Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ekonomi

Masih Cemas?

Radius Prawiro merencanakan jumlah terget bimas yang dapat ditagih, disisihkan untuk insentif, hak desa dan pejabat bimas yang berhasil. Dikhawatirkan pejabat bimas mengambil keuntungan dari petani.

24 Juli 1971 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

DI Bogor, Lembaga Pusat Penjelidikan Pertanian (LP3) saat ini sedang berada ditengah-tengah kesibukannja. Mereka musti memprodusir sebanjak mungkin bibit unggul penangkar extension (seeds) jang akan digunakan dalam musim tanam 1971/1972 jang segera akan di mulai begitu musim tanam tahun 1970/1971 berachir. Benih jang dihasilkan dari silangan PB5 dan PB8 ini dalam pertjobaan diwaktu lalu ternjata membuktikan kemampuan produksi jang sama dengan "orang tuanja" sendiri jaitu PB5 dan PB8. Dan menurut seorang pedjabat LP3 bahkan "rasanja lebih enak dari djenis PB sendiri". Radius. Keunggulan bibit unggul penangkar ini, tidak dengan sendirinja mendjamin berhasilnja Bimas untuk musim tanam periode berikutnja. Karena ternjata seperti jang ditundjukkan dalam Bimas musim tanam 1970/1971 jang lalu, bukan bibit unggul jang menim-bulkan ketjemasan pada berhasilnja program Bimas. Sekalipun Bimas Nasional jang disempurnakan sekarang ini telah berada dalam organisasi dan teknik dari Bimas &otong Rojong jang ritjuh dahulu, namun agaknja dalam pelaksanaannja masih belum mentjapai apa jang diharapkan. Realisasi areal jang ditanami mentjapai 1.003 djuta hektar -- meleset 10% dari sasaran semula. Sedangkan djumlah kredit jang rentjananja akan disalurkan sebesar Rp 15 miljar, ternjata hanja tersalur Rp 7,2, miljar. Demikian pula pengembalian kredit oleh petani nampaknja tidak selantjar seperti jang diperkirakan semula. Barangkali karena inilah, maka Gubernur Bank Sentral Radius Prawiro di hadapan sidang Dewan Stabilisasi tanggal 7 Djuli jang lalu memaparkan rentjananja untuk memperlantjar pengembalian kredit jang telah diberikan kepada petani. Menurut rentjana ini dari setiap djumlah kredit jang dapat ditagih, akan disisihkan sebesar 0,5% sebagai insentif pengembalian kredit. Dari djumlah ini separoh akan mendjadi hak desa jang bersangkutan, jang seperempat dapat digunakan desa tersebut untuk membeli "perabot-perabot" desa, sedang seperempat sisanja mendjadi hak untuk di kantongi pedjabat atau pelaksana Bimas jang telah berhasil meng-umpulkan pengembalian kredit tersebut. Djelas, rentjana jang tjukup menggairahkan ini akan merangsang para lurah dan pelaksana Bimas untuk berlomba ditempatnja masing-masing mengumpulkan pengembalian kredit. Jang mendjadi pertanjaan adalah apakah rentjana ini tidak akan disalah gunakan oleh pedjabat-pedjabat Bimas sendiri untuk mentjari keuntungan dengan mengorbankan kepentingan petani. Pemerasan dan tindakan jang berlebihan bukan suatu hal jang tidak mungkim. Bagi pemerintah sendiri, pertimbangan jang penting tentunja: bagaimana kredit jang diberikan kepada para petani tersebut dapat kembali dengan selamat. Pemerintah telah merasakan betapa pahit- nja uang kredit 1 miljar rupiah lenjap tak kembali pada waktu Bimas Gotong lojong jang lalu, Bagaimanapun djuga. sebagian petani akan merasakan akibat tindakan pemerintah jang makin hati-hati ini terhadap kredit jang diberikannja. Petani jang belum mengembalikan kredit musim tanam jang lalu misalnja, tidak akan mendapat kredit dari Bank Rakjat Indonesia untuk musim tanam tahun 1971/1972 jang akan datang ini. Sedangkan BRI sendiri nampaknja mulai sekarang mulai memperketat dirinja, dan hanja memberi kredit kepada para petani jang risikonja benar-benar dapat dipertanggungdjawabkan. Karena hal-hal demikian inilah maka Badan Pengendali Bimas memperkirakan bahwa produksi padi dalam musim tanam jang akan datang akan kekurangan 110:100 ton, ketika para petani jang tidak berhasil memperoleh kredit, mengurangi penggunaan pupuknja. Gairah. Sekalipun tingkat bunga kredit jang diberikan petani masih tetap mandja, jaitu 1% sebulan, namun ada kalanja terdjadi bahwa harga dasar (floor price) jang ditetapkan pemerintah untuk pembelian padi tidak tjukup merangsang. Di Sumatera Utara misalnja, harga djual jang diminta petani melebihi Rp 36 per kilogram harga pembelian jang ditetapkan pemerintah. Mungkin karena inilah maka produksi beras di Sumatera Utara jang pada tahun 1969 jang lalu mentjapai 1,3 djuta ton sampai sekarang tidak mengalami kenaikan jang berarti. Konon, setiap tahun, Sumatera Utara mengkonsumir 2.000 ton pupuk. Tahun 1970 jang Lalu, petani jang kurang gairah hanja menghabiskan 1.400 ton pupuk. Maka dapatlah dimengerti keluhan Kepala Dinas Pertanian Sumut Ir Effendi Salam: "Swasembada di Sumatera Utara hanja tinggal teori". Dari sini masalah jang kelihatan adalah, apakah harga pembelian minimum jang ditetapkan pemerintah itu seluruhnja diterima petani? Djawabnja meragukan sekali, karena seperti jang diakui Kepala Bulog Achmad Tirtosudiro sendiri: "rantai pembelian dari petani masih terlalu pandjang". Achmad Tirtosudiro menundjuk adanja saluran jang digunakan Dolog untuk membeli beras dari grosir. Dan grosir membelinja dari penggilingan kemudian penggilingan membelinja dari tengkulak, dan tengkulak membelinja dari petani. Dengan saluran jang amat pandjang ini dapat dibajangkan berapa besar uang jang berkurang sebelum sampai ketangan petani. Keadaan ini sering menjulitkan sendiri bagi Dolog dalam mentjapai sasaran pembeliannja, karena seperti jang terdjadi dibeberapa daerah di Jogja, kontrak pembelian Dolog kepada Badan Usaha Unit Desa (BUUD) belum bisa dipenuhi, karena petani seringkali menolak mendjual padinja pada BUUD setempat. Disamping untungnja tidak merangsang para petani chawatir bahwa uang pembajarannja akan dikurangi dengan djumlah jang masih dipindjamnja dari kredit bank, sekalipun masih terdapat kekurangan, namun Bimas nasional jang sekarang ini, sudah djauh lebih baik dari Bimas Gotong Rojong. Pelaksanaan Bimas melalui pembentukan unit-unit desa ternjata lebih efisien dan lebih teratur dengan hadirnja sebara tetap para penjuluh dan para pedjabat BRI setempat. Tenaga-tenaganja walaupun masih sedikit, telah merupakan tenaga tetap dan profesionil jang sudah mendapat latihan -- bukan tenaga amatir mahasiswa IPB. seperti semula. Sarana jang diperlukan, terutama pupuk, sudah dapat diperoleh djauh lebih mudah dari sebelumnja. Penjaluran pupuk, tidak lagi mendjadi monopoli PN PERTANI, tetapi PT PUSRI dan PN Pertamina berlomba-lomba dengan pedagang swasta jang lain dalam menjalurkan pupuk kedesa-desa. Persaingan ini, tentunja meng-untungkan petani, karena mereka punja pilihan jang luas dalam mentjari harga jang terbaik. Agaknja normalisasi perdagangan pupuk seperti jang mendjadi tudjuan Departemen Perdagangan mulai tertjapai, sehingga pupuk tidak lagi merupakan barang keramat seperti jang bertahun-tahun dianggap. "Maksudnja adalah agar petani membeli pupuk, sama seperti dia membeli sajuran atau minjak tanah", kata Dr Zainul Jasni dari Deperdag. Apa bila demikian halnja, barangkali Bimas jang akan datang tidak perlu menimbulkan hal-hal jang mentjemaskan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus