UDARA segar dikompleks Senajan agaknja tidak dapat menjegarkan kesehatan Drs Frans Hutasoit. Dia sakit dan merasa tidak sanggup lagi meneruskan tugas Ketua Komisi Teknik PSSI. Maka berachirlah masa djabatannja jang baru seumur djagung. Penjakit apa jang diderita Hutasoit sehingga dia terpaksa mengadjukan permohonan berhenti dalam suatu rapat Pleno Pengurus PSSI? Barangkali Team Dokter PSSI jang di ketuai Dr Sjakur Gani dapat mendjelaskan diagnosanja. Udara segar dalam tubuh PSSI memang mulai terasa sedjak Pengurus 1971-1975 memisahkan Komisi teknik dari fungsi Ketua Umumnja jang kini di djabat Kosasih Purwanegara SH. Namun serangkaian kegiatan-kegiatan didalam dan diluar negeri selama setengah tahun ini dirasakan tjukup untuk menilai ke bidjaksanaan trio Hutasoit - Djamiat - Dr Djallal, setidaknja bagi trio pengurus Kosasih -Sutjipto - Jumarsono. Penjempurnaan Komisi Teknik tidak dapat di- tangguhkan lagi, meskipun pihak Pengurus sendiri tidak mengakui sepenuhnja bahwa Hutasoit cs telah gagal. Tetapi mengapa djustru Hutasoit dan Dr Djallal jang exit, sedang Djamiat jang dianggap sebagai "otak" penjusunan Team tetap bertjokol dalam susunan "Asistensi Team team PSSI" -- sesuai dengan istilahnja jang baru. Inipun pertanjaan jang tidak mudah didjawab orang awam dengan akal sehat, ketjuali oleh "orang dalam" dengan "akal kelintji" tentunja. Boomerang. Maka Hutasoit pun berkata:"Baiklah kalau kalian menghendaki penjempurnaan dilakukan segera. Tetapi baik pula ditjatat bahwa selama soal-soal intern tidak di-issue-kan keluar, kami akan bekerdja sesuai dengan keputusan rapat". Siapa njana pernjataan Hutasoit itu mendjadi boomerang. Karena Pers tertentu keesokannja memuat pemjataan Komda Sumatera Barat, Kamaruddin Panggabean: "Komisi Teknik tidak betjus dan gagal". Panggabean sendiri kemudian terkedjut, karena tidak disangka pernjataan itu sekaligus membabat trio tersebut. Padahal sasarannja adalah mengenjahkan Dr Djallal dan Djamiat. Kepada Hutasoit Panggabean menjatakan penjesalannja: "Sebenarnja bukan saudara jang hendak kami tendang ..". Tetapi inilah paling tidak pendirian Hutasoit, Ketua Persatuan Sepakbola "Jaya Karta" jang mendapat peluang beberapa bulan menduduki djabatan terpenting dalam Pimpinan PSSI: "Saja ingin mendjundjung norma-norma sportivitas dan saja ingin menjatakan kepada mereka bahwa saja tidak vested" Mungkin atas dasar pendirian itu ia rela di katrol keatas men-djadi Penasehat Ketua II PSSI jang ditugaskan sebagai Koordinator Pembinaan Team-team PSSI, meskipun ia sempat berkelakar: "Penasehat Teknik bengkel motor atau teknik reparasi radio". Sorry. Sjahdan tidak seorangpun jang mengenal Hutasoit dari dekat tidak tertjengang dengan berita exitnja dari Komisi Teknik jang lama. Kadir Yusuf, Penulis Sepakbola merangkap Komisi Teknik Persidja, mendatangi Hutasoit. Sebagai orang jang mendambakan pembinaan team melalui sistim "managership" seperti jang dilakup-kan oleh negeri-negeri sepakbola jang modern, ia menjatakan deng-an penuh emosi "Sorry Frans. kalau kritik-kritik saja ikut mendjatuhkan saudara! "Kadir Yusuf pernah menulis di Kompas "Pemain-pemain PSSI sekarang sulit ditingkatkan permainannja". Tetapi seperti pernjataannja kepada TEMPO bahwa itu tidak dimaksudkan untuk memvonnis hasil pekerdjaannja jang baru bekerdja beberapa bulan, kedatipun coach dari iuar negeri, toh dibutuhkan djangka waktu", katanja mendjelaskan. Lain pula pendapat Drg Endang Witarsa. Dia berkesimpulan Komtek dibawah Hutasoit telah gagal, "karena pada hakekatnja Komisi melandjutkan pembinaan pemain-pemain jang lama". Tetapi apa kata Dokter Gigi ini selandjut nja: "Hutasoit bodoh, mengapa dia harus berhenti dan bukan Djamiat dan Djallal jang diganti". Endang Witarsa djuga beberapa kali pernah mengulas tentang kegagalan Team PSSI ini. Ia berpendapat bahwa seorang Coach sejogjanja mengundurkan diri kalau sudah gagal. Agaknja dia hanja tau tanggungdjawab itu monopoli Djamiat, karena Djamiat-lah jang dianggap mendjadi tokoh utama dalam peran Komtek tersebut. Rupanja itu pula sebabnja Endang menulis seputjuk surat kepada Hutasoit untuk memohon jang belakangan ini djangan terburu nafsu meninggalkan posnja. Alasannja tidak istimewa. "Orang seperti Hutasoit dibutuhkan. Disamping hobby dan mau memperhatikan periuk nasi pemain-pemain, dia dapat menjediakan sumber keuangannja". Bisik. Sementara orang masih pangling dengan proses pengunduran diri Hutasoit, bisik-bisik "orang dalam" menembus keluar dari dinding kantor PSSI di Senajan. Sebenarnja hubungan antara Pengurus (Harian) PSSI dan Komtek sudah lama terdjadi distorsi. Terutama antara oknum Pimpinan tertentu dan Team Manager PSSI Junior ke Tokio, Dr Djallal. Jang belakangan ini setelah PSSI Jr. masuk kotak di Turnamen Kedjuaraan Junior tersebut langsung kembali ke Djakarta dengan pesawat Japan Air Lines. Ini berarti Dr Djallal menempuh tindakan jang inkonvensionil: tidak mengguna-kan pesawat Cathay Pacific atau Thai Airlines (mampir di Bangkok) dalam perdjalanan pulang ke Djakarta. Semendjak itu Dr Djallal dan oknum Pimpinan tersebut tidak saling menegur lagi. Sampai dimana kebenaran bisik-bisik tersebut hanja dapat dirasakan oleh "orang dalam" PSSI tertentu. Tetapi mengapa Panggabean dan Hadji Thung demikian besar pengaruhnja diputjuk Pimpinan PSSI? Konon kedua tokoh jang masing-masing mewakili Komda Barat dan Timur itu besar sekali perannja dalam mensukseskan trio Kosasih-Sutjipto-Jumarsono merebut kemudi induk organisasi sepakbola ini di Kongres PSSI awal tahun 1971. Melihat latarbelakang perkembangan PSSI achir-achir ini perubahan strukturil jang dirintis Kongres jang baru lalu masih perlu dibuktikan faedahnja. Jang optimis mempunjai argumentasi kuat bahwa Ketua II Sjarnubi Said jang diangkat sebagai Koordinator Pembinaan Team-team PSSI, pada hakekatnja meneruskan garis kebidjaksanaan jang telah di tempuh Komtek jang lama. Jang pesimis merasa bimbang apakah Drg Endang Witarsa dapat bekerdja-sama dengan Djamiat dan sampai kapan umur Komisi Teknik jang baru ini. Anhar. Diantara ketidakpastian ini, sjahdan orang melihat tokoh baru jang bernama Anhar. Ex-wartawan, bekas pemain Persidja dan PSSI ini belakangan kumat lagi hobbynja. Ia radjin mengikuti djalan pertandingan anak-anak PSSI dan berapa kali pula menggoreskan kesan-kesan dan pandangannja dalam rangka pembinaan Team PSSI jang kokoh. Barangkali pandangannja jang kritis dan optimis menjebabkan Sjarnubi Said mengikut sertakannja kedalam Komtek jang baru Tetapi dalam suasana seperti sekarang ini orang tidak dapat melepaskan prasangka bahwa Anhar hendak didjadikan alat pendjinak atau paling tidak sebagai "palang pintu" terhadap wartawan-wartawan olahraga jang dewasa ini makin kedjam ketjamannja. Apalagi kepada Anhar diberi tugas "opsus" untuk menghadapi Pers. Apa reaksi Anhar ? "Saja tidak mau kepala saja dipegang", sambil menggerakkan tangannja meremas rambutnja Anhar meneruskan komentarnja kepada TEMPO, "Saja bebas menjatakan pendapat dan saran saja seperti saja mengadjukan Waskito supaja diikutserta- kan ke Merdeka Games" Dalam hal ini memang Anhar benar, meskipun dalam daftar pemain nama Waskito masih tertjetak "Budi Santoso" Lalu apa pula konsepnja? "Saja ingin membuka pintu PSSI lebar-lebar dan saja tidak mau PSSI terlalu kaku" Maksud Anhar tidak lain adalah demoktatisasi PSSI melalui partisipasi para wartawan. Untuk itu ia sedang berusaha menghubungi beberapa penulis dan wartawan untuk diadjak diskusi. "Kalau saudara melihat ada pemain berbakat didaerah atau dipelosok Nusantara, beritahulah saja", kata Anhar "Talens-scoutig jang tidak kaku ini perlu dibina dan sikap atjuh-tak-atjuh PSSI dimata wartawan harus diachiri", tambahnja. Apa jang hendak di lakukan "opsus" PSSI ini terhadap para wartawan sebenarnja telah dipraktekkan oleh Hutasoit mendjelang Anniversary Cup II. Tetapi, bagaimanapun orang mengharapkan komunikasi jang telah dirintis oleh Komisi Teknik jang lama kini dapat diteruskan melalui Anhar, baik selaku pribadi maupun sebagai fungsionaris PSSI.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini