DI Bogor, Lembaga Pusat Penjelidikan Pertanian (LP3) saat ini
sedang berada ditengah-tengah kesibukannja. Mereka musti
memprodusir sebanjak mungkin bibit unggul penangkar extension
(seeds) jang akan digunakan dalam musim tanam 1971/1972 jang
segera akan di mulai begitu musim tanam tahun 1970/1971
berachir. Benih jang dihasilkan dari silangan PB5 dan PB8 ini
dalam pertjobaan diwaktu lalu ternjata membuktikan kemampuan
produksi jang sama dengan "orang tuanja" sendiri jaitu PB5 dan
PB8. Dan menurut seorang pedjabat LP3 bahkan "rasanja lebih enak
dari djenis PB sendiri".
Radius. Keunggulan bibit unggul penangkar ini, tidak dengan
sendirinja mendjamin berhasilnja Bimas untuk musim tanam periode
berikutnja. Karena ternjata seperti jang ditundjukkan dalam
Bimas musim tanam 1970/1971 jang lalu, bukan bibit unggul jang
menim-bulkan ketjemasan pada berhasilnja program Bimas.
Sekalipun Bimas Nasional jang disempurnakan sekarang ini telah
berada dalam organisasi dan teknik dari Bimas &otong Rojong jang
ritjuh dahulu, namun agaknja dalam pelaksanaannja masih belum
mentjapai apa jang diharapkan. Realisasi areal jang ditanami
mentjapai 1.003 djuta hektar -- meleset 10% dari sasaran semula.
Sedangkan djumlah kredit jang rentjananja akan disalurkan
sebesar Rp 15 miljar, ternjata hanja tersalur Rp 7,2, miljar.
Demikian pula pengembalian kredit oleh petani nampaknja tidak
selantjar seperti jang diperkirakan semula.
Barangkali karena inilah, maka Gubernur Bank Sentral Radius
Prawiro di hadapan sidang Dewan Stabilisasi tanggal 7 Djuli jang
lalu memaparkan rentjananja untuk memperlantjar pengembalian
kredit jang telah diberikan kepada petani. Menurut rentjana ini
dari setiap djumlah kredit jang dapat ditagih, akan disisihkan
sebesar 0,5% sebagai insentif pengembalian kredit. Dari djumlah
ini separoh akan mendjadi hak desa jang bersangkutan, jang
seperempat dapat digunakan desa tersebut untuk membeli
"perabot-perabot" desa, sedang seperempat sisanja mendjadi hak
untuk di kantongi pedjabat atau pelaksana Bimas jang telah
berhasil meng-umpulkan pengembalian kredit tersebut. Djelas,
rentjana jang tjukup menggairahkan ini akan merangsang para
lurah dan pelaksana Bimas untuk berlomba ditempatnja
masing-masing mengumpulkan pengembalian kredit. Jang mendjadi
pertanjaan adalah apakah rentjana ini tidak akan disalah gunakan
oleh pedjabat-pedjabat Bimas sendiri untuk mentjari keuntungan
dengan mengorbankan kepentingan petani. Pemerasan dan tindakan
jang berlebihan bukan suatu hal jang tidak mungkim.
Bagi pemerintah sendiri, pertimbangan jang penting tentunja:
bagaimana kredit jang diberikan kepada para petani tersebut
dapat kembali dengan selamat. Pemerintah telah merasakan betapa
pahit- nja uang kredit 1 miljar rupiah lenjap tak kembali pada
waktu Bimas Gotong lojong jang lalu, Bagaimanapun djuga.
sebagian petani akan merasakan akibat tindakan pemerintah jang
makin hati-hati ini terhadap kredit jang diberikannja. Petani
jang belum mengembalikan kredit musim tanam jang lalu misalnja,
tidak akan mendapat kredit dari Bank Rakjat Indonesia untuk
musim tanam tahun 1971/1972 jang akan datang ini. Sedangkan BRI
sendiri nampaknja mulai sekarang mulai memperketat dirinja, dan
hanja memberi kredit kepada para petani jang risikonja
benar-benar dapat dipertanggungdjawabkan. Karena hal-hal
demikian inilah maka Badan Pengendali Bimas memperkirakan bahwa
produksi padi dalam musim tanam jang akan datang akan kekurangan
110:100 ton, ketika para petani jang tidak berhasil memperoleh
kredit, mengurangi penggunaan pupuknja.
Gairah. Sekalipun tingkat bunga kredit jang diberikan petani
masih tetap mandja, jaitu 1% sebulan, namun ada kalanja terdjadi
bahwa harga dasar (floor price) jang ditetapkan pemerintah untuk
pembelian padi tidak tjukup merangsang. Di Sumatera Utara
misalnja, harga djual jang diminta petani melebihi Rp 36 per
kilogram harga pembelian jang ditetapkan pemerintah. Mungkin
karena inilah maka produksi beras di Sumatera Utara jang pada
tahun 1969 jang lalu mentjapai 1,3 djuta ton sampai sekarang
tidak mengalami kenaikan jang berarti. Konon, setiap tahun,
Sumatera Utara mengkonsumir 2.000 ton pupuk. Tahun 1970 jang
Lalu, petani jang kurang gairah hanja menghabiskan 1.400 ton
pupuk. Maka dapatlah dimengerti keluhan Kepala Dinas Pertanian
Sumut Ir Effendi Salam: "Swasembada di Sumatera Utara hanja
tinggal teori". Dari sini masalah jang kelihatan adalah, apakah
harga pembelian minimum jang ditetapkan pemerintah itu
seluruhnja diterima petani? Djawabnja meragukan sekali, karena
seperti jang diakui Kepala Bulog Achmad Tirtosudiro sendiri:
"rantai pembelian dari petani masih terlalu pandjang".
Achmad Tirtosudiro menundjuk adanja saluran jang digunakan Dolog
untuk membeli beras dari grosir. Dan grosir membelinja dari
penggilingan kemudian penggilingan membelinja dari tengkulak,
dan tengkulak membelinja dari petani. Dengan saluran jang amat
pandjang ini dapat dibajangkan berapa besar uang jang berkurang
sebelum sampai ketangan petani. Keadaan ini sering menjulitkan
sendiri bagi Dolog dalam mentjapai sasaran pembeliannja, karena
seperti jang terdjadi dibeberapa daerah di Jogja, kontrak
pembelian Dolog kepada Badan Usaha Unit Desa (BUUD) belum bisa
dipenuhi, karena petani seringkali menolak mendjual padinja pada
BUUD setempat. Disamping untungnja tidak merangsang para petani
chawatir bahwa uang pembajarannja akan dikurangi dengan djumlah
jang masih dipindjamnja dari kredit bank, sekalipun masih
terdapat kekurangan, namun Bimas nasional jang sekarang ini,
sudah djauh lebih baik dari Bimas Gotong Rojong. Pelaksanaan
Bimas melalui pembentukan unit-unit desa ternjata lebih efisien
dan lebih teratur dengan hadirnja sebara tetap para penjuluh dan
para pedjabat BRI setempat. Tenaga-tenaganja walaupun masih
sedikit, telah merupakan tenaga tetap dan profesionil jang sudah
mendapat latihan -- bukan tenaga amatir mahasiswa IPB. seperti
semula. Sarana jang diperlukan, terutama pupuk, sudah dapat
diperoleh djauh lebih mudah dari sebelumnja. Penjaluran pupuk,
tidak lagi mendjadi monopoli PN PERTANI, tetapi PT PUSRI dan PN
Pertamina berlomba-lomba dengan pedagang swasta jang lain dalam
menjalurkan pupuk kedesa-desa. Persaingan ini, tentunja
meng-untungkan petani, karena mereka punja pilihan jang luas
dalam mentjari harga jang terbaik. Agaknja normalisasi
perdagangan pupuk seperti jang mendjadi tudjuan Departemen
Perdagangan mulai tertjapai, sehingga pupuk tidak lagi merupakan
barang keramat seperti jang bertahun-tahun dianggap. "Maksudnja
adalah agar petani membeli pupuk, sama seperti dia membeli
sajuran atau minjak tanah", kata Dr Zainul Jasni dari Deperdag.
Apa bila demikian halnja, barangkali Bimas jang akan datang
tidak perlu menimbulkan hal-hal jang mentjemaskan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini