PIDATO plantikan Presiden Bank Dunia, Robert McNamara bulan
April silam, boleh tidak hanya bergaung di kalangan politisi dan
ekonom saja. Dari kalangan rohaniwan -- Gereja Katolik Amerika
Serikat khususnya. Juga terdengar sambutan. Sebab kalau seorang
Uskup seperti James S. Rausch, Sckjen Musyawarah Gereja Katolik
AS (United States Catholic Conference USCC) sudah tarik suara,
masalahnya memang tidak terlalu sepele. Dan apabila yang
didambakan tokoh hirarki Gereja Katolik AS yang satu ini bisa
disepakati rekan-rekan sejawatnya dan mendapat dukungan dari
kaum awam yang paling berkepentingan: politisi, ekonom, usahawan
dan kaum, buruh -- dapat diharap desah nafas yang berhembus dari
celah-celah pilar gereja masih akan bergema.
Jurang kaya-miskin Dalam khotbahnya yang pertama begitu
dipasrahi jabatan sebagai Sekjen USSC James S. Rush langsung
menunjuk masalah internasional paling mendesak. Yakni nasib
negara-negara yang sedang (belum) bekembang. Ada bahaya, masalah
itu bakal menjadi faktor yang dilupakan dalam percaturan
internasional", ujar Rausch. Tapi di situlah justru letak
kepincangan perhatian gereja Amerika. Sementara ajaran gereja
Katolik pada masa-masa terakhir sangat mengutamakan masalah
negara-negara berkembang. kenyataannya dalam agenda Amerika
masalah ini hanya diberi perhatian agak belakangan bak kata sang
Uskup. Padahal "bagi gereja Amerika, yang berdiri di tengah
perbedaan-perbedaan dalam susunan ekonomi internasional - yang
seringkali diakibatkan oleh politik bangsa kita sendiri - dan
sadar akan ajaran Gereja tentang hak setiap manusia pria maupun
wamta akan martabat kemanusiaan yang layak, masalah im merupakan
satu tantangan luar biasa yang harus dihadapi".
Bahwa tantangan itu cukup berat, terbukti dari jalan
berliku-liku yang harus dihadapi setiap rancangan ketetapan
bantuan asing sebelum disetujui dan ditandatangani para
negarawan di Capitol dan Gedung Putih. Belum lagi suara-suara
yang makin santer yang menghendakl pembatasan-pembatasan
perdagangan luar negeri AS. Namun mengulani wanti-wanti McNamara
beberapa bulan sebelumnya, Rausch sekali lagi mengingatkan
Gereja akan jurang menganga antara negara-negara yang sudah dan
yang sedang berkembang yang terus bertambah lebar. Seperti
diungkapkan bekas Menteri Pertahanan AS yang sudah dua kali
memangku jabatan Presiden Bank Dunia -- dan sudah dua kali
melontarkan peringatan keras ke alamat negara-negara kaya --
dalam 39 negara berkembang, 5 penduduk paling kaya pendapatannya
30 kali lipat dari 40 penduduk paling miskin". Kepada kelompok
penduduk termiskin itulah bantuan negara-negara kaya perlu
dipusatkan. Anjuran McNamara itu senada dengan pesan Paus Paulus
ke-6 dalam enklisik Populorum Progressio.
Bukan montir & modal Lantas ada yang diinginkan sekjen "MAWI" AS
itu? Menyadurkan negara-negara kaya bahwa sumbangan tambahan toh
tidak akan mengganggu kesehatan mereka? Terang saja bukan, sebab
untuk itu PBB dan Bank Dunianya toh sudah punya ekonom-ekonom
bawakan sebangsa Mahbubul Hak, Meiamara dan lain-lain. Dan
seperti dipaparkan juga oleh Rausch, peranan Gereja bukan untuk
memberikan bantuan montir maupun modal tetapi "menciptakan suatu
masyarakat yang punya hati nurani". "Masyarakat yang begini".
khotbah sang Uskup lebih lanjut, "dengan informasl motivasi dan
bimbingan Gereja yang mendidik, berdakwah, mengabdi dan
melayani, akan mampu mengugah kesadaran pemerintah Amerika'.
Peranan sebagai "kaalisator" itulah menurut Wali Gereja Amerika
itu, dapat dimainkan oleh anggota-anggota Gerejanya -- tanpa
langsung terlibat dalam peranan politik. Namun para pengamat di
Washington sendiri kurang optimis bahwa appeal pimpinan gereja
Amerika itu akan segera berhasih Mengapa? Sebabnya justru
terletak pada para "domba" Rausch sendiri. Terutama kaum awam
yang cukup banyak terampung dalam serikat-serikat kerja di sana.
Lapisan buruh inilah yang dalam tahun-tahun belakangan paling
keras menuntut pembatasan-pembatasan Impor, dan menentang
liberalisasi perdagangan yang kurang lebih dimaui Uskup Rausch.
Nampak terdengar & bijak. Takut akan bahaya pengangguran, para
tokoh buruh bersama majikari beramai-ramai kepingin memasang
palang pintu bagi barang asing. Rausch yang bukannya tidak
menyadari situasi ekonomi yang meliputi negeri sendiri, telah
memalingkan kepalanya ke luar mengajak umat Katolik sedunia ikut
mengkampanyekan "suatu kebijaksanaan global yang lebih mengarah
Pada keadilan".
"Didasari reneksi teologis paling baik yang dapat disajikan
Gereja, umt Katolik seyogyanya menjadi partisipan-partisipan
yang nampak, terdengar dan bijak di dalam tahun kependudukan PBB
yang akan datang". Dan meningatkan orang akan pesan pembaharuan
yang mulai berkumandang dari Basilik Santo Petrus yang
dipentangkan almal-hum Paus Johannes ke-23 semenjak Konsili
Vatikan II, Rausch menggarisbawahi khotbahnya dengan pesan:
"Dilandasi makna yang betul-betul sejati tidak kalah pentingnya
bai Gereja untuk ikut melibatkan diri dalam perjuangan keadilan
sosial setiap hari, sebagaimana kita tiap hari merayakan Pesta
karisti dan mengkotbahkan Injil".
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini