SUDAH 5 bulan Rudy Hartono menantikan kelahiran bayinya yang
pertarna. Tapi agaknya Rudy yang juara All England 8 kali, tak
lupa melatih diri pula untuk menjadi seorang ayah. Awal Desember
lalu selama seminggu dia sibuk meladeni anak-anak bulutangkis
dari 5 kota besar. Ke-10 pemain junior itu tak lain adalah hasil
pemanduan bakat oleh Rudy bersama sponsornya Indomilk. Dari
serangkaian perjalanan dan pertandingan demonstrasi itu Rudy
memilih Oei Hoei Kiat, Irham Thung (Ujung Pandang), Sugeng
Handoyo, Serian Wiyatno (Medan), R. Rusan Aswi, Kemas Irianto
Agus (Palembang), Lim Yu Tjong, Pang Kwang Ming (Surahaya),
Jimmy Gunawan dan Adang Suherman (Bandung).
Umur mereka pukul rata 17 tahun dan bermain badminton sejak usia
5 tahun. "Dari memakai tepokan dari pa pan sampai raket mini dan
beranjak ke raket sungguhan," kata Syahriar Djalil Direktur
Adforce, biro iklan yang menangani promosi Indomilk dan bersama
Rudy mengadakan coaching clinic bulutangkis tersebut.
Adakah mereka nanti akan mengikuti jejak Rudy ataukah menjadi
verkoper Indomilk yang pandai berucap: "sedaaap . . . ", tak
seorang pun berani meramalkan. Rudy sendiri mengakui, bahwa
dalam waktu satu minggu "tak mungkin mencetak seorang pemain
unggul." Lalu apa yang dikerjakan selama seminggu itu?
"Pelajaran teknik tak banyak berbeda dengan pelajaran dari klub
kami," kata Sugeng Handoyo, 16 tahun, asal klub "Erba" di Medan.
Sugeng tercatat sebagai juara di kalangan pemain Junior
Indomilk. Ayahnya memang seorang penggemar bulutangkis.
Perkumpulan yang dia gauli itu merupakan klub perusahaan
kontraktor perlistrikan.
"Tapi dalam latihan fisik," kata Adang, 17 tahun, dari Bandung,
"sangat berat sekali." Adang anak Serang, sekolah STM II di
Bandung. Ia masuk klub Kotab singkatan Kota Madya Bandung. Di
kota Kembang itu Adang ternyata menarik perhatian lie Sumirat,
itu pemain Indonesia yang pernah menumbangkan Hou Chia Chang dan
Tang Hsien Hu di Kejuaraan Asia Bangkok 1976. "Entah bagaimana
Iie senang pada saya, sehingga saya diajak tinggal bersamanya
serumah."
Pada umumnya Rudy tidak memberikan pelajaran teknik bulutangkis
yang luar biasa. Tapi dalam pembinaan fisik, segi ini mendapat
perhatian khusus. Mereka diajar mengatur jadwal latihan fisik
sendiri, seperti yang Rudy perlihatkan pada mereka di Stadion
Utama Senayan setiap pagi: berlari, melatih kecepatan, senam dan
sebagainya. Soal gizi juga mendapat perhatian tersendiri.
"Sayur-sayuran," kata Adang, "tak kurang penting dari daging."
Rudy tampaknya hanya dapat memberikan sebuah program berikut
contoh soal sebagai bekal untuk diperkembangkan di klub
masing-masing. Itulah sebabnya sekembali merekadi daerah Rudy
mengharapkan kerjasama dengan bibit unggul Indomilk itu bisa
berlanjut di tingkat klub.
Kelompok bibit unggul hasil pemanduan Rudy itu selama seminggu
ditampung di Hotel Borobudur. Mereka umumnya baru pertama kali
naik pcsawat terbang. Tinggal di hotel kelas 1. Dan baru perlama
kali pula berkunjung ke Ibukota. Pang Kwang Ming dari Surabava
berterus terang mengatakan bahwa ia "tidak bisa tidur pada
hari-hari pertama berada di Jakarta." Rasa canggung selalu
menghantui mereka. Tidur di kamar yang serba luks, rnakan di
restoran dengan pisau-garpu disertai tata cara yang lazim
berlaku di kalangan atas.
"Mereka itu kan calon-calon Rudy lartono," kata Djalil penuh
harap, "oleh karena itu mereka harus diajar juga menyesuaikan
diri dengan lingkungan." Dalam rangka penyesuaian itu tampaknya
Djalil terpaksa turun tangan sendiri membimbing para remaja itu.
Direktur Adforce yang penuh rasa keibuan itu menciptakan sendiri
stelan yang terdiri dari jas merah dan celana biru. Dengan
seragam yang berlogo Indomilk di dada, mereka tampak apik,
kompak dan disiplin. Pada hari Sabtu, 3 Desember yang lalu,
mereka berbaris seperti tentara mengucapkan terima kasih dan
pamit pada pimpinan Hotel Borobudur. "Ya, seandainya mereka
gagal menjadi juara, paling kurang mereka berhasil menjadi
manusia," begitu pesan Djalil yang cukup seda kedengarannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini