WALAUPUN Kejuaraan Renang se Dunia di Beograd awal bulan ini
diwarnai oleh supremasi perenang Amerika Serikat, namun
peristiwa berubahnya warna rambut perenang-perenang Australia
yang pirang menjadi kehijau-hijauan sehabis acara latihan,
sempat pula mengejutkan para pesertanya. "Ternyata perubahan itu
disebabkan oleh air kimia yang tidak membahayakan", kata Radio
Australia pekan lalu.
Memang mustahil jika induk-organisasi renang se dunia seperti
FINA (Fedration Internationale de Vatation Amaeurs) nyaris
memeriksa segi kesehatan air kolam tempat perlombaan itu
berlangsung. Terlebih lagi jika diingat Federasi Renang ini
mempunyai reputasi yang paling menonjol dalam mengamankan
peraturan-peraturan perlombaan maupun organisasi. Putusannya
bambaru ini untuk menskors Afrika Selatan dan Rhodesia dari
keanggotaan Federasi, disebabkan politik perbedaan warna kulit
yang tidak memungkinkan perenang-perenang kulit hitam berlatih
dan berlomba bersama-sama dengan perenang kulit putih di sana,
menampilkan FINA sebagai pelopor pertma dalam menembus rintangan
rasial sampai menjunjung tinggi martabat olahraga yang tak
mengenal diskriminasi asal keturunan dan keyakinan manusia.
Meskipun ditolaknya perenang-perenang Taiwan oleh pemerintah
Yugoslavia - dengan alasan tldak ada hubungan diplomatik --
untuk memasuki Ibukota negeri Tito itu, dapat ditolerir sejauh
ini.
Universiade. Bagi Indonesia prestasi satu-satunya perenang
loncat indah Myrna Hardjolukito yang mengambil bagian di
universiade 1973 Moskow - ke-10 dari 14peserta nampaknya tidak
lebih menarik dari pada issue-issue yang sedang tersebar luas di
kalangan masyarakat. Konon dalam Kejuaraan Kelompok Umur di
Bangkok bulan Juli lalu, seorang perenang kelompok umur yang
berhasil menggondol dua medali emas sekaligus dituduh telah
mn1curi umur. Dan tuduhan semacam itu tentu saja menimbulkan
amarah Bucham Nasution, tokoh renang dan ketua Panpel Renang PON
VIII. "Apakah saudara berani menentang legalitas yang diberikan
Departemen Kehakiman?", tanya Buchori mengenai soal umur yang
sebenarnya dari perenal1g tertentu, (yang karena alasan umur
pula lebih baik dinyatakan off the-record. Tapi, apa yang
dinyatakan sah oleh instansi pemerintah tidak jarang menjadi
bahan tertawaan sementara perenang cilik yang nampaknya lebih
dewasa dalam hal kejujuran. Dan andaikata pemalsuan umur ini
sampai ke telinga FlNA siapakah yang harus bertanggungjawab.
Sementara itu Darmadji, salah seorang pengasuh Tirta Taruna,
memulangkan soal itu kepada orang-tua masing-masing. Sebab,
"pemalsuan usia justru bisa mengucilkan anak itu sendiri dari
pergaulan rekan-rekannya. Malahan bisa menjadi beban yang
menekan batin si anak, di samping mengurangi penghalang bagi
mereka yang sebenarnya termasuk kelompok umur tersebut", kata
Darmadji. Tapi kalau hal pemalsuan umur itu dilakukan dengan
sengaja untuk memperjuangkan target medali, kata Buchori, maka
pengamanannya tidak bisa lain "kecuali setiap orang tua
diwajibkan mendaftarkan kelahiran anaknya untuk memperoleh surat
lahir". Secara administratif nampaknya cukup merepotkan bagi
orang-tua yang pribumi yang menang tidak sengaja melahirkan anak
untuk dijadikan perenang. "Soal kejujuran umur tidak lepas dari
mentalitas" Buchori mengakhiri komentarnya.
Bom waktu. Issue pemalsuan usia yang nampaknya masih merupakan
bom waktu yang bisa meledak setiap saat diikuti pula oleh issue
tentang penggunaan doping (obat perangsang) oleh perenang
tertentu dalam PON Prestasi yang haru lalu.
Diawali di rublik "surat pembaca harian Kompas, menulis
Hartantho bertanya, apa tindakan PRSI terhadap soal yang
perenang pria yang seharusnya mendapat medali emas, tapi
ternyata batal karena terlibat obat perangsang Regu renang DKI
Jaya yang merajai kolam Senayan dalam PON VIII lewat Drs A.R.
Nasution, Ketua I PRSI Jaya, kontan mengatakan rasa
tersinggungnya. Ia minta agar penulis "surat pembaca" itu mau
"memperinci berita dimaksud agar kami dari PRSI Jaya khususnya
dan dunia renang umumnya dapat meneliti serta mentrapkan suatu
kebijaksanaan yang tepat apabila berita di juarai tersebut
merupakan suatu kenyataan". Tapi dalam catatan redaksi Kompas,
rupanya surat Hartanto baru bersipat pertanyaan berdasarkan
berita yang didengar dari "orang dalam" sehingga ia mengharapkan
penegasan dan penjelasan dari fihak yang berwenang.
PP KORI. Siapa yang berwenang" untuk menyalahkan seorang
perenangg terlibat dalam doping? tentu tema yang ditugaskan
untuk urusan itu. Dan pemeriksaan terhadap urine atlit yang baru
saja selesai berlomba bukan tidak dilakukan dalam PON VIII.
Hanya hasil pemeriksaan yang tidak diumumkan itu tidak otomatis
menghapus kecurigaan orang terhadap kemungkinan doping paling
tidak menurut sumber "surat pembaca" Kompas itu. Berdasarkan
informasi yang dikumpulkan wartawan TEMPO, bahwa para perenang
Jaya memang diberi "obat kuat" dalam bentuk vitamin Supradine
atau Nutrotal 55. Kedua macam vitamin-vitamin tersebut menurut
keterangan dokter Suhantoro anggota team dokter PSSI - tidak
mengandung unsur-unsur doping. Tapi bagaimana pendapat PP KORI
dalam soal doping - mngingat perhimpunan pembinaan kesehatan
olahraga sejak olimpiade Meksiko sampai Olimpiade Munchen tidak
pernah absen mengirimkan teamnya untuk mengikuti perkembangan
kedokteran olahraga? Berita partisipasi anggota KONI yang satu
ini dalam PON VIII kecuali dalam seminar-seminar, kesibukan di
balik laboratorium dalam arti yang lebih luas, nampaknya kurang
mengimbangi aspirasi PON Prestasi.
Dalam dunia olahraga nasional PRSI mempunyai ciri-ciri
tersendiri. Meski belum mencapai sukses seperti yagn diraih
bulutangkis misalnya sistim pembinaan kelompok umur yang sedang
ditrapkan di kolam renang, boleh diangkat sebagai contoh buat
induk-induk organisasi lainnya. Tapi kemajuan di satu sektor
nampaknya masih membutuhkan pengembangan di sektor lainnya agar
secara integral pembinaan olahraga renang Indonesia dapat
mengikuti derap langkah FINA yang menjadi induk federasinya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini