Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Hiburan buat indonesia

Jerman timur menjadi juara umum bertahan pada kejuaraan atletik sedunia ii di roma. menyusul as dan soviet. kenya satu-satunya dari negara dunia ke-3 yang bisa bertahan. indonesia tersisih.

12 September 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SATU hal terbukti dari Kejuaraan Atletik Sedunia II di Roma 29 Agustus-6 September lalu: supremasi atletik dunia masih dalam genggaman atlet blok Timur. Jerman Timur, yang mengumpulkan medali terbanyak dalam Kejuaraan Dunia Atletik I di Helsinki, 1983, kali ini kembali merebut gelar juara umum. Dalam perlombaan yang iikuti sekitar 2.000 atlet dari 165 negara itu, Jerman Timur memperoleh 10 medali emas, 11 perak, dan 10 perunggu. Sementara itu, AS membayangi ketat dengan perolehan 9 emas, 5 perak, dan 5 perunggu. Jerman Timur memang menjadi negara yang tak pernah kekurangan atlet berbakat. Kali ini mereka menampilkan bintang baru di nomor sprint putri: Silke Gladisch, 23 tahun, yang tampil di nomor 100 m dan 200 m. Ia menjuarai dua nomor lari jarak pendek yang paling bergengsi itu. Di bagian putra, Jerman Timur juga melahirkan bintang baru: Thomas Schoenlebe, 22 tahun. Di nomor 400 m, pelari ini sebenarnya tak difavoritkan. Yang diunggulkan malah atlet AS Harry "Butch" Reynolds dan Innocent Egbunike dari Nigeria. Tapi Thomas membuktikan bahwa ia tak bisa dipandang sebelah mata. Thomas menjadi orang kuht putih pertama yang menjuarai nomor ini setelah 20 tahun dikuasai oleh atlet-atlet berkulit hitam. Bukan hanya Thomas yang mampu mermatahkan mitos. Di nomor dasalomba, atlet serba bisa dari Jerman Timur Porsten Voss, 24 tahun, mematahkan dominasi. Daley Thompson. Daley, atlet superman berkulit hitam asal Inggris adalah pemenang emas Olimpiade 1984 dan tak terkalahkan selama 10 tahun. Pamor AS di kejuaraan ini terselamatkan berkat atlet-atlet yang sudah kawakan. Di nomor 400 m gawang putra, misalnya. Edwin Moses, 32 tahun, memperoleh emas dari nomor spesialisasinya 400 m lari gawang. Ini merupakan emas yang pertama buat AS setelah turnamen berlangsung tiga hari. Emas kedua diraih bekas pemegang rekor dunia 100 m, Calvin Smith, di nomor 200 m. Satu-satunya atlet putri AS yang tampil meyakinkan adalah Jackie Joyner-Kersee, 25 tahun, yang menyumbangkan dua emas dari nomor saptalomba dan lompat jauh. Atlet pujaan AS, Carl Lewis, sekalipun kalah di nomor favoritnya 100 m dari atlet Kanada Ben Johnson, masih sempat menyumbangkan dua emas dari nomor lompat jauh dan lari beranting 4 x 100 m. Prestasinya memang tak lagi secemerlang ketika turun di Kejuaraan Dunia I di Helsinki, 1983. Saat itu ia meraih tiga emas. Lewis sempat membuat berita ketika ia menuduh bahwa kemenangan atlet-atlet dari blok Timur bukanlah kemenangan yang murni. Ia menuding, "Banyak atlet pemenang medali emas yang jelas-jelas menggunakan obat perangsang," dengan berang. "Mereka menggunakan obat-obat perangsang mutakhir sehingga tak dapat dideteksi secara laboratoris," tambahnya dengan kesal. IAAF sendiri kabarnya akan mengambil tindakan terhadap delapan atlet yang menggunakan obat perangsang. Kenya merupakan satu-satunya negara Dunia Ketiga yang memberikan perlawanan yang berarti, dengan merebut tiga medali emas. Pendatang baru, Douglas Wakihuru, memenangkan nomor maraton, Billy Konchellah menjuarai lari 800 m dan Paul Kipkoech 10.000 m. Dengan hasil ini, Kenya mampu mempertahankan diri sebagai salah satu negara elite atletik, menduduki tempat ke-5, di bawah Jerman Timur, AS, US, Bulgaria, dan setingkat di atas tuan rumah Italia, yang hanya mengumpulkan 2 emas, 2 perak, dan 2 perunggu. Kejuaraan ini masih terlalu kuat buat negara-negara Asia. Cina, raksasa atletik di Asia, hanya mampu merebut I perunggu dan nomor jalan cepat. Indonesia, yang diwakili oleh Budi Nurani di nomor lari 100 m putri dan Eliazer Watebosi di 400 m putra, langsung tersisih di babak pendahuluan. Namun, masih ada hiburan. Eliazer memecahkan rekor nasional dengan catatan 47,32 - 0,02 detik lebih cepat dari rekornya sendiri yang diciptakan pada Kejuaraan Asia VII di Singapura Juli lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus