Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Sosial

Khotbah buat negarawan & si polan

Peranan gereja katolik as mendapat dukungan di kalangan politisi, ekonom. ternyata setiap kebijaksanaan gedung putih tetap membawa usul para wali gereja amerika dalam membantu negara miskin.

15 September 1973 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PIDATO plantikan Presiden Bank Dunia, Robert McNamara bulan April silam, boleh tidak hanya bergaung di kalangan politisi dan ekonom saja. Dari kalangan rohaniwan -- Gereja Katolik Amerika Serikat khususnya. Juga terdengar sambutan. Sebab kalau seorang Uskup seperti James S. Rausch, Sckjen Musyawarah Gereja Katolik AS (United States Catholic Conference USCC) sudah tarik suara, masalahnya memang tidak terlalu sepele. Dan apabila yang didambakan tokoh hirarki Gereja Katolik AS yang satu ini bisa disepakati rekan-rekan sejawatnya dan mendapat dukungan dari kaum awam yang paling berkepentingan: politisi, ekonom, usahawan dan kaum, buruh -- dapat diharap desah nafas yang berhembus dari celah-celah pilar gereja masih akan bergema. Jurang kaya-miskin Dalam khotbahnya yang pertama begitu dipasrahi jabatan sebagai Sekjen USSC James S. Rush langsung menunjuk masalah internasional paling mendesak. Yakni nasib negara-negara yang sedang (belum) bekembang. Ada bahaya, masalah itu bakal menjadi faktor yang dilupakan dalam percaturan internasional", ujar Rausch. Tapi di situlah justru letak kepincangan perhatian gereja Amerika. Sementara ajaran gereja Katolik pada masa-masa terakhir sangat mengutamakan masalah negara-negara berkembang. kenyataannya dalam agenda Amerika masalah ini hanya diberi perhatian agak belakangan bak kata sang Uskup. Padahal "bagi gereja Amerika, yang berdiri di tengah perbedaan-perbedaan dalam susunan ekonomi internasional - yang seringkali diakibatkan oleh politik bangsa kita sendiri - dan sadar akan ajaran Gereja tentang hak setiap manusia pria maupun wamta akan martabat kemanusiaan yang layak, masalah im merupakan satu tantangan luar biasa yang harus dihadapi". Bahwa tantangan itu cukup berat, terbukti dari jalan berliku-liku yang harus dihadapi setiap rancangan ketetapan bantuan asing sebelum disetujui dan ditandatangani para negarawan di Capitol dan Gedung Putih. Belum lagi suara-suara yang makin santer yang menghendakl pembatasan-pembatasan perdagangan luar negeri AS. Namun mengulani wanti-wanti McNamara beberapa bulan sebelumnya, Rausch sekali lagi mengingatkan Gereja akan jurang menganga antara negara-negara yang sudah dan yang sedang berkembang yang terus bertambah lebar. Seperti diungkapkan bekas Menteri Pertahanan AS yang sudah dua kali memangku jabatan Presiden Bank Dunia -- dan sudah dua kali melontarkan peringatan keras ke alamat negara-negara kaya -- dalam 39 negara berkembang, 5 penduduk paling kaya pendapatannya 30 kali lipat dari 40 penduduk paling miskin". Kepada kelompok penduduk termiskin itulah bantuan negara-negara kaya perlu dipusatkan. Anjuran McNamara itu senada dengan pesan Paus Paulus ke-6 dalam enklisik Populorum Progressio. Bukan montir & modal Lantas ada yang diinginkan sekjen "MAWI" AS itu? Menyadurkan negara-negara kaya bahwa sumbangan tambahan toh tidak akan mengganggu kesehatan mereka? Terang saja bukan, sebab untuk itu PBB dan Bank Dunianya toh sudah punya ekonom-ekonom bawakan sebangsa Mahbubul Hak, Meiamara dan lain-lain. Dan seperti dipaparkan juga oleh Rausch, peranan Gereja bukan untuk memberikan bantuan montir maupun modal tetapi "menciptakan suatu masyarakat yang punya hati nurani". "Masyarakat yang begini". khotbah sang Uskup lebih lanjut, "dengan informasl motivasi dan bimbingan Gereja yang mendidik, berdakwah, mengabdi dan melayani, akan mampu mengugah kesadaran pemerintah Amerika'. Peranan sebagai "kaalisator" itulah menurut Wali Gereja Amerika itu, dapat dimainkan oleh anggota-anggota Gerejanya -- tanpa langsung terlibat dalam peranan politik. Namun para pengamat di Washington sendiri kurang optimis bahwa appeal pimpinan gereja Amerika itu akan segera berhasih Mengapa? Sebabnya justru terletak pada para "domba" Rausch sendiri. Terutama kaum awam yang cukup banyak terampung dalam serikat-serikat kerja di sana. Lapisan buruh inilah yang dalam tahun-tahun belakangan paling keras menuntut pembatasan-pembatasan Impor, dan menentang liberalisasi perdagangan yang kurang lebih dimaui Uskup Rausch. Nampak terdengar & bijak. Takut akan bahaya pengangguran, para tokoh buruh bersama majikari beramai-ramai kepingin memasang palang pintu bagi barang asing. Rausch yang bukannya tidak menyadari situasi ekonomi yang meliputi negeri sendiri, telah memalingkan kepalanya ke luar mengajak umat Katolik sedunia ikut mengkampanyekan "suatu kebijaksanaan global yang lebih mengarah Pada keadilan". "Didasari reneksi teologis paling baik yang dapat disajikan Gereja, umt Katolik seyogyanya menjadi partisipan-partisipan yang nampak, terdengar dan bijak di dalam tahun kependudukan PBB yang akan datang". Dan meningatkan orang akan pesan pembaharuan yang mulai berkumandang dari Basilik Santo Petrus yang dipentangkan almal-hum Paus Johannes ke-23 semenjak Konsili Vatikan II, Rausch menggarisbawahi khotbahnya dengan pesan: "Dilandasi makna yang betul-betul sejati tidak kalah pentingnya bai Gereja untuk ikut melibatkan diri dalam perjuangan keadilan sosial setiap hari, sebagaimana kita tiap hari merayakan Pesta karisti dan mengkotbahkan Injil".

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus