Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Olahraga

Ini Dia, KP

Kamaruddin panggabean menjadi manajer tim pardedetex dan sejak ditanganinya pardedetex menanjak dalam galatama. pernah memimpin komda pssi dan koni sum-ut. kena skorsing dari pssi.

19 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

STEVE Tombs dan Paul Smythe, keduanya dari klub Exeter City, Inggris, pernah diimpornya. Toh tim itu belum terbantu. Dari 8 pertandingan putaran pertama kompetisi Galatama, mereka hanya 3 kali menang dan 1 kali seri. Sisanya, kalah. Mengapa? "Kalau boss yang bawa tim, anak-anak jadi gugup di lapangan," kata kapten Pardedetex, Zulham Effendy. Menyadari hal itu, T.D. Pardede melepaskan jabatan manajer tim. Ia lalu memilih Kamaruddin Panggabean sebagal pengganti. Hasilnya tak mengecewakan. Dari sisa 5 pertandingan pada putaran awal mereka cuma kehilangan 1 angka (hasil seri). Dengan 9 angka kemenangan bertambah, Pardedetex mencapai urutan ke-6 di antara 14 anggota Galatama. Apa rahasia suksesnya? Panggabean berani mengganti seorang bintang, sekalipun pertandingan baru berjalan separuh waktu. "Filsafat saya, main bola itu adalah dengan kaki, bukan nama," kata Panggabean. "Biar namanya segede gajah, sama saya itu tidak ada arti, kalau dia bermain sesuka hati." Pemain yang disukainya adalah yang mengikuti instruksinya dengan baik. Misalnya, ketika Pardedetex melawan Arseto di stadion Teladan, Medan, 10 Januari lalu, ia tak segan-segan mengeluarkan Hamzah Arfah di babak kedua. Pemain ini, yang dibeli Pardede dari Gowa, dikenal sebagai pencetak gol andalan. Toh Panggabean menggantinya dengan pemain cadangan, Managor Siagian. Tim Pardedetex yang semula bermain lesu, kembali bersemangat, kendati pertandingan berakhir tanpa gol. Siapakah Panggabean? Ia dilahirkan di Tarutung tahun 1922 dalam keluarga pedagang. Pada usia 16 tahun dirinya sudah bermain untuk klub Sahata di Medan. Sebagai pemain ia tak begitu sukses -- hanya sampai tingkat memperkuat bond Sumatera Timur (1941-1942). Tapi dalam memutar roda organisasi, Panggabean sudah terbukti unggul. Tahun 1950, ia memegang pimpinan Komda PSSl Sumatera Utara dan Aceh, menggantikan Sulaiman Siregar (almarhum), sampai ia mengundurkan diri 25 tahun kemudian. Tentang masa jabatan yang panjang itu ia mengatakan: "Habis, saya dipilih terus secara aklamasi." Panggabean juga menjabat Ketua KONI Sumatera Utara sejak lembaga itu dibentuk tahun 1968 sampai sekarang. Jabatan manajer tim pertama kali dialaminya ketika ia diserahi membawa tim PSSI ke turnamen Piala Raja di Bangkok, 1968. Dari PSSI jadi juara. Juga itu dialaminya sewaktu PSSI mengikuti Merdeka Games di Kuala Lumpur setahun kemudian. Tahun 1970, ia membawa PSMS, bond Medan, ke turnamen Piala Emas Aga Khan di Dakka. Juara lagi. Tapi PSMS yang dipimpinnya ke perebutan Piala Presiden di Seoul, kalah 7-2. "Kalau mau dibilang gagal, hanya ke Korea (Selatan) itulah kegagalan saya sebagai manajer tim," lanjut Panggabean. Ia mengritik manajer tim yang mengumbar janji, memberi uang bila menang. "Itu sudah kolot," katanya. "Perhatikanlah hal-hal kecil dalam memberikan motivasi pada pemain." Teuku Hermansyah, seorang pemain Pardedetex, membenarkan bahwa Panggabean punya perhatian terhadap hal-hal sepele. "Sampai soal-soal keluarga kita pun diperhatikannya," kata Hermansyah. "Inilah yang membuat saya betah di Pardedetex walau honor yang diterima pas-pasan saja." Tentang soal uang perangsang, Pangabean ternyata berbeda pendapat dengan Pardede. Untuk menghadapi NIAC Mitra di Medan, awal pekan ini Pardede malah mendorong pemainnya dengan janji imbalan Rp 50.000 untuk setiap gol kemenangan. Panggabean mengaku dirinya tak pernah belajar secara formal untuk menjadi manajer tim. "Saya belajar dari buku dan pengalaman," tambahnya. Terkena Getah Tentang tak dan strategi yang diterapkannya, menurut dia, dipetiknya dari pengalaman menyaksikan pertandingan Piala Dunia. Ia sudah mengikuti turnamen besar itu secara langsung sejak tahun 1966. Sepulang dari menyaksikan Piala Dunia di London 14 tahun lalu, ia memperkenalkan sistem Hurricane (puting beliung) pada PSMS. Hasilnya, PSMS menjadi juara nasional 3 kali berturut-turut. Bergabung dengan Pardedetex, ia mengaku dirinya tidak mendapat gaji bulanan. "Pardede tak akan sanggup membayar saya," katanya. Panggabean memang terhitung orang berada, yang tinggal di Jalan Bantam, daerah elite bagi kota Medan. Ia punya biro perjalanan, dan mendapat pensiun (bekas pegawai Kantor Gubernur Sumarera Utara) di samping mewarisi kebun pusaka dari orang tuanya. Ia punya 9 anak dan 10 cucu. Karir Panggabean yang panjang itu terkena getah ketika Pardedetex melawan Indonesia Muda di lapangan sendiri. Pertandingan 28 Desember itu berakhir dengan kericuhan, dan terhenti sebelum usai. Wasit Hamlet dipukul oleh Susanto, pemain cadangan Pardedetex. Kemudian Panggabean dan enam pemainnya diskors PSSI. "Saya yang berkorban mau mengatasi kerusuhan, kok malah dihukum," katanya. Baru pertama kali ini skorsing dijatuhkan PSSI untuk manajer tim. "Mereka (yang di PSSI) itu tak senang dengan sukses saya dan Pardedetex," demikian reaksi Panggabean, pemegang Lencana Kebudayaan dari Pemerintah Indonesia (1968). Posisi Pardedetex dalam Galatama kebetulan memang sedang menanjak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus