Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertandingan Manchester United lawan AS Roma, Rabu pekan lalu, bak mimpi buruk bagi pelatih Roma, Luciano Spalletti. Datang dengan optimisme tinggi setelah menekuk MU di Stadion Olimpico, Roma, dengan skor 2-1 seminggu sebelumnya, pasukan Giallorossi harus pulang menanggung aib. Setan Merah—julukan MU—membantai Roma 7-1 di Stadion Old Trafford.
Bergantian, Michael Carrick, Cristiano Ronaldo, Alan Smith, Wayne Rooney, dan Patrice Evra membombardir gawang Alexander Doni dengan gol hampir tiap 10 menit sekali. Kekalahan terbesar sebuah tim sepanjang sejarah perempat final Liga Champions yang dimulai 52 tahun lalu itu membuat Spalletti kehilangan kata-kata. ”Tidak ada yang membayangkan hal seperti ini,” ujarnya. Kapten Roma, Francesco Totti, berharap bisa mengulang dan mengubah hasil pertandingan. ”Ini malam paling menyedihkan sepanjang karier saya,” katanya.
Kemenangan pasukan Setan Merah menandai kebangkitan klub-klub Inggris di Eropa. Sebelumnya, Chelsea memastikan satu tempat di semifinal dengan membungkam Valencia 2-1 di depan pendukungnya sendiri. Liverpool menyusul keduanya dengan menaklukkan PSV Eindhoven 1-0. Maka tahun ini tiga klub Inggris menguasai semifinal Liga Champions, menyisakan satu tempat bagi klub Italia, AC Milan.
Klub-klub negeri leluhur sepak bola itu sebetulnya sudah pernah merajai Liga Champions—dulu dinamai Piala Champions—pada akhir 1970-an hingga awal 1980-an. Dalam kurun delapan tahun (1976-1984), tujuh kali klub Inggris menjadi jawara Eropa. Liverpool empat kali juara, Nottingham Forest dua kali, dan Aston Villa sekali. Dominasi mereka hanya sekali dipatahkan oleh Hamburg SV (Jerman) pada 1982.
Namun, setelah itu, kekuatan Inggris menghilang. Sayangnya, ini terjadi bukan karena prestasi mereka meredup. Inggris ”hilang” gara-gara tragedi di Stadion Heysel pada 29 Mei 1985. Menjelang partai final antara Liverpool dan Juventus, pendukung tim Inggris itu meluruk ke tribun tifosi Juve. Akibatnya, stadion roboh dan 39 orang tewas. Sudah begitu, gelar juara dilahap Juve setelah mengandaskan Liverpool 1-0.
Badan Sepak Bola Eropa (UEFA) kemudian melarang klub-klub Inggris bermain di kancah Eropa selama lima tahun—khusus Liverpool, sanksinya enam tahun. Larangan ini memukul telak sepak bola Inggris. Bahkan, setelah ”pengasingan” berakhir pada 1990, selama delapan tahun kemudian tak satu pun klub Inggris yang berhasil menembus final Liga Champions, yang menjadi lambang suprema-si klub di Eropa.
Kebuntuan baru berakhir setelah Setan Merah menaklukkan Bayern Muenchen 2-1 dalam partai final yang sangat dramatis pada 1999. Liverpool mengulang sejarah lebih dari 20 tahun silam dengan menjuarai Liga Champions pada 2005 setelah mengalahkan AC Milan lewat adu penalti. Namun, dalam 10 tahun terakhir, dominasi klub-klub Spanyol, Jerman, dan Italia tak tertahankan. Pada 1999/2000, Real Madrid, Barcelona, dan Valencia menguasai semifinal dengan Madrid keluar sebagai pemenang.
Tiga tahun kemudian, giliran AC Milan, Inter Milan, dan Juventus mendominasi empat besar Liga Champions. Milan kemudian yang menjadi juara. Tapi tanda-tanda kebangkitan tim Inggris sudah mulai terlihat. Setelah Liverpool juara pada 2005, Arsenal masuk final pada tahun lalu, tapi kalah dari Barcelona 1-2. Musim ini, MU, Chelsea, dan Liverpool menembus semifinal Liga Champions. ”Fakta ada tiga tim Inggris di semifinal membuktikan liga sepak bola kamilah yang terbaik di Eropa,” kata pelatih MU, Sir Alex Ferguson.
Dalam sejarah Liga Champions, bila semifinal diisi tiga klub dari negara yang sama, dalam partai final bakal terjadi derby. Akankah sejarah berulang? Kita masih harus menunggu hingga babak akhir di Athena, Yunani, 23 Mei mendatang.
Sapto Pradityo (UEFA, Goals, The Sun, Guardian, AFP, Wikipedia)
Kedigdayaan Inggris di Liga Champions
1998/1999 Juara (Manchester United) 2000/2001 Semifinalis (Leeds United) 2004/2005 Juara (Liverpool),Semifinalis (Chelsea) 2005/2006 Finalis (Arsenal)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo