Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Para pemain berusaha membangkitkan gairah dunia tenis dengan mengikuti dan menggelar turnamen ekshibisi di tengah krisis global akibat penyakit Covid-19.
Penyelenggara turnamen Grand Slam Amerika Terbuka berencana menggelar pertandingan sesuai dengan jadwal semula meski negeri itu terimpit wabah.
Protokol kesehatan saat turnamen resmi bisa digelar kembali bakal diperketat.
LAMA tak bertanding setelah wabah akibat SARS-CoV-2 (Covid-19) melanda dunia, petenis putri Petra Kvitová menjuarai turnamen ekshibisi yang digelar di Praha, Republik Cek, pada akhir Mei lalu. Kemenangan atas sesama petenis Republik Cek, Karolína Muchová, itu menambah daftar keberhasilan Kvitová, yang telah mengumpulkan 27 gelar juara, termasuk dua trofi turnamen Grand Slam Wimbledon. “Tentu saja aku gembira bisa menang, tapi bermain tanpa penonton itu rasanya aneh,” kata Kvitová seperti dilaporkan Reuters pada Senin, 1 Juni lalu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Turnamen itu menjadi ajang hiburan setelah sejumlah aktivitas tenis dunia dibekukan sejak awal Maret akibat pandemi Covid-19. Penyelenggara turnamen di Praha menerapkan protokol keselamatan ketat untuk mencegah penularan penyakit. Jumlah penonton dibatasi dan para petugas lapangan harus mengenakan masker serta sarung tangan. Interaksi antara pemain, tim pelatih, dan wasit pun dibatasi. Alih-alih berpelukan dan berjabat tangan, para pemain hanya bisa menepukkan ujung raket mereka seusai laga. “Kami membuat sejumlah pukulan dahsyat, tak ada satu pun yang bertepuk tangan,” kata Kvitová.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kvitová ingat hiburan terbesar di tengah sepinya penonton di turnamen itu datang dari anak laki-laki yang berdiri di balik pagar pembatas lapangan kala dia mengalahkan Barbora Krejčíková. Seperti petugas lapangan lain, bocah pemungut bola itu mengenakan masker dan sarung tangan. Saat Kvitová mendekati pagar, dia mendengar bocah itu memuji teknik pukulannya. Kvitová terperanjat dan membalasnya dengan ucapan terima kasih. “Senang rasanya bisa menikmati pertandingan lagi,” ujar petenis 30 tahun tersebut.
Beberapa turnamen tenis ekshibisi juga digelar di sejumlah negara lain, antara lain di Jerman dan Amerika Serikat. Turnamen di Duesseldorf, Jerman, pada awal Mei lalu bahkan digelar tanpa penonton, staf lapangan, dan bocah pemungut bola. Setiap pertandingan yang juga disiarkan di televisi itu hanya diikuti tiga orang, yaitu dua pemain dan satu wasit. “Penonton membuatku bersemangat. Rasanya janggal ketika mereka tak ada saat kami bertanding,” tutur Florian Broska seperti dilaporkan ABC News.
Semangat menggelar pertandingan tenis juga datang dari Novak Djokovic. Petenis nomor satu dunia asal Serbia itu mengkoordinasi penyelenggaraan turnamen Adria Tour untuk kawasan Balkan pada 13 Juni-5 Juli mendatang. Djokovic berhasil pulang ke Serbia pada 25 Mei lalu setelah dua bulan tertahan di Marbella, Spanyol, karena penerbangan internasional ditutup akibat pandemi Covid-19.
Menurut Djokovic, banyak pemain tenis tak bisa ke lapangan untuk bertanding atau hanya sekadar berlatih karena terbentur aturan karantina wilayah. Djokovic mengaku beruntung bisa berlatih setiap hari karena rumah yang dihuninya selama di Spanyol dilengkapi lapangan tenis. “Kondisi saya sekarang sangat baik, jadi saya bersiap menggelar Adria Tour ini,” kata Djokovic seperti dilaporkan ESPN.
Pandemi Covid-19 membuat tatanan hidup dunia, termasuk agenda olahraga, berantakan. Namun para pemain dan pegiat tenis tak lantas menyerah. Para petenis muda putri di Liguria, Italia, bahkan mengakali aturan pembatasan jarak fisik dengan bermain tenis di antara atap-atap rumah. Video permainan mereka mendapat sambutan positif dari publik. Asosiasi Tenis Putra pun ikut mengunggah video itu dan memberikan pujian lewat akun Twitter.
Wabah Covid-19 memaksa Asosiasi Tenis Putra dan Asosiasi Tenis Putri membatalkan semua agenda pertandingan hingga pertengahan Juli mendatang. Meski belum ada kejelasan kapan pandemi akan berakhir, sejumlah penyelenggara turnamen tetap melakukan persiapan. Pengelola turnamen Amerika Serikat Terbuka berencana menggelar pertandingan sesuai dengan jadwal pada 24 Agustus-13 September 2020. Padahal Amerika menjadi negara yang paling parah menderita akibat wabah Covid-19 dengan sekitar 1,9 juta orang tertular dan lebih dari 110 ribu di antaranya meninggal.
Asosiasi Tenis Amerika Serikat (USTA) menyebutkan turnamen mungkin bakal digelar dengan pengaturan khusus di stadion demi keselamatan publik. Juru bicara USTA, Chris Widmaier, mengatakan mereka memiliki tenggat hingga pertengahan Juni untuk memutuskan ajang itu layak digelar atau tidak. “Jadwal turnamen di New York ini masih sama. Kami mempertimbangkan sejumlah skenario, termasuk membatasi penonton atau tanpa penonton sama sekali,” ujar Widmaier, akhir Mei lalu.
Sebelumnya, turnamen Grand Slam Wimbledon yang sedianya digelar pada 29 Juni-12 Juli 2020 terpaksa diundur hingga 2021. Jadwal turnamen Grand Slam tertua itu tidak mungkin hanya digeser ke akhir 2020 karena Wimbledon digelar di lapangan rumput, yang hanya ada pada musim semi dan panas tengah tahun. Ini pertama kalinya Wimbledon dibatalkan sejak Perang Dunia II berakhir 75 tahun lalu.
Grand Slam Prancis Terbuka, yang semula akan digelar pada 24 Mei-7 Juni, juga akhirnya ditunda hingga 20 September. Jadwal baru turnamen di Roland-Garros, Paris, itu memicu kritik dari para pemain, antara lain Stanislas Wawrinka, Naomi Osaka, dan Vasek Pospisil. Pasalnya, turnamen di lapangan tanah liat itu digelar hanya sepekan setelah Amerika Terbuka. Selain menghadapi masalah transportasi dan protokol kesehatan selama pandemi, para pemain diperkirakan kesulitan beradaptasi dengan tipe lapangan yang berbeda dalam waktu sesingkat itu.
Federasi Tenis Internasional (ITF) telah merilis panduan untuk mencegah penularan penyakit Covid-19 saat turnamen resmi digelar kembali. Aturan itu mencakup kewajiban mengenakan masker, pembatasan interaksi, dan masalah kebersihan di lokasi turnamen. Petugas lapangan, termasuk para pemungut bola, pun diwajibkan mengenakan sarung tangan karet.
Aturan main baru itu dinilai berdampak besar pada para bocah pemungut bola, yang sesekali juga membantu pemain di sela pertandingan. Kadang mereka juga memberikan atau menerima handuk yang biasa dipakai pemain untuk alas duduk atau menyeka keringat. Dengan pertimbangan kebersihan dan protokol pencegahan penularan Covid-19, pemain bakal dilarang memberikan atau meminta handuk kepada para bocah pemungut bola.
Mantan petenis profesional asal India, Somdev Devvarman, mengatakan dalam setiap pertandingan sebaiknya disediakan rak handuk khusus bagi pemain, seperti yang pernah dilakukan di sejumlah turnamen. Meski demikian, hingga saat ini masih banyak pemain yang mengandalkan asisten lapangan. Para asisten juga masih diminta membawa handuk basah, yang kadang terkena noda darah atau ludah, dan mengumpulkan botol minum. “Peran itu sudah kuno. Sebaiknya sediakan saja rak sendiri,” kata Devvarman seperti dilaporkan Times of India.
Adapun mantan petenis nomor satu dunia, Andy Murray, memprediksi tenis menjadi olahraga terakhir yang pulih setelah pandemi. Pasalnya, dalam setiap turnamen yang digelar, pemain, staf tim, dan penonton akan berdatangan dari berbagai negara. Dengan risiko penularan masih tinggi, ada kemungkinan sebagian pemain memilih tak hadir. Pembatasan penonton juga bisa membuat turnamen menjadi lebih sepi. “Mungkin dunia malah harus normal lebih dulu sebelum tenis pulih kembali,” ucapnya.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (ESPN, ATP, THE GUARDIAN, THE INDEPENDENT, STRAIT TIMES, ABC, EUROSPORT)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo