bebas berkeliaran seorang diri ke luar sasana. Pelatih dan manajernya mengharuskan dia didampingi seorang staf Garuda Jaya kalau mau ke luar sasana. Pergaulannya pun dibatasi. Jika tak perlu benar, ia tak dibolehkan mengobrol dengan bekas teman-temannya, yaitu sopir-sopir taksi, pemilik warung, dan abang-abang becak yang mangkal di seputar sasana Garuda Jaya. "Semua ketentuan itu terpaksa kami atur, bukan untuk menjauhkan Elly dengan dunianya. Tapi, selain untuk menjaga harkatnya sebagai juara tinju dunia, juga karena pertimbangan keamanan," ujar Anton. Maklumlah, Elly sudah dipublikasikan sebagai petinju yang menerima bayaran tertinggi d Indonesia. Ketika merebut gelar juara empat bulan lalu, ia menerima bersih sekitar Rp 33 juta dari kontrak yang waktu itu disebutkan Rp 40 juta. Dengan Mulholland, ia diperkirakan menerima bayaran bersih Rp 70 juta. Ia pelan-pelan akan menjadi jutawan baru di Indonesia. Sebab, jika terus menang, bayarannya akan terus pula meningkat. Setelah melawan Mulholland, pada pertandingan berikutnya ia sudah akan dibayar Rp 125 juta. Dan Elly tambah bergelimang duit jika kontrak iklannya dengan pelbagai perusahaan besar diperluas. Tapi, kata Anton, mereka masih harus sibuk memperkuat sosok Elly untuk bisa kukuh bertarung di atas dan di luar ring. Di luar ring, kata Anton, Elly masih punya banyak kelemahan. Misalnya kesulitan dia untuk bicara lancar dalam bahasa Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini