Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ferrari Tak Jadi Mati Dini

F1 nyaris berakhir mengecewakan di Malaysia. Kini, klimaks bakal terjadi di Jepang.

10 Oktober 1999 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sirkuit Sepang di Malaysia berhasil mencetak sejarah. Proyek kebanggaan pemerintahan Mahathir Mohamad itu tak memalukan saat pertama kali dijadikan ajang pergelaran balap mobil formula satu (F1) pada 17 Oktober lalu. Lomba berjalan menarik, penonton berlimpah, dan sponsor pun membanjir. Namun, tampaknya Sepang akan lebih dikenang karena putusan kontroversial yang justru terjadi setelah lomba selesai. Dua pembalap tim Ferrari, Eddie Irvine dan Michael Schumacher, yang menjadi tercepat pertama dan kedua di Sepang, ternyata tak bisa terlalu lama menikmati kemenangannya karena dianulir Federasi Otomobil Internasional (FIA). Keberuntungan lalu jatuh ke pangkuan pembalap Finlandia Mika Hakkinen, yang meraih posisi ketiga, karena terdongkrak ke atas. Perolehan total nilai Hakkinen, yang tergabung dalam tim Mercedes Mc Laren, pun tak terkejar oleh pembalap lain dalam perebutan gelar juara F1, walau satu lagi perlombaan masih tersisa di Jepang. Namun, kejutan belum selesai. Banding yang diajukan Ferrari akhir pekan lalu diterima FIA, sehingga kini giliran Hakkinen, juara tahun lalu, yang gigit jari. Tim Ferrari semula didiskualifikasikan karena melanggar aturan teknis. Barge board atau biasa disebut panel deflektor, yang terletak di samping kokpit, tepatnya di belakang roda depan, kurang panjang satu sentimeter dari peraturan resmi. Di lintasan, ukuran sependek ini nyaris nihil arti, tetapi untuk alat aerodinamika seperti panel deflektor, pemendekan satu sentimeter itu bisa menentukan hasil lomba: mesin Ferrari jadi lebih dingin dan stabil. Walhasil, mobil Ferrari bisa lebih cepat satu detik dibandingkan dengan mobil-mobil lainnya tiap satu lap. Bila lomba berlangsung 50 lap, mobil yang kekuatannya sama pun bisa tercecer lebih dari satu menit. Banyak spekulasi mengenai tragedi ini. Namun, yang paling kencang bertiup justru ihwal sabotase dari orang dalam sendiri. Tertuding utama adalah Direktur Teknik Ross Brawn. Ia diduga keras tak rela bila pembalap kedua Ferrari Eddie Irvine berhasil melenggang menjadi juara F1. Brawn adalah karib lama Schumacher di Benneton saat pembalap Jerman itu dua kali meraih gelar juara F1 pada 1994 dan 1995. Brawn geram karena Schumacher setelah cedera diposisikan tak lebih sebagai pendukung Irvine, yang tak terlalu disukai. Di samping banyak omong, pada musim depan Irvine sudah akan keluar dari Ferrari. Nah, dalam perebutan di Sepang itu, Schumacher sengaja memberi jalan pada Irvine untuk menjadi juara, tapi tak lebih merupakan kamuflase. Pengamat F1 Hendra Noor Saleh melihat persaingan internal inilah yang memicu munculnya faksi yang bersikap picik di tim asal Italia itu. "Mereka menerapkan zero sum game,'' ujar Hendra. Benarkah tuduhan ini? Ross Brawn menyangkal keras "tuduhan kejam'' itu. Namun, dengan kelalaiannya ini, Ferrari dikabarkan bakal mendepaknya seusai seri F1 tahun ini. Sementara itu, Schumacher sulit dijadikan tersangka karena ia bisa berdalih tak tahu-menahu. Namun, kini dengan diterimanya banding Ferrari, barangkali suasana di tim berjuluk kuda merah itu sudah dingin. Senjata utama yang digunakan dalam banding adalah alat yang sama telah digunakan dalam GP Eropa di Sirkuit Nuerburgring, Jerman, tanpa ada sanksi dari FIA. Setelah kemenangannya kembali, Irvine saat ini justru yang paling berpeluang untuk jadi juara F1 karena nilainya lebih unggul dari Hakkinen. Namun bukan berarti peluang Hakkinen tertutup sama sekali. Oleh sebab itu, GP Jepang akan menjadi klimaks yang sempurna bagi seri F1 tahun ini. Siapa pun juaranya, seri ini dipastikan lebih dramatis dari tahun lalu. Gelar juara terdistribusi ke lebih banyak pembalap. Selain nama-nama besar, muncul pula nama Johny Herbert dan Heinz-Harald Frenzen, yang berhasil menjadi juara. Hakkinen, pria tertib dan santun di F1, memang didukung mesin mobil yang masih terbaik untuk tahun ini. Sayang, di beberapa seri ia bernasib sial. Untuk tahun depan, Hendra Noor Saleh memperkirakan pertarungan akan makin seru karena setiap tim sudah menunjukkan usaha yang tak bisa diremehkan. Bagaimanapun, bila kontroversi ala Sepang terulang, F1 yang sudah seperti industri ini justru akan makin semarak di alaf (milenium) baru nanti. Yusi A. Pareanom

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus