Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ia memilih pulang

Baru setengah bulan di belanda, fandi ahmad membatalkan kontraknya dengan fc groningen. ia bergabung dengan klub kuala lumpur football association (klfa) diduga ia ditawari bayaran yang lebih baik.

1 Agustus 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERGELANGAN kaki kirinya terbalut gips. Untuk berjalan, ia harus menggunakan bantuan dua tongkat penopang. "Biarpun kaki saya disemen, saya mesti berlatih untuk menjaga kondisi," kata Fandi Ahmad, 25 tahun, bintang sepak bola asal Singapura itu, sambil menjinjing sebuah barbel kecil di stadion Bandaraya, Kuala Lumpur. Fandi tampaknya sadar betul pentingnya menjaga kondisi fisik bagi seorang pemain bola. Ketika teman-temannya berlatih di lapangan rumput, Senin sore pekan ini, dia berlauh mengangkat barbel dengan tiduran, di pinggir lapangan. Tulang kakinya yang retak -- diketahui dari hasil pemeriksaan X-ray -- tak menghalanginya. Semestinya, Fandi berada di Belanda. Dia dikontrak oleh FC Groningen, klub divisi utama di negeri kembang tulip itu, selama dua tahun. Untuk itulah awal Juli silam ia terbang ke Belanda diantar ayahnya, Ahmad Wartam, dan pamannya, Abu Sujak. Tapi Rabu pekan lalu tiba-tiba Fandi mendarat kembali di Kuala Lumpur. Ada apa? "Kalau saya tak pulang, besar risikonya. Bisa saja saya mereka jual pada klub lain," katanya. Menurut Fandi, klub proBelanda itu ingkar janji. Ceritanya, menurut Fandi, begini. Kontrak antara Fandi dan klub Belanda itu sudah dibikin ketika De Fries, presiden Groningen, datang ke Kuala Lumpur, lima bulan yang lalu. Di situ disebutkan hubungan kerja dengan Fandi dimulai Juli 1987, saat kontrak pemain itu dengan KLFA (Kuala Lumpur Football Association), bond sepak bola ibu kota Malaysia itu, berakhir. Sementara itu, De Fries mengurus izin kerja pemain asing itu di departemen sosial dan tenaga kerja Belanda. Kemudian De Fries menelepon Fandi ke Kuala Lumpur, awal bulan lalu, menyuruhnya segera berangkat, karena semua urusan telah beres. Ternyata, setelah Fandi sampai di Groningen, baru pengurus itu kasak-kusuk mengurus izin kerjanya. Dia disuruh menunggu satu bulan sambil berlatih, tanpa gaji kecuali uang saku. Tanpa izin itu Fandi tak pula diperbolehkan bertanding. Sialnya, dalam suatu latihan melawan klub amatir, cedera pergelangan kaki kiri yang diperolehnya dalam kompetisi Piala Malaysia, beberapa hari sebelum ke Belanda, kambuh. Padahal, dia sudah sempat membuat dua gol ke gawang lawan. "Sejak itu, saya jadi bosan. Harus terus menunggu, tanpa main bola," kata Fandi. Apalagi, dia melihat seorang pemain asal Kanada yang dikontrak klub yang sama sudah berbulan menunggu belum juga mendapat izin kerja. Akhirnya, Fandi memilih pulang. Tentu, dia tak bisa ngacir begitu saja. Dengan surat kontrak di tangan, De Fries memang mengizinkan Fandi pulang, tapi dengan syarat dia tak boleh main bola di klub lain. Kalau itu dilanggar, Groningen akan menuntutnya. Ketika meminta kontrak itu dibatalkan saja, "Mereka menuntut agar saya membayar 15.000 gulden (hampir Rp 12 juta)," kata Fandi. Yaitu sebagai pengganti pembayaran tiket pesawat Fandi bersama ayah dan pamannya, kemudian biaya hidupnya selama berada di sana, serta untuk membayar pengacara guna membatalkan kontrak. "Untuk mentransfer Fandi ke Groningen, kami sudah banyak mengeluarkan uang," kata Ton Van Dalen, manajer FC Groningen, tanpa menyebut jumlah. Padahal, selama setengah bulan di sana, Fandi cuma menerima uang saku 500 gulden (sekitar Rp 400.000). Kepada Hendrix Mandagie, koresponden TEMPO di Belanda, Van Dalen mengatakan, tak bisa mengerti mengapa Fandi membatalkan kontrak. "Saya kira klubnya di Kuala Lumpur menginginkan dia kembali ke klub itu. Barangkali, dia ditawari bayaran yang lebih baik," katanya. Yang membayar uang tuntutan Groningen itu memang Datuk Elyas Omar, Wali Kota Kuala Lumpur, yang juga ketua KLFA. "Karena mengetahui keadaan saya, Datuk Bandar (wali kota) mengajak saya pulang," kata Fandi. Setelah hengkang dari Groningen, di Kuala Lumpur anak Melayu Singapura itu langsung bergabung dengan KLFA, sekalipun kakinya cedera."Saya masih berusaha main di negeri Eropa lainnya, tapi tidak akan ke Belanda," tuturnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus