DAVID LIEM KOLAM renang tampaknya masih merupakan tambang emas bagi Singapura dalam SEA Games di Jakarta sekarang. David Liem, 20 tahun, peraih enam medali emas pada SEA Games 1985 di Bangkok, diharapkan akan mampu mengulangi suksesnya. Mahasiswa Brigham Young University, Utah AS, ini akan mengikuti tujuh nomor spesialisasinya 100 m dan 200 m gaya punggung, 200 m gaya bebas, 200 m gaya ganti perseorangan, dan tiga nomor estafet. "Saya menyadari bahwa target yang dibebankan kali ini cukup berat," ujar perenang yang pernah berlomba di Olimpiade Los Angeles 1984 dan Pesta Olah Raga Persemakmuran 1986 ini. Penampilannya sekarang merupakan keikutsertaannya yang terakhir pada SEA Games. "Untuk itu, saya akan memberikan yang terbaik bagi negara saya," kata David Liem. Selama hampir tiga dasawarsa, Singapura memang selalu memperoleh yang terbaik dari para perenangnya. Mulai era si "ikan terbang" Neo Chwee Kok, Tan Thuan Heng, Patricia Chan, Alex Chan, Justina Tseng, Elaine Sng, Tay Chin Joo, Junie Sng, Ang Peng Siong, hingga David Liem. Jangan heran kalau dalam pengumpulan medali emas yang diraih Singapura di setiap SEA Games, lebih dari 50% disumbangkan dari cabang renang. Selain renang, Singapura juga berusaha merebut medali emas dari cabang atletik lewat James Wong, 18 tahun. Dalam kejuaraan atletik di Kuala Lumpur, Juni lalu, dia mampu melemparkan cakram sejauh 47,98 m, artinya 10 cm lebih dari pemegang rekor SEA Games, A Dul Kerdsri. LYDIA DE VEGA SIAPA lagi yang pantas disebut Ratu Atletik Asia Tenggara kalau bukan Lydia de Viga? Kini sang ratu tengah mengincar medali emas nomor sprint 100 m dan 200 m dan lari beranting 4 X 100 m dan 4X 400 m. Di nomor lompat jauh namanya juga tercantum sebagai peserta. Cewek dari kawasan Meycauayan, Manila, itu adalah pemegang gelar wanita tercepat Asia. Saingannya cuma P.T. Usha dari India. Medali emas 100 m Asian Games direbut Diay dua kali berturut-turut: 1982 di New Delhi dan 1986 di Seoul. Pada Kejuaraan Atletik Asia di Singapura, enam pekan lalu, Lydia mempertajam rekornya di Asian Games Seoul, dari 11,53 menjadi 11,43. Dara berusia 23 tahun ini telah bertahun menghabiskan hari-harinya di atas tartan stadion. Cuti kuliahnya -- di Mount San Antonio College, California -- kali ini dia gunakan untuk mudik dan berlatih habis-habisan di Rizal Memorial Stadium, Manila. Dia berlatih tujuh jam sehari. Sejak kanak-kanak Lydia telah berkenalan dengan olah raga. Ayahnya, Tatang De Vega, adalah seorang bekas pelari jarak menengah, di samping petinju. Lidya tumbuh menjadi ratu. Lima tahun lalu, dia malah sempat bermain dalam film Medaliku, yang mirip biografinya. Satu dua tahun lagi, Lydia ingin menikah. Sudah ada calonnya: Paulo Mercado Jr., 32 tahun, anak juragan kelapa yang kaya raya. MANOP PANICHPATIKUM JIKA Manop Panichpatikum bisa menjadi penembak jitu, itu tidak mengherankan. Tiap hari ia berlatih membidik di rumahnya. "Saya selalu berlatih bersama anak lelaki saya di rumah," katanya. Manop memang membangun sebuah tempat latihan khusus untuk menembak jarak 10 meter di samping rumahnya. Manop, 40 tahun, sudah lama mengenal olah raga menembak, tapi baru bergabung dengan tim nasional Muangthai dua tahun silam. Prestasinya bukan main. Bapak dua orang anak ini memenangkan dua medali emas nomor perorangan dan beregu standard pistol jarak 25 meter, serta medali perak nomor centre fire pistol. Meski sering menjadi juara, pemilik toko emas dan perhiasan di pusat perbelanjaan di Pratunam, Bangkok, tersebut sebetulnya kurang menyukai olah raga ini. Sepekan sebelum ke Jakarta, mereka mengikuti Kejuaraan Menembak Asia di Beijing. Tim Muangthai berhasil memenangkan dua medali emas. Di SEA Garnes 1987 ini, Manop dan kawan-kawan diharapkan mampu mengumpulkan 23 emas dari 32 nomor yang dipertandingkan. Sama dengan perolehan di Bangkok dua tahun silam. TEERUCH POPANICH "Mai mi panha (Tidak ada masalah bagi saya)," jawab Teeruch Popanich, 20 tahun, sembari tertawa tatkala ditanya peluangnya dalam SEA Games di Jakarta pekan ini. Juara nasional senam Muangthai lima kali berturut-turut ini bahkan yakin bisa menyumbangkan lima medali emas bagi negaranya dalam SEA Games kali ini. Senam memang andalan Negara Gajah Putih ini. Dalam SEA Games lalu, Muangthai menyabet 11 medali emas dari 15 yang diperebutkan. Tujuh di antaranya diperoleh dari keahlian Teeruch berjungkir balik di matras maupun peralatan senam lainnya. Olah raga ini sudah digeluti Teeruch sejak berusia delapan tahun karena sang ayah, Thira Popanich, adalah pegawai Sport Authority of Thailand. Itu memudahkannya memperoleh fasilitas latihan. Apalagi tinggal tidak jauh dari Gelanggang Olah Raga Hua Mark. Ia senang karena bisa datang ke Jakarta. "Saya merasa gembira masih bisa memperkuat kontingen Muangthai, "ujar mahasiswa tingkat II Fakultas Pendi&an di Universitas Chulalongkorn yang gemar memancing ini. Ia berjanji untuk berusaha sekuat tenaga memenuhi target yang diberikan. Untuk memenuhi ambisinya itu setiap hari dia berlatih pagi-sore, selama 6 jam sejak 6 bulan yang lalu. Teeruch juga berharap masih diberi kesempatan membela negaranya di arena senam di SEA Games XV maupun Olimpiade Seoul, 1988. "Kalau tidak dipakai lagi, saya akan melanjutkan sekolah dan terjun menjadi pelatih," tuturnya. Itu mungkin akan dilakukannya setelah lebih dulu menjalani wajib militer selama dua tahun. NURUL HUDA ABDULLAH NAMANYA mendadak menggemparkan seantero Asia tatkala ia memecahkan beberapa rekor renang putri. Sejumlah nama, seperti Gadis Emas. Putri Duyung, dan Kupu-Kupu Emas, kontan diberikan kepadanya. Nurul Huda Abdullah, 15 tahun, menyumbangkan 7 dari 26 medali emas yang diperoleh kontingen Malaysia dalam SEA Games di Bangkok 1985. Gadis kecil berkaca mata minus tiga yang selalu menggendong boneka -- bahkan ketika menerima kalungan medali emas di kolam renang Hua Mark, Bangkok -- ini memecahkan 6 rekor SEA Games sekaligus termasuk 2 rekor Asia: 400 m gaya ganti perorangan dan 800 m gaya bebas. Dalam Asian Games di Seoul, 1986, dia juga memecahkan rekor atas namanya sendiri. Nurul kini menempuh pendidikan dan latihan di ACI Lawrence, Brisbane, Australia. Ia tak suka dipotret ketika berpakaian renang. Itu sebabnya, Nurul selalu memakai trainingsuit ketika menerima medali. Nurul Huda Abdullah, yang sebelumnya bernama Chng Su Lin, adalah buah perkawinan Chng Fu -- arsitek di Kuala Lumpur yang beragama Islam -- dengan Cindy Wee, anak presiden Singapura. Kini kedua orangtuanya sudah bercerai, dan Nurul mengikuti ibunya. Gadis setinggi 158 cm dan berat 43 kg ini mempunyai kegemaran makan nasi uduk, cokelat, dan es krim. Tapi bila sedang mengikuti kejuaraan, ia hanya sarapan segelas susu dan sepotong roti. Perenang ini dijanjikan imbalan Mal$ 10.500 (sekitar Rp 7 juta) oleh OCM (Olympic Council of Malaysia) bila di Jakarta ia sanggup mengulangi prestasinya dalam SEA Games 1985.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini